Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bonus (Part 3)

BAGIAN paling memalukan yang terjadi setelah segala kehebohan 'insiden selepas dansa' adalah satu jam kemudian, ketika pesta akhirnya selesai dan Andrea harus berpamitan dengan teman-temannya. 

Dan selama itu, Lucas menolak melepaskan genggaman tangannya barang sedetikpun. 

Gadis itu merasakan tatapan semua orang--termasuk Georgia--tertuju pada tangan-tangan mereka yang saling terpaut. Senyuman-senyuman menggoda tersungging di bibir mereka.

"Selamat bersenang-senang." Sully menaik-turunkan alisnya kepada Andrea dari sofa ruang tunggu. Andrea menahan keinginan kuat untuk melempar sesuatu ke wajahnya yang menyebalkan.

Ketika akhirnya Andrea dan Lucas lolos dari acara dan berjalan keluar dari restoran, keduanya menghela napas panjang berbarengan.

"Satu hari yang..."

"...cukup membuat kewalahan."

"Yeah."

Keheningan menyelimuti saat keduanya berjalan bersisi-sisian menyusuri pelataran parkir. Permukaan Sandy River yang mengalir di belakang restoran terlihat berkilauan tertimpa cahaya lampu-lampu jalan yang telah dinyalakan. Andrea memperhatikan ransel besar yang dibawa Lucas dari tempat penitipan di restoran tadi.

Dilatarbelakangi suara aliran air sungai, Andrea berdeham.

"Jadi... kau pulang ke mana?"

Lucas tersentak.

"Oh, um... aku menyewa airbnb nggak jauh dari sini. Rencananya akan naik Uber ke sana."

"Kau akan di sini berapa lama?" 

"Belum tahu." Lucas berujar, suaranya terdengar agak goyah. "Sejujurnya... uh, aku belum bisa berpikir jernih sekarang."

Andrea merapatkan bibirnya, "Karena... um, karena kita?"

Lucas hanya mengangguk.

Hening lagi.

"Mengapa kita canggung sekali?" Andrea tertawa gugup. Lucas terkekeh, sama gugupnya.

Ketika akhirnya Andrea tiba di depan SUV-nya--dia menyewanya untuk sementara waktu--gadis itu memberanikan diri untuk bertanya.

"Bagaimana kalau menginap di apartemenku saja?"

Lucas mengerem langkahnya. Ekspresinya tampak kacau balau.

"A-apartemenmu?" ulangnya tegang.

"Agak jauh, tapi lebih baik daripada kau harus menyewa tempat." Andrea berusaha terdengar sekasual mungkin, "Apa airbnb-mu masih bisa dibatalkan dengan refund?"

"K-kurasa bisa."

"Hebat." Andrea berdeham, kemudian menekan tombol kunci hingga mobilnya berbunyi, "Kau ingat aku pernah cerita aku menyewanya bersama Sully? Well, ternyata Sully memutuskan bahwa dia yang pindah. Jadi ada kamar kosong ekstra."

Lucas membenahi tali ranselnya.

"Um... baiklah kalau begitu."

"Oke." Andrea menunduk, "Um... Luke?"

"Yeah?"

"Tanganmu. Aku perlu membuka pintu--"

"Oh." Lucas dengan kikuk melepaskan tangannya yang sedari tadi masih menggenggam tangan Andrea, "Maaf."

Butuh setengah jam dari Troutdale untuk mencapai Portland Downtown. Untunglah suasana di antara Andrea dan Lucas mencair selama perjalanan. Lucas sudah kembali ceriwis dan menanyakan banyak hal mengenai Portland, serta seputar kehidupan Andrea di kota itu. Andrea juga dengan senang hati menjelaskan berbagai tempat menarik untuk dikunjungi.

"Kita hanya beberapa blok dari Portland Art Museum," Andrea memberitahu sementara mereka menaiki anak tangga menuju pintu apartemennya. 

"Oh, wow." mata Lucas membulat bersemangat.

"Mau coba ke sana?" tawar Andrea seraya memutar kunci pintu depan.

"Tentu saja! Kedengarannya keren." Lucas nyengir lebar sambil memasuki pintu yang dibukakan Andrea. Sementara Andrea sibuk menyala-nyalakan lampu dan meletakkan tas, Lucas berdiri diam di dekat ruang televisi. Dia meletakkan ranselnya perlahan di atas sofa dan melihat-lihat sekitar.

"Kamarmu melalui pintu sebelah kiri. Kamar mandi ada di sini." Andrea menunjuk pintu yang paling dekat dengannya, "Anggap saja rumah sendiri."

Lucas berbalik dan memandangi Andrea dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Ada apa?" Andrea bertanya was-was.

Mata biru milik Lucas berlama-lama menelusuri wajah Andrea.

"Aku hanya berpikir bahwa ini semua masih terasa seperti mimpi." ungkapnya perlahan.

Tersentuh dengan perkataan tersebut, Andrea menghampiri Lucas dan menangkupkan kedua tangannya di wajah cowok itu. Dia memandangi Lucas dengan takjub. Andrea membatin, bagaimana bisa manusia seimut dan seberharga ini muncul tiba-tiba dalam kehidupanku? 

"Setelah ini, aku akan mengenalkanmu kepada setiap orang sebagai pacarku yang amat kusayangi. Jadi biasakanlah dirimu." tawa Andrea. 

Lucas meletakkan tangan-tangannya di atas tangan-tangan Andrea yang masih berada di pipinya, menggenggamnya erat.

"'Pacar' kedengarannya sempurna." kata cowok itu, tampaknya semakin kesulitan fokus pada apapun selain bibir Andrea.

"Bagaimana dengan 'Cowok Pohon'? Apakah itu masih berlaku?" tanya Andrea, dentuman di dadanya semakin tak terkendali dan kepalanya serasa pening saat Lucas mengecup telapak tangannya dengan lembut.

"Kau bisa menyebutku apapun." ujarnya, sebelum menanamkan bibirnya ke bibir milik Andrea.

🌳

Ketika Andrea terbangun di atas kasurnya yang hangat keesokan harinya, ada beberapa hal yang membuatnya perlu melamun dan memproses sejenak kondisi di sekitarnya.

Ada nampan berisi oatmeal stroberi dan segelas air mineral suam-suam kuku yang diletakkan di nakas di sebelahnya.

Ada yang aneh dengan pakaiannya. Mengapa dia hanya mengenakan tanktop dan pakaian dalam?

Ada seseorang yang tidur bersamanya dan memeluk pinggangnya dari belakang.

Andrea menoleh dan mendapati Lucas, rambut ikal pirang dan wajah terlelapnya menyembul keluar dari balik selimut. Gadis itu berbalik sepelan mungkin, memposisikan diri hingga berbaring menghadap cowok itu. Jemarinya menyentuh perlahan helaian rambut Lucas yang menjatuhi mata, menyingkirkannya hingga wajah Lucas tak terhalang apapun. Dia mendengarkan napas pelan dan teratur milik cowok itu dengan khidmat, dan untuk pertama kali dalam hidupnya Andrea merasakan gelenyar kebahagiaan yang tak mampu dideskripsikannya.

Sepasang alis Lucas mengernyit sedikit, kemudian kelopak matanya pelan-pelan membuka. Mata birunya menemukan mata milik Andrea.

"'Met pagi..." sapanya dengan senyuman mengantuk dan suara parau yang lebih dalam daripada suara normalnya, membuat dada Andrea berdesir.

"Pagi." Andrea balas menyapa, "Kau membuatkanku sarapan?"

Lucas menggumam mengiyakan, "Karena masih terlalu pagi, aku ketiduran lagi setelahnya."

Andrea tersenyum hangat, "Terima kasih."

Cowok itu mengecup kelopak mata Andrea, "'Masama."

Andrea mengamat-amati wajah Lucas. Belum pernah dia meneliti wajah Lucas dalam jarak sedekat ini. Dia dapat melihat bercak yang menghiasi puncak hidung dan pipi Lucas dengan lebih jelas. Dia juga dapat menelusuri gurat-gurat halus wajahnya. Dan pola warna dalam iris miliknya. Telunjuk Andrea menyentuh bulu mata Lucas yang lentik, membuat cowok itu terpejam.

"Kenapa?" tanya Lucas dengan mata tertutup.

"Agak iri dengan kaum cowok yang rata-rata punya bulu mata lebih lebat daripada cewek." lantur Andrea, "Bulu matamu bagus sekali."

"Trims?" kekeh Lucas pelan. Dia membuka matanya, lalu meraih jemari Andrea dan mengecupnya. Senyuman cerah Lucas merekah semakin lebar, "Aku harus meralat perkataanku semalam. Tentang aku yang 'belum pernah merasa sebahagia ini'."

"Mengapa?" Andrea mengulum senyum.

"Momen ini melampaui jauh pernyataan itu." ungkap Lucas.

"Hmm... karena semalam?" tanya Andrea, pura-pura skeptis.

Senyuman Lucas memudar. Dia menatap Andrea serius, "Kau tahu ini lebih dari itu. Walaupun kuakui... semalam benar-benar hebat."

"Oh, tutup mulut!" Andrea memukul bahu Lucas dengan wajah merah padam sementara cowok itu tertawa-tawa.

"Tapi... aku serius." kata Lucas, setelah tawanya mereda, "Aku merasa nyaris linglung saking bahagianya mendapatimu di sampingku ketika aku terbangun pagi ini."

Andrea memandangi Lucas, hatinya terasa begitu penuh oleh emosi.

"Perasaan kita sama." ujar Andrea, sedikit serak.

Keduanya saling tersenyum.

"Jika aku kembali ke setahun yang lalu, ke Cotswolds, dan memberitahu diriku di masa lalu bahwa diriku yang sekarang merasa sangat bahagia... aku mungkin nggak akan percaya." ungkap Andrea.

"Apalagi memberitahu diri kita di masa lalu bahwa kita sekarang baik-baik saja." Lucas menambahkan, menyelipkan helaian rambut tembaga milik Andrea ke belakang telinga gadis itu, "Apakah kita akan baik-baik saja Andy, seterusnya?"

Sinar matahari menerobos melalui tirai putih jendela, menerangi kamar itu dengan cahaya pagi yang lembut. Cahaya itu menimpa wajah-wajah dua insan yang tengah saling memandang satu sama lain. Dua pasang mata yang berbinar oleh antusiasme, keyakinan, serta pengharapan.

"Aku nggak tahu." ujar Andrea, "Mari kita coba untuk saling percaya satu sama lain. Dan berusaha menjalani saat ini sebaik mungkin, bagaimana?"

Lagi-lagi, senyuman Lucas terkembang cerah dan memukau.

"Setuju."

Belajar dari pengalaman yang mereka peroleh di Cotswolds, keduanya memutuskan untuk sama-sama sepakat bahwa tidak ada yang lebih baik selain tetap berusaha.

Karena memang itu kan, yang terpenting?

🌳

THE END


Thank you for finding this story, dear readers. Tinggalkan jejakmu dengan votes maupun komentar. Let me know what you think. What to improve. Semoga cerita ini dapat memberikanmu sedikit suntikan penyemangat dalam menjalani hidup. Karena bagiku, menulis cerita ini adalah sebuah terapi penyembuh. 

Lots of love,
Ash

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro