BAGIAN 22
"Hebat juga nih si Wati," gumam Dora sambil menunduk, memainkan jemarinya di layar ponselnya yang menampilkan ratusan chat di grup LINE angkatan mereka. Luapan kalimat Wati begitu persuasif, mengundang jari-jari para murid melemparkan tanya ini itu, ada juga yang berargumen menyerang Wati dan dengan gaya santai dibalas Wati, tetap diimbuhi kalimat ajakan. Wati masih memegang kendali.
Sebelumnya, Dora memulai dengan pertanyaan mengenai perdebatan Thea dan Kak Ramos. Dirinya langsung girang mendapat resposn begitu cepat dari murid kelas sebelah. Wati belum muncul saat itu, tapi Dora yakin cewek itu sedang jual mahal dulu. Tak ingin serta merta langsung nimbrung, perlu dibujuk, di-mention dulu biar tampangnya tidak murahan ingin dikenal. Akhirnya saat jam pelajaran akan dimulai, tukang gosip itu muncul membawa lagi cerita yang tadi disiarkan pada Ramos.
Tak hanya Dora yang sibuk dengan jarinya di bawah meja. Pak Rudi yang sedang menulis rumus-rumus fisika, membelakangi para murid, maka terciptalah kesempatan besar untuk para murid mengulik informasi dari chat grup. Ketukan spidol di papan tulis spontan mengangkat beberapa kepala, lalu pura-pura menekuni kumpulan rumus dan angka di papan tulis. Pak Ramos yang mulai mencium aroma tidak beres, memberi soal baru yang jauh lebih memusingkan dari soal sebelumnya. Matanya menyapu para murid, berpindah cepat dari satu murid ke murid lain, menebarkan ancaman bila lagi-lagi ketahuan menunduk. Dengan ancaman soal-soal fisika mengerikan, punggung penghuni kelas langsung menegak, semua pasang mata menatap lurus, berusaha memeras otak, mengernyitkan kening untuk menyiratkan mereka sedang benar-benar fokus.
Biarlah murid di sini mulai ketakutan, semoga di kelas lain terutama Wati masih sibuk membahas klub rahasia yang sedang mengancam kelangsungan hidup murid populer. Harusnya keresahan dan keantusian di grup cukup untuk mulai menggiring opini, lalu langkah nyatanya membawa mereka ke drama selanjutnya. Semoga setelah pelajaran memusingkan kepala ini, drama sudah tercipta.
***
Bagai singa kelaparan, dalam sepersekian detik layar ponselnya langsung tertuju ke chat grup yang sudah ramai. Ratusan chat terpampang di sana, tapi tentu butuh waku lama untuk membaca satu per satu di jam mepet yang sebentar lagi diisi oleh guru selanjutnya. Dora langsung menuju chat terakhir dan seketika membuat dia tercengang. Kenapa para murid jadi barbar gini? Mereka bagai netizen ganas yang hobi berkomentar di kolom Instagram artis bersensasi. Wati juga tak kalah heboh, malah mengundang bencana. Dia hendak membalas, tapi deheman Bu Siska yang rupanya sudah masuk dan siap mengajar, memaksanya menyimpan ponsel.
***
Keriuhan di luar memaksa para murid melongokkan kepala melalui jendela kelas. Lirikan pedas, sindiran deheman, ancaman dengan pertanyaan atau soal, bahkan gebrakan keras di meja tidak terlalu ampuh memutus perhatian mereka. Akhirnya beberapa guru memutuskan hengkang duluan, sangat berhasrat menyemprot kerumunan murid di dekat lorong kepala sekolah yang membangun keramaian hingga mengganggu konsentrasi para murid.
Thea segera beranjak dari duduknya setelah mendapat pesan dari Wati, kemudian tak lama muncul gerombolan pesan bernada keresahan dari Dora. Bukan berarti resah itu tertular juga, dia sudah menduga kericuhan itu akan pecah menggetarkan seluruh penjuru sekolah. Ponselnya bergetar, Dora memanggilnya via WhatsApp.
"The, ada apa ini?" sembur Dora langsung yang kemudian kembali diulang mengira suaranya tak cukup menjangkau Thea karena baik di seberang panggilannya dan di belakangnya gabungan suara para murid mengambil alih.
"Kemarin gue udah bilang, pasti ada rencana dadakan. Dan ya ini, rencana dadakannya," jawabnya sambil mencoba meloloskan diri dari kerumunan di tangga menuju lantai dua.
"Iya, tapi ini..." Dora memijit keningnya. Dalam pikirannya hanya akan tercipta drama di chat grup itu, saling sindir di media sosial ataupun paling parah kericuhan di kantin. Namun, ini jelas gila! Mereka langsung menyerbu ruangan Kepala Sekolah.
Panggilan terputus sejalan dengan redanya ocehan para murid saat Odithea Wastari memecah kerumunan. Secara otomatis memberikan bentangan jalan memanjang bagi si juara umum sampai tepat di depan ruangan Kepala Sekolah. Dora yang berada cukup jauh harus berjinjit memastikan penglihatannya dan langsung terperanjat saat ponselnya bergetar. Kehadiran Thea dan getaran ponselnya mengagetkan dalam satu waktu. Notifikasi pesan dari Thea muncul di layar ponselnya, menarik cepat jarinya mengusap ponsel lalu membaca sebuah pesan. Dora langsung berbalik sambil menghubungi partner penguntitnya yang dari tadi pagi sudah beraksi.
"Tiar, lo di mana?"
***
Coba bayangkan dan rasakan saat baru menerima ulurang semangkuk baso dengan kuah menggelegak penuh lemak, mengepulkan asap kenikmatan akan kaldu di dalamnya, lalu terpaksa kau abaikan begitu saja bahkan belum setetas pun lidah mengecap. Sakit hati! Tiar terus mengumpat di tengah langkah lebarnya menuju lorong suram laboratorium. Pesan WhatsApp dari Thea menampilkan nada tegas, lugas, penuh tuntutan. Harusnya dia protes, tapi tekadnya untuk turut andil mengungkap The Bookish Club dan lagi-lagi adanya rasa aneh saat mengingat Thea, mendorongnya dengan mulus untuk sukarela membagi mangkuknya ke pengunjung kantin yang baru datang.
Getaran ponselnya semakin mengingatkannya bahwa mangkuk baso harusnya bukan topik utama di benaknya. Dora langsung menodongnya dengan kalimat tanya, sayup-sayup keramaian menutupi omongan Dora, begitu pula dengan Tiar yang harus menutup sebelah telinganya lalu berbelok ke koridor kamar mandi.
"Gue ke lab IPA," ucapnya lalu keluar dari koridor itu. "Oke, lo coba pantau di sekitar koridor depan, terutama ke—"
Mata orang itu menunjukkan rasa penasaran yang berlebih, kedua tangannya terangkat dan menempel ke dada tanda betapa kaget dan resahnya atas sikap barbar para murid. Dia menyentuh pelan pundak murid yang menghalangi jalannya, memintanya dengan senyuman untuk memberikan jalan, menyapa sebentar guru yang ikut memadati koridor dan masih dengan wajah prihatin, dia bercakap yang pasti isinya membicarakan masalah ini. Kembali, menyelip di antara para murid dan akhirnya orang itu hilang di ujung sana, tenggelam di lautan manusia itu.
"Ra..."
"Iya, ini gue coba ke koridor—"
"Nggak, dia nggak akan ke sana." Tiar berbalik, menuju tangga yang akan menghubungkannya langsung dengan kericuhan itu.
"Ke rencana awal." Buru-buru Tiar menambahkan. "Target malah ngedatangin ruangan kepala sekolah." Tiar sudah sampai di ujung tangga, di tengah napas yang terengah-engah dia mencoba mengeluarkan kecemasannya, bahwa ini tak akan semudah yang direncanakan, tak akan semudah yang dipikirkan Thea. "Thea salah perhitungan."
***
Dora tak diberikan ruang untuk membalas. Tiar langsung menutup teleponnya yang diakhiri dengan kalimat menyesakkan. Thea salah perhitungan. Oh, tidak! Jangan sampai terendus. Dora segera berbalik, menuruni tangga menuju lantai satu, bergerak berlawanan dengan para murid yang menuju sumber keramaian. Dia membawa langkahnya ke lorong sepi senyap yang tetap saja berisiko besar menimbulkan kehebohan baru. Namun, kesenyapan salah satu ruangan yang akan didatanginya setidaknya memberi sedikit kelegaan, karena harapan besarnya ruangan ini jangan sampai ramai seperti biasanya. Dia mengetuk pelan pintu dengan gemetar dan sosok di balik pintu memasang raut waspada.
"Kalau Bondi tahu, gue bisa ditendang," kicau Kinan tapi tetap memberi jalan, menutup pintu lalu mereka duduk di salah satu kursi menghadap laptop. "Tapi ya, karena Bondi hampir tiap hari nekanin anggota buat tutup mulut soal The Bookish Club, dan berkali-kali dilarang gitu, bagi gue yang berjiwa jurnalistik malah nggak akan diam aja." Kinan malah berujung mengoceh sambil menggerakan panah putih kecil di laptop yang terus bergerak dari folder ke folder hingga ke folder paling dalam, berlapis-lapis dan lapisan terakhir berupa perintah untuk memasukkan password.
"Sekitar dua hari setelah Thea dan lo datang ke sini, gue memberanikan diri buat ngubek-ngubek lagi laptop ini. Tapi data itu udah nggak ada. Rupanya benar dugaan gue ada di flash disk Bondi, dan ide gila Thea buat maling flash disknya Bondi boleh juga. Kekacauan di luar sukses banget ngalihin perhatiannya."
Dua komputer keluaran lama dipasang bersebrangan, satu laptop yang sedang dijalankan Kinan berada di samping salah satu komputer yang menghadap jendela. Dora terus melihat ke belakang, ke arah jendela, terus memantau bila ada bayangan di balik gorden. Dia ingin mengusulkan agar memindahkan laptopnya, tapi ruwetnya kabel terpasang dari laptop dan tersambung ke bawah dalam serakan kabel.
"The Bookish Club," ucap Dora memberi ide, yang kemudian menampilkan perintah untuk coba lagi. Kinan mencoba dengan password yang biasa digunakan klub untuk mengunci beberapa dokumen penting, dan hasilnya sama. Password laptop ini dan beberapa komputer tidak membuahkan hasil walaupun Kinan tahu percuma saja mencoba password itu. Bondi pasti sangat berhati-hati apalagi setelah dirinya pernah kepergok menggali lapisan ini.
"Sial! Laptop gue malah rusak segala. Kita pasti bisa leluasa nyoba," keluh Kinan. "Benar-benar harus sekarang kalian butuh itu?"
"Kita nggak bisa nunggu nanti sore malah."
Dora mengetuk buku jemarinya ke meja, membawa benaknya berputar di sekitar The Bookish Club. Dalam keadaan mepet dan kemungkinan besar Bondi bakal bosan mengamati kericuhan yang terdengar sayup-sayup sampai sini, lalu memilih ke ruangan ini untuk membersihkan pendengarannya dari hiruk pikuk di lorong kepala sekolah itu—Dora mengusir sesaat semua keresahannya, menggali dugaan-dugaan Thea kemarin malam di rumahnya, yang terdengar sangat masuk akal nyaris benar.
"Panji," cetus Dora tiba-tiba. Seseorang yang paling dicintai Bondi.
Kinan masih belum menggerakan jarinya, ucapan Dora hanya dianggap angin lalu sedangkan dia masih berusaha mengingat segala kemungkinan yang dipakai Bondi sebagai password dalam melindungi file top secret-nya.
"Panji," ulang Dora lebih penuh penekanan. "Coba password itu. Panji.
Kinan langsung menurut saja. Nama itu pernah didenganya di sini di tengah kesibukannya menulis artikel sekolah. Setelah menekan tombol enter dengan was-was, folder berjudul "Jurnalistik X The Bookish Club" terbuka, memuntahkan entah puluhan atau mungkin ratusan file dalam bentuk word, excel, power point dan beberapa gambar berformat jpg dan png. Namun, ada satu yang menarik jari Dora untuk menunjuk ke layar lebih dekat.
"Buka file 'X' ini."
Di dalamnya tak kalah banyak, tapi lebih rapi karena bersembunyi dalam deretan file-file yang diberi nama dengan urutan alphabet. File A hingga Z. Kursor segera bergerak ke file A yang otomatis mulai dimengerti bahwa ada banyak file bentuk pdf dengan judul dari huruf A. Kinan terus bertanya-tanya yang tidak diresposn Dora, mengernyit tak mengerti, jemarinya terus bergerak menuju setiap file. Waktu tak akan cukup menampung kegiatan terselubung mereka untuk menggandakan file-file itu ke flash disk.
"Oke, gue videoin aja dan gue foto beberapa." Dora mengarahkan ponselnya ke layar laptop. Sorotan pertama yaitu menampilkan deretan file itu lalu dibuka satu per satu, kamera diarahkan ke bawah ke deretan file yang Dora yakini judul dari novel-novel. Dia pernah melihat salah satu judul yang bukunya pernah dibaca Abian.
Dora masih bergeming saat Kinan mendesaknya dengan kalimat tanya. Dia mengacungkan tangan, meminta Kinan diam sejenak dan tetap membuka setiap folder. Satu folder berjudul 'LAPORAN' menampilkan file-file berformat excel. 'LAPORAN PENJUALAN' menjadi judul dari file excel itu di sheet pertama. Melihat nominal uang dengan jumlah sangat besar, Kinan tidak ingin lagi menuruti permintaan Dora. Dia mendongakkan kepala, menatap dengan tuntutan.
"Apa sebenarnya yang kalian cari?"
Semalam, mereka sepakat skandal ini jangan dulu dihembuskan sebelum mereka menemukan lima orang itu. Harus tetap hati-hati dan waspada sampai rencana ini selesai hari ini. Apalagi mereka melibatkan Kinan dan Wati yang pasti gatal untuk menyuarakan berita ini. "Gue pastikan lo orang pertama yang bakal nulis artikel tentang ini. Gue minta, gue mohon tunggu kita selesaikan ini. Kita masih butuh bukti lain."
Sedikit tersentuh, sedikit terbawa terbang cukup tinggi saat membayangkan tulisannya yang jarang dilirik para murid di mading lalu di kemudian hari menarik kerumunan. "Oke, gambaran umumnya tentang apa?"
"Tapi kalau lo malah nerbitin artikel sebelum gue setujui, dengan opini-opini lo setelah lihat ini." Telunjuk Dora mengarah ke layar. "Gue pastikan lo nggak bakal dapat informasi lainnya yang lebih penting."
Untuk mendapat berita eksklusif tentu tidak mudah. Kali ini dia menahan diri lebih kuat apalagi setelah melihat nominal besar sejumlah uang di salah satu file. Dia akan mendapat ikan berukuran jumbo yang pasti akan dilirik banyak orang di sekolah ini.
"Oke." Hanya satu kata, tapi Dora tahu binar mata Kinan diselimuti keyakinan.
"Skandal The Bookish Club, yang menyebabkan lima murid termasuk Abian hilang. Dan klub jurnalistik terlibat cukup jauh dalam skandal ini."
Berita itu menamparnya dan seketika otomatis mengunci mulut Kinan. Membuatnya yakin tak yakin, meluruhkan sedikit semangatnya untuk menyiarkan skandal itu lewat tulisannya. Masalahnya, klubnya, klub yang sudah dianggapnya sebagai rumah kedua, terlibat.
"Gimana soal alibi Bondi di hari Rabu?"
Perlu dua kali Dora melemparkan pertanyaan itu. Dia terlalu resah untuk membaca raut Kinan yang jelas sedang dilingkupi kegalauan. "Lo nggak ingat? Nggak dapat jadwal dia?"
Kinan membenahi posisi duduknya, menghadap Dora yang mendesaknya. Kinan mulai mengerti, alibi Bondi pasti berhubungan dengan hilangnya lima murid itu. Dia tergoda untuk melindungi Bondi, tepatnya melindungi citra klubnya. Mulutnya terangkat sedikit, nyaris mencetuskan kebohongan, tapi mengingat klubnya akan terus dibayang-bayangi oleh hal buruk bila ini tidak diungkap maka Kinan memilih membocorkan kebenaran.
"Rabu siang di jam istirahat dia nggak ke sini, dan sore harinya sepulang sekolah dia tiba-tiba ngebatalin rapat katanya ada urusan mendadak."
"Lo tahu urusan apa itu?"
Kinan mengangkat kedua bahunya, sedikit menghela napas, semakin jelas keterlibatan Bondi. "Nah itu, dia nggak biasanya ngebatalin rapat tanpa alasan jelas."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro