Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

D U A


Acara makan siang bersama kemarin berakhir dengan menyebalkan ditambah dengan pertengkaran kecil antara aku dan Azka. Entah mengapa, ada saja yang menginterupsi kebersamaan kami. Seolah-olah bumi sepakat untuk menjauhkan kami saat kami bersama. Kali ini giliran Sang Baginda Ratu yang menyela kebersamaan kami, yang semakin menipis ini. Eh maksudku si dosen pembimbing—Prof. Devi, yang jika ditunggu tak datang-datang. Eh giliran lagi jalan sama pacar malah memberi titah untuk menghadap saat itu juga.

Ceritanya.

Ternyata Azka membawaku ke sebuah kafe yang lumayan jauh dari kampus. Setelah berkendara sekitar tiga puluh menit, akhirnya kami tiba di sebuah kafe yang dapat dikatakan lumayan sepi, mengingat ini masih termasuk jam makan siang.

Pertama kali menginjakkan kaki di kafe itu, aku langsung tahu jika akan betah berlama-lama di sana. Kafe ini disusun dengan nuansa alami dengan komponen seperti kayu hampir di segala penjuru kafe, seperti langit-langit, dan furnitur. Salah satu dindingnya dipenuhi tumbuhan hijau dengan tambahan beberapa rak buku. Dan pada sudut dinding yang lain terdapat sebuah rak buku besar yang dipenuhi oleh buku-buku yang tak kutahu apasaja.

Baru saja kami akan duduk di salah satu sofa panjang berwarna abu-abu dilengkapi dengan meja berbentuk lingkaran dan dua buah kursi yang terbuat dari kayu, saat ponselku tiba-tiba berbunyi dengan nyaringnya. Setelah aku cek ternyata dari Sinta, "kenapa lagi ini orang? Gangguin aja," pikirku dalam hati lalu mengabaikan panggilannya. Setelah panggilannya berakhir aku segera menyalakan mode senyap untuk ponselku. Pokoknya hari ini tidak ada yang boleh menganggu kami. Sudah cukup semua gangguan yang kami hadapi selama ini.

Namun ponsel yang kusimpan di saku sebelah kanan jins ku itu, ternyata tidak berhenti bergetar. Ponsel berwarna silver dan berukuran kurang dari lima inci itu akhirnya membuatku tak nyaman. Segera ku cek dan ternyata id pemanggil masih sama yakni Sinta disertai dengan beberapa panggilan tak terjawab. Karena khawatir ada sesuatu yang penting atau terjadi sesuatu yang buruk padanya, aku pun memutuskan untuk menjawab panggilannya yang keempat kalinya.

"Ra! Lo di mana?" Cerocos Sinta begitu panggilannya terhubung.

"Lagi makan siang bareng Azka."

"Buruan balik ke kampus. Lu dicariin sama Prof. Devi. Se-ka-rang!" Sinta seolah menekan kata 'sekarang' agar menegaskan agar aku kembali ke kampus saat itu juga.

"Bilang gua udah pulang aja Sin. Besok pagi-pagi gua menghadap ke dia deh." Aku tidak menanggapi perintah sang profesor.

"Gak bisa dodol. Besok dia mau ke Jepang. Sekitaran sebulan lebih, dia ada research di sana."

Mendengar ucapan Sinta aku langsung membelalakkan mata, kaget. Bagaimana tidak skripsiku dipastikan akan tertunda lagi, jika dosen yang didapuk sebagai pembimbing utama dalam penyususnan skripsi ku itu pergi sebelum aku sempat bertemu.

"Tolong bilangin gua udah otewe ke kampus ya."

"Oke usahin cepat ya. Anak bimbingannya lumayan banyak Ra."

Kepalaku terasa pening, saat ini yang aku pikirkan hanya kembali ke kampus secepat mungkin. Aku pun segera menarik tas ransel yang tadi aku simpan di bawah meja. Saat aku akan melangkah tiba-tiba sebuah tangan menghentikanku.

"Mau kemana?" Tanya Azka. Ya ampun aku sampai melupakan pacarku itu gara-gara panik.

"Ya ampun sorry Hun. Prof. Devi minta ketemu SE-KA-RANG. Aku balik diluan ya!" Aku sengaja menekankan kata sekarang seperti Sinta tadi, agar Azka mengerti bahwa aku memang harus pergi saat itu juga.

Lagi-lagi Azka manarik tanganku saat hendak melangkah, "Gak bisa nunggu bentar? Makanannya udah dipesan Hun."

"Gak bisa!!! Duh lama kalo mau jelasin. Kamu juga kalo tiba-tiba ninggalin aku, aku gak pernah proteskan?" Tanpa bisa dikontrol, mulutku yang bawel ini menyingung tentang kebiasaan Azka—meninggalkanku di tengah-tengah kencan kami beberapa bulan terakhir ini.

Azka seketika terdiam mendengar ucapanku. Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur. "Bye Hun," kataku lagi, lalu memelesat dengan segera menuju pintu keluar kafe. Sebelum menarik pintu kafe aku sempat berbalik mengintip apa yang dilakukan oleh pacarku itu. Ternyata dan ternyata Azka masih diam di tempat seperti patung.

Beberapa menit menunggu belum ada tanda-tanda ada kendaraan umum yang bisa aku tumpangi. Jangankan taksi atau ojek bahkan odong-odong pun tak ada. Ada sih cuma ada penumpangnya.

Mana itu bukan jalur busway. Jika ingin menggunakan bus aku harus berjalan berpuluh-puluh meter. Itu bukan solusi yang bagus, mengingat aku sedang terburu-buru. Bagus jika busnya ada yang kosong kalau tidak? Duh pusing.

Tadinya aku berpikir Azka akan dengan senang hati akan menawarkan untuk mengantarku kembali ke kampus atau kalau tidak saat aku keluar dari kafe akan ada taksi yang bisa aku tumpangi ke kampus. Namun kenyataannya malah seperti ini.

Kenapa sih saat buru-buru seperti ini tidak ada yang berjalan sesuai rencana. Rasanya ingin menangis saja.

Aku bahkan tidak sadar telah berdiam diri merutuk tentang kesialanku. Hingga suara klakson, menyadarkanku. "Cepat naik, aku anterin." Tanpa Azka membuka helmnya, aku bisa mengetahui itu dia. Bibirku dengan otomatis membentuk senyuman melihatnya dan segera mengambil helm yang ia sodorkan.

"Makasih Hun," kataku sebelum Azka memacu motornya menuju kampusku.

Setelah perjuangan membelah jalan raya yang padat dipenuhi kendaraan umum ataupun pribadi menuju kampus. Kalian tahu apa yang aku dapatkan dari pertemuan dengan Prof. Devi? Sang baginda Ratu hanya memintaku untuk mengirimkan proposal skripsi yang telah aku susun melalui e-mail. Kami akan mendiskusikan segala tentang skripsiku melalui e-mail  yang aku kirimkan, selama dia melakukan penelitian.

Hell kan ya? Aku sudah susah payah ke kampus buru-buru sampai harus membentak pacarku, sampai kebingungan sendiri mencari kendaraan hanya demi mendapatkan alamat e-mail dari baginda ratu yang terhormat. Padahal diakan bisa menitipkannya melalui Sinta yang juga menjadi mahasiswa bimbingannya.

Seperti bumi benar-benar melakukan konspirasi untuk menjauhkan kami.


###

Pinrang - 23 Juli 2016 - Andieeeeer 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro