Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAGIAN 4

Kedua tangan Thea sudah sangat gatal membuka tutup kotak makannya. Di balik itu tersedia kenikmatan teri balado dan omelet yang diracik sendiri pagi-pagi tadi. Kantin SMA Kencana sangat tidak memungkinkan menampung semua muridnya yang kelaparan. Dan Thea tidak ingin menjadi bagian yang harus berdesak-desakan ngantri, menunggu pesanannya datang hingga nyaris bel akan berbunyi, bersikut ria di meja kantin dengan makhluk-makhluk kelaparan. Maka, semenjak kelas X setelah dalam seminggu pertama sekolah merasakaan penderitaan di kantin, Thea memutuskan bangun lebih pagi, menyiapkan sarapan sesuai seleranya. Tentu, lebih menyehatkan dan hemat.

Kerongkongannya sudah basah oleh air mineral yang dibekal juga, kemudian dilanjutkan oleh kenikmatan perpaduan bumbu balado dengan omelet. Thea menikmati kesendirian di mejanya, walaupun ada juga beberapa teman kelas yang membawa bekal dan memilih berkerumun di meja yang disusun berdekatan. Makan sambil ngobrol ngaler-ngidul bukan gaya Thea. Dia ingin fokus menikmati kerja kerasnya setiap pagi.
Berharap dapat menyuapkan teri dengan lahap dan tenang hingga akhir, Thea justru harus kedatangan makhluk yang sangat tidak diharapkannya di jam istirahat.

"Thea!" Dora melangkah riang. Lagi-lagi gayanya seperti menjadi teman yang selalu ada saat suka dan duka. Padahal "kedekatan" mereka hanya berlangsung satu jam kemarin.

"Kita interogasi Tiar sekarang." Dora duduk di depan Thea—tepatnya di bangku Abian. Setiap kelas di SMA Kencana menyediakan meja ukuran single—sehingga tidak ada istilah teman sebangku, karena siswa di SMA Kencana tidak sebanyak sekolah swasta lainnya. Hal yang paling disukai Thea.

Tatapan Dora mendarat di kotak makan berwarna abu yang berisi sajian mengugah selera. "Lo bekel? bikin sendiri?" Dora lebih dalam melirik kotak makan itu sambil tanpa sadar menelan ludah. Perutnya mendadak berbunyi nyaring yang mengundang tatapan awas dari Thea.

"Enak banget kayaknya. Seumur-umur gue cuman satu atau dua kali bawa bekel, itu juga terpaksa karena nyokap mangkas uang jajan."

Thea menarik kotak makannya seperti anak kecil yang tidak ingin kehilangan mainannya. "Gue lagi makan," tandas Thea sekaligus jawaban penolakan dari ajakan Dora.

"Keburu masuk." Dora sudah menjauhkan matanya dari kotak makan.

"Nanti pulang sekolah juga bisa."

"Tiarnya nggak bisa," ucap Dora lesuh. "Kalau ditunda lagi gue makin khawatir sama Bian."

Suara nyaring itu terdengar lagi. Sepasang mata mereka langsung tertuju ke arah perut Dora.

Dora nyengir. "Gue belum makan. Makanya tadi mau ngajak lo ke kantin sekalian ketemua Tiar."

Thea mengernyit. Mendengar kata "kantin" dan membayangkan tempat itu membuatnya bergidik. Tempat paling menyeramkan dan paling tidak nyaman di sekolah. Tentu hanya bagi Thea.

"Yuk bawa aja kotak makannya ke sana. Keburu gue malah makan tuh masakan lo."

Thea tentu tak terima. Sajian lezat ini tak akan bisa dimakan di tempat sumpek itu. Maka, Thea lebih memilih menutup kotak makannya dan memasukkanya kembali ke loker meja. Ini salahnya juga karena sudah bersepakat untuk menginterogasi Tiar hari ini. Ya, maksudnya kan bukan saat jam istirahat. Jam pulang sekolah malah lebih leluasa untuk nanya ini-itu.

Tanpa omongan, Thea langsung berdiri dan Dora di belakangnya bersorak riang. Yes! Si cewek jutek berhasil menurutinya.

"Cepet! Ntar keburu masuk," omel Thea karena Dora belum beranjak dari tempatnya—tepatnya dari bangku Abian.

Hmm..melihat bangku Abian membuatnya sedikit...kangen? Ah..entahlah apa ini yang namanya kangen? Lalu melihat Dora—sang pacar—duduk di bangku pacarnya, menimbulkan rasa sesak di dada. Cemburu? Ah..entahlah, apa ini yang namanya cemburu? Tapi yang jelas melihat bangku kosong Abian semakin meningkatkan kekhawatirannya.

***

Perlu mengumpulkan tenaga ekstra sebelum masuk ke kantin. Sebelum akhirnya dia tak sanggup menahan suara-suara kunyahan kelaparan, tak sanggup melihat tumpukan piring dan mangkuk kotor di meja kantin karena para pedagang sibuk melayani di balik gerobok mereka. Tak sanggup menahan bau keringat para murid yang bercampur dengan aroma baso yang seharusnya menggugah selera. Tak sanggup menatap lantai kotor akibat tumpahan saus, kecap, kuah baso, nasi, atau apapun yang menyebabkan lantai kantin rasanya tak ingin seinchi pun Thea injak oleh sepatu bersihnya. Sebelum akhirnya Thea memilih hengkang dari ruangan dengan lebar bila dua kelas digabungkan.

Di sudut atap kantin muncul jaring laba-laba berhiaskan debu. Thea tak akan mau mendongakkan kepala. Thea berani bertaruh kepala sekolah tidak pernah melongokkan kepala ke dalam kantin. Dia hanya cuap-cuap setiap upacara untuk mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan, tapi sendirinya tidak memperhatikan kebersihan tempat murid-muridnya mengenyangkan perut. Thea pernah dengar OSIS mengajukan perbaikan dan perluasan kantin ke taman samping kantin, karena taman itu pun tidak terawat dengan baik. Entah bagaimana hasilnya karena hingga sekarang kantin belum terjamah oleh tangan kepala sekolah.

Well, untuk sekarang dia harus masuk ke tempat ini. Menahan segala keburukan yang sering terlintas di benaknya. Uh! Meja Tiar berada di paling belakang, di sudut, terhimpit ke dinding yang lembab. Satu-satunya meja yang berani ditempati Thea hanyalah meja dekat ambang pintu kantin karena di situlah satu-satunya sumber cahaya. Jendela kantin pun hanya berada di sekitar depan.

Tiar menatap Dora dan Thea bergantian. Seingatnya ini pertama kalinya melihat Thea di kantin. Dia tahu cewek itu setiap hari mengenyangkan perut di kelas dengan bekalnya. Dua teman cowoknya langsung beranjak dari meja setelah makanan mereka habis dan mereka tahu dua cewek itu hanya menginginkan Tiar seorang.

"Nanya apa lagi, sih?" tanya Tiar ketus karena kehadiran Dora akhir-akhir ini selalu berujung adu mulut, apalagi sekarang sedang lapar berat. Tiar beralih lagi ke Thea yang hanya diajak ngobrol bila satu kelompok saja.

"Duduk, The." Dora menarik Thea untuk duduk di sampingnya. Thea dengan enggan menarik kursi plastik lalu duduk, memaksakan dirinya nyaman dengan dinding di sampingnya.

"Gue pengen lo ceritain saat terakhir kali ketemu Bian."

"Ck, itu lagi. Gue udah bilang, gue lihat dia ke perpustakaan."

Tiar melirik ke Thea. Ah..dia baru mengerti dengan kehadiran Thea. Sepertinya Dora gencar melakukan penyelidikan untuk mencari Abian, pikir Tiar.

"Lebih detail?" tanya Thea.

Cukup mengagetkan bagi Tiar bisa ngobrol dengan sang juara umum yang terkenal jutek dan menutup diri di luar keperluan akademik. Tiar tampak langsung melunak saat Thea yang meminta. Tak ogah-ogahan seperti ditanya Dora tadi. Dora tersenyum lega. Kehadiran Thea rupanya membuat Tiar agak segan, kayaknya.

Tiar menyuapkan dulu mi ayamnya lalu menyedot es teh manis hingga setengahnya. Dua orang di depannya dengan sabar menunggu, membiarkan cowok itu mengisi energi. Sebenarnya, Tiar sedang mengingat-ngingat siang hari itu.

"Waktu itu gue mau minta diajarin Kimia. Sebenarnya pas pagi gue udah minta dia, tapi Bian kayak bingung gitu dan cuman nganggukin kepala. Ya, gue kira itu tanda setuju. Dan si Bian malah langsung ngacir pas istirahat. Kalau gue nggak perlu-perlu banget buat remedial itu, gue males banget harus ngejar-ngejar dia dan manggilin dia sepanjang koridor."

Kikikan Dora memotong cerita Tiar. Membayangkan Tiar—si salah satu cowok yang jadi incaran banyak cewek—mengejar-ngejar Abian di koridor sambil berteriak heboh karena mau diremedial. Biasanya dia yang sering dikejar, waktu itu terpaksa harus mengejar.

Tiar mendelik kesal lalu mengambil sedotan dari gelas es teh manisnya dan mengibas-ngibaskannya pada Dora yang asyik tertawa kecil. Tiar tahu pikiran cewek itu. "Diem..Diem..loooo! Nggak gue bantuin nih!"

Dora menjulurkan lidahnya, "Emang lo bantuin gue? Kemarin aja ogah banget gue ajak ngomong."

"Karena gue kesel sama pacar lo itu. Gara-gara dia gue harus remedial lagi."

"Eh...bukan salah dia. Lo aja yang nggak jago eksak tapi maksa masuk IPA. Biar beken?"

Tiar kembali mengibas-ngibaskan sedotannya ke wajah Dora. "Lebih baik di sana. Daripada gue harus banyak baca di IPS."

"Ahh..eksak nggak bisa. Baca nggak mau."

"Kayak lo jago aja kimia, biologi, fisika. Gue tahu lo juga sama begonya kayak gue."

"Nggak semenjak Bian jadi pacar gue. Ngajarin gue," tandas Dora. Sesaat dia melirik Thea yang terlihat terenyak di kursinya.

"Tuh kan, lo cuman manfaatin Bian doang terus sekarang sok sok ngekhawatirin dia."

Dora mengibaskan tangannya. "Ahh..udahlah sekarang lanjut."

"Keburu masuk nih." Thea menatap mereka bergantian. Mulai tak nyaman.

Tiar berdeham kembali bercerita. Pasti si juara umum tak ingin telat masuk kelas. "Gue ngikutin dia sampai belokan koridor deket perpustakaan. Sampe sana gue langsung balik lagi."

"Kenapa langsung balik lagi?Nggak nyusulin dia ke sana?" tanya Thea menyelidik

"Dia udah ditunggu sama anak IPS itu. Si Cakra. Gue malas banget ketemu dia. Mereka keliatan akrab banget, terus gue lihat Barry sama siapa si itu, anak IPS yang kacamatanya tebal itu. Pokoknya mereka berdua datang dari belakang gue, ngedatangin mereka berdua. Mereka udah akrab banget." Tiar menaikkan kedua bahunya lalu melahap kembali mi ayam. "Jadi gue balik lagi karena nggak mungkin ngedatangin mereka yang kayaknya udah punya acara sendiri," sambungnya setelah menelan makanannya.

Thea tak mempedulikan lagi dinding kotor di sampingnya. Mulai tertarik dengan cerita Tiar. "Kenapa nggak suka sama Cakra?"

Tiar mengernyit. "Gue harus nyeritain itu juga? Ada hubungannya?"

Thea hanya mengangguk. Dia harus memperjelas setiap detail di cerita Tiar—apalagi ini berhubungan dengan murid bernama Cakra yang turut hilang juga, seperti Cormoran Strike yang mengorek seluk beluk orang-orang yang berhubungan dengan Lula Landry.

"Lo nggak tahu?" Dora beralih pada Thea. Kemudian, dia langsung mengerti minim sekali kehadiran Thea di kantin.

"Gue pernah berantem sama dia di kantin. Gara-gara gue bikin nangis adiknya. Padahal adiknya yang genit ngedeketin gue. Risi!"

Thea mengangguk mengerti, tak tampak terkejut baru tahu berita yang sebenarnya heboh pada saat itu. Tiar pun tak heran cewek ini tidak tahu sama sekali kasus terbesarnya itu. Padahal di setiap kelas jadi bahan obrolan. Oh...ya kecuali di perpustakaan, bukan tempat bagi para penggosip.

"Saat itu ada gerak-gerik yang aneh dari Abian?"

Dora mengangguk setuju dengan pertanyaan Thea.

"Dia keliatan buru-buru banget. Sampe panggilan gue aja nggak dijawab. Teman-teman barunya itu juga sama tampangnya. Resah banget. Barry aja ngelewat gitu aja, nggak nyadar ada gue di koridor."

"Lo dekat kan dengan Abian?" tanya Thea lagi yang menimbulkan keraguan di wajah Tiar. Cowok itu tampak kebingungan antara akan mengangguk atau menggeleng.

"Nggak dekat-dekat banget sih. Ya, kita sering ke kanting bareng, main futsal bareng, kadang pulang bareng. Tapi nggak sampai dekat bisa tahu semua rahasia dia." Tiar menegaskan bila ada pertanyaan yang menjurus tentang kehidupan pribadi Abian, Thea tidak akan menemukan jawabannya. Justru, pacar Abian yang harus menjawab itu. "Lo nggak cuman manfaatin dia aja, kan, Dora?" tanya Tiar beralih ke Dora.

Dora mendengus kesal. Sedikit resah sambil sesekali melirik Thea. "Kita pacaran, bukan suami-istri. Wajar ada hal yang nggak gue ketahui. Malah suami-istri aja pasti punya cerita masing-masing yang nggak harus selalu diceritain."

Thea membenarkan posisi duduknya. Dia sudah mulai tahan dengan status hubungan Dora-Abian yang mulai sekarang akan semakin intens didengarnya. "Sebelum dia hilang, pasti lo ngerasa sesuatu yang aneh kan?"

Tiar berpikir sambil menyedot es teh manis yang sebenarnya sudah habis dan hanya tersisa es batu. "Akhir-akhir ini dia emang aneh."

Dora langsung menyuarakan kesetujuannya dengan pemikiran Tiar.

"Hal paling aneh." Thea mengerucutkan pertanyaannya.

Tiar mengerutkan kening. Mode berpikir. Sesuatu yang aneh itu mulai menyentuh ingatannya. Hal aneh yang enggan sekali dipikirkan lebih lanjut. "Dia pernah nanyain abang gue."

"Bang Rengga?" tanya Dora kaget. Terlalu kaget hingga Thea memicingkan mata, menyelidik raut Dora yang menurutnya berlebihan. "Lo pasti tahu Bang Rengga, kan?" tanya Dora memutus tatapan menyelidik tetangganya itu.

Thea mengangguk sambil mengingat-ngingat. Nama itu tak asing. Ah ya, di daftar penyumbang buku. "Alumni sini, kan? Dia pernah menyumbang buku cukup banyak ke perpustakaan kita dan ngasih rak buku segala."

Oh, rupanya hanya sebatas itu yang diketahui Thea, pikir Tiar dan Dora.

"Dia mantan ketua OSIS. Sampe sekarang masih jadi bahan perbincangan karena dia satu-satunya ketua OSIS sepanjang sejarah yang berani ngelawan kepala sekolah. Waktu itu di akhir masa jabatannya, dia mimpin demo besar-besaran di sekolah. Pertama kalinya di sekolah ini ada demo. Dia sering diundang sama OSIS ko kalau ada acara. Dua bulan yang lalu aja ke sini," papar Dora.

Thea hanya membulatkan bibirnya dan manggut-manggut mengerti.

"Abian nanyain apa?" tanya Thea

"Dia nanya alamat kos Bang Rengga dan minta nomor teleponnya. Pas gue tanya buat apa, katanya dia mau nanya-nanya soal ekskul," jawab Tiar ogah-ogahan.

"Ekskul?" Dora heran. Setahunya Abian hanya tertarik ke ekskul futsal.

"Ekskul apa?" tanpa Thea.

Tiar menyipitkan mata. Agak samar dengan ingatannya. "Dia nggak ngasih tahu jelas. Waktu itu gue juga nggak minat nanya-nanya, karena orang-orang di sini sering banget ngomongin Bang Rengga. Keseringan malah." Dia mendadak kesal.

Mereka berdua serempak mengangguk. Kehebatan Bang Rengga pada masanya pasti berpengaruh pada Tiar yang tidah sehebat abangnya. Hanya parasnya yang lebih cakep saja menjadi poin unggul.

"Kapan dia nanya tentang abang lo?"

"Sebulan lalu kalau nggak salah." Tiar mengangkat kedua tangannya. "Cuman itu hal yang gue ingat. Cuman itu hal paling aneh dari Abian." Jelas sekali dia ingin menyudahi sesi tanya jawab ini bila abangnya dibawa-bawa.

Thea ikut mengangkat kedua tangannya, mencegah Tiar beranjak dari duduknya. "Tunggu. Bang Rengga kan terkenal dan sering jadi bahan perbincangan, kenapa kamu nganggep itu hal aneh? Bukannya justru jadi hal biasa?"

"Karena di antara teman-teman gue. Cuman dia yang nggak pernah ngungkit tentang Bang Rengga." Jawaban Tiar tidak memberi kepuasan. Thea terus menyelidik mata Tiar, mencari sesuatu yang berusaha disembunyikan cowok itu.

"Bang Rengga itu mantan pacar Kakaknya Bian." Dora yang menjawab. Tentu Tiar tidak sanggup bercerita. Fakta bahwa dirinya bisa dekat dengan Abian saja membuatnya lega. Dan sekarang saat hubungannya dengan Abian berjalan normal, dia tidak ingin diingatkan lagi pada masalah Kakaknya itu. "Kakaknya Bian meninggal karena kecelakan." Dora tampak ragu melanjutkan. Sebenarnya tak tega dengan Tiar yang harus diingatkan tentang kisah bagai di sinetron itu. Namun, keingintahuan Thea membuat lidahnya dengan lancang menyetus. "Yaa...dia dibonceng bang Rengga."

"Gue rasa itu nggak ada hubungannya." Tiar langsung berdiri. Menegaskan tak ada lagi pertanyaan, yang kemudian diperkuat dengan bel tanda istirahat telah selesai. "Lo nggak mau telat masuk kelas, kan?" Tiar menatap  si juara umum. Mendengar kehebatan kakaknya saja bikin mood rusak, dan sekarang harus memunculkan lagi kisah itu ke permukaan. Entah apakah dia bisa mengikuti pelajaran Kimia. Padahal sudah bertekad di ulangan selanjutnya jangan sampai remedial lagi.

Tiar sudah berlalu, berkerumun bersama arus para murid yang keluar dari kantin. Sedangkan Thea dan Dora masih tertanam di meja sambil memikirkan percakapan mereka tadi. Percakapan yang berakhir tidak baik. Dora mengigit bibirnya.  Ini salahnya membicarakan Bang Rengga dan kisah cinta itu di depan Tiar.

"Pasti ada hubungannya."

Dora mengangkat sebelah alisnya. Menatap Thea yang temenung menatap kursi bekas Tiar. Kemudian, Thea menoleh kembali menegaskan. "Bang Renga pasti ada hubungannya dengan hilanganya Abian."

Dora menghela lelah. Jangan sampai deh. Pasti harus berhubungan dengan Tiar yang sulit diajak kerja sama. Dora langsung berdiri dan baru menyadari kantin sudah kosong. "Lah, gue belum makan," rengeknya.

Thea tak peduli. Dia lekas keluar dari kantin yang semakin tampak kotor setelah jam istirahat usai.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro