Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

P R O L O G

The Girl POV

"Ya udah pergi aja sana," usirku sambil menatap matanya yang terlihat ragu dan mungkin merasa bersalah. "Lagian ini bukan pertama kalinya kamu pergi di tengah kencan kita kan?"

Kurasakan tangannya yang tadi mengenggam tanganku erat mulai mengendur dan terlepas, saat mendengar kalimat terakhirku yang kuakui cukup sinis.

Kami terdiam selama beberapa menit hingga ponselnya kembali berbunyi menampilkan nama 'Bos Besar' yang berarti dia harus segera pergi.

"Maafin ya Hun," katanya sambil mengelus rambutku lalu mengecup keningku singkat.

"Aku pergi dulu."

Ia pun beranjak pergi meninggalkanku sendirian di kafe. Samar masih dapat ku dengar ia menjawab telepon yang tak berhenti berdering, "Iya bu, saya usahakan tiga puluh menit lagi tiba di lokasi."

Akupun mendengus sambil melirik makanan yang ada di hadapanku. Kami bahkan belum sempat mencicipi makanan yang dipesan. Sungguh mubazir aku sudah dipastikan tidak bisa menghabiskan semuanya, apalagi nafsu makanku sudah menghilang sejak ia beranjak dari kursinya.

Akupun memutuskan untuk membungkus makanan yang kami pesan, dan beranjak menuju halte bus yang berada tak jauh dari kafe.

###

Sepanjang perjalanan pulang aku memikirkan hubunganku dengannya.

Hubungan kami sudah berjalan hampir tujuh tahun, tepatnya 79 bulan beberapa hari lalu. Kalau kata sahabatku nih kami pacaran sudah mengalahkan cicilan KPR (Kredit Perumahan Rakyat). Kami udah bisa dapat rumah kalau dari awal pacaran ambil cicilan rumah. Menyebalkan.

Dari awal pacaran kami mempunyai kebiasaan untuk merayakan hari jadian kami tiap bulannya. Quality time katanya. Walaupun hampir tiap hari dia menjemputku sepulang sekolah.

Bukan merayakan seperti tadi, makan di kafe atau restoran yang lumayan menguras dompet.

Dulu kami hanya makan di warung pinggir jalan, yang tak ada bedanya dengan hari-hari lain. Atau kami akan ke pantai, menikmati panorama matahari yang mulai tenggelam seakan dimakan oleh samudra, sambil perpegangan tangan.

Jika dia habis gajian kami akan menonton film di bioskop dan ditutup dengan makan malam di restoran cepat saji tempatnya bekerja part time, yang tentu saja mendapatkan potongan karyawan. Atau di kafe yang harga menunya sesuai dengan dompet mahasiswa.

Jika ia lagi krisis karena banyak pengeluaran biasanya kami menghabiskan waktu di rumahku, menonton film ditemani ketiga kakak laki-lakiku, yang sungguh tidak peka orang sedang pacaran. Atau menemaninya bermain catur dengan ayah, yang bisa memakan waktu berjam-jam.

Oh iya, salah satu sifat pacarku itu. Ia tidak pernah mengizinkan aku membayar makanan yang kami pesan. Its his pride as a man, katanya setiap kali aku menawarkan diri untuk membayar.

Padahal aku sama sekali tidak keberatan akan hal itu. Lagian uang bulananku bisa dikatakan lumayan. Tetapi tetap saja dia menolak.

Kebersamaan kami menurutku sederhana. Namun meninggalkan jejak indah dalam memoriku. Secara otomatis bibirku akan melengkung dan membentuk senyuman, jika mengenang kebersamaan kami.

Tak seperti sekarang, mungkin dia telah mampu membayar makanan di restoran bintang lima sekalipun. Namun itu semua terasa percuma. Jangankan untuk merayakan hari jadian kami yang sebulan sekali itu. Dapat bertemu saja sudah syukur alhamdulilah.

Ini bermula semenjak dia mulai bekerja sekitar dua tahun yang lalu intensitas waktu bertemu kami mulai berkurang. Apalagi setelah ia mendapatkan promosi sebagai Budget And Planning Manager tiga bulan yang lalu, yang benar-benar menyita waktunya.

Dalam sebulan kami bertemu bahkan dapat dihitung dengan jari. Aku kadang merasa melakukan hubungan jarak jauh alias LDR, padahal kami masih berada di kota yang sama.

Sebagai pacar yang baik, awalnya aku sudah pasti mengerti akan keadaan kami. Lagian ini juga demi kebaikannya, demi masa depan kami. Namun semakin lama, keadaan ini semakin menyiksa.

Apalagi saat aku mulai menyusun skripsi, mendapatkan pembimbing yang super duper cerewet dan Ms. Perfect benar-benar menguji hubungan kami. Maksudku aku semakin membutuhkan kehadirannya saat itu. Namun aku bisa apa ketika dia tak ada.

Belum lagi ketika kami bertemu ada saja gangguan, terutama klien yang seenaknya ingin bertemu bahkan di hari libur, yang kadang membuatku iri. Aku saja pacarnya harus mencuri waktu untuk bertemu.

Maka ketika aku mengatakan jika bukan pertama kalinya ia meninggalkanku di tengah kencan kami, aku tidak mencari-cari alasan ataupun berniat menyinggungnya, karena itu adalah kenyataan.

Ah, kenapa hubungan kami menjadi rumit begini sih?

Apa labih bagus jika kami putus aja ya?

Tidak. Tidak. Tidak. Pikiran apa ini. Sepertinya otakku lagi kacau. Aku pun menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang bisa merusak otakku ini.

Dan saat itu aku juga tersadar Sh*t, halte dekat rumah sudah lewat.

###

The Boy POV

"Lagian ini bukan pertama kalinya kamu pergi di tengah kencan kita kan?" Katanya tadi siang, saat aku akan meninggalkannya di tengah kencan kami, lagi-lagi karena urususan pekerjaan yang mendesak. Walau terdengar sinis, aku menangkap kekecewaan yang besar di matanya.

Harus ku akui hubungan kami belakangan ini semakin merenggang. Bukan hanya intensitas kami bertemu yang semakin sedikit karena kesibukan kami. Komunikasi kami pun semakin jarang terjadi.

Apa dia mulai lelah menjalani hubungan ini?

Ku harap tidak.

Ucapannya tadi, dan pikiran-pikiran buruk terus memenuhi otakku. Membuat konsentrasiku yang seharusnya fokus ke pekerjaan, malah bercabang ke mana-mana. Dan di sini lah aku, jam sebelas malam baru tiba di flat yang ku tempati setahun belakangan.

###

Ceritanya saya edit sedikit dan dua bab selanjutnya sudah saya unpublish saya kurang greget wkwk. Salahkan laptop yang menghilangkan seluruh data termasuk cerita yang sudah diketik beserta kerangka-kerangkanya.

Ceritanya juga saya dedikasikan untuk iswhitecat yang sudah membuatkan cover. Wkwk

Pinrang, 24 Juni 2016 - Andieeeeer

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro