Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAGIAN 21

Tiar berharap dirinya bisa menyatu dengan dinding. Dia terus menempel, menempel, hingga tinggal menunggu tubuhnya di ujung tanduk lalu jatuh ke pinggir lapangan. Pak Sam—sang guru Kimia baru saja melewatinya yang sedang menyembunyikan diri di belakang pilar di belokan koridor. Ini adalah kali pertama bolos pelajaran Kimia yang dipastikan remedial sudah menantinya karena materi yang diajarkan hari ini masuk menjadi bahan ulangan. Rasanya dia baru saja bertekad agar bisa lolos ulangan Kimia selanjutnya, tapi kekhawatiran terhadap Abian menggeser tekadnya. Pokoknya dia akan menagih, menuntut Abian mengajarinya Kimia sampai ulangan semester.

Tiar keluar dari tempat persembunyiannya yang sangat rawan itu, menghembuskan napas setelah menahannya mati-matian. Dengan mata awas dia bergerak cepat menuruni tangga, menjatuhkan langkah di koridor lantai satu. Setelah dirasa aman, para guru sibuk mengajar di kelas masing-masing, Tiar berjalan dengan wajar saat melewati deretan kelas. Bila dia mengendap-ngendap, membungkukan badan untuk menghindari pantulan dirinya dari jendela kelas, justru mengundang rasa ingin tahu orang yang melihatnya. Sebentar lagi dia sampai di perempatan koridor yang jarang dilalui murid. Koridor paling ujung dan suram, dengan berdirinya ruangan yang jarang tersentuh para murid. Gudang sekolah berada di sebelah kanan perempatan, menjorok ke dalam suasana penuh kegelapan. Sedangkan laboratorium berderat di sebelah kiri perempatan dengan keadaan cahaya matahari yang jarang menyentuhnya. Lantai di koridor deretan laboratorium lebih rendah dari koridor di sekitarnya, hal itu semakin menambah kengerian. Sedangkan perpustakaan tepat di koridor yang kini sejajar dengan Tiar. Di paling ujung kanan, berdiri dua pintu besar jadul yang rautnya persis gerbang sekolah. Tidak menguarkan gairah semangat membaca.

Tepat di tengah perempatan, Tiar memilih ke kana, tenggelam dalam gelapnya koridor gudang saat melihat objek pengamatannya hari ini melangkah lebar-lebar, sangat buru-buru menuju koridor laboratorium. Laboratorium adalah tempat paling tepat untuk melancarakan aktivitas mencurigakan. Orang itu berbelok, masuk ke laboratorium. Tiar tetap awas dan dengan tampang wajar mengikuti, berhenti di samping jendela, telinga disiapkan agar jernih mendengar isi bentakan orang itu ke seseorang di telepon. Perlahan tapi pasti dia arahkan senjata mematikannya untuk mendapat bukti ini.

Tangan orang itu bergerak-gerak gelisah, menyugar bagian depan rambutnya yang tertarik kencang karena diikat. Bentakannya semakin menajam, meninggi, yang efeknya mampu menggucangkan tubuh Tiar. Kalimat terakhir, titahan terakhir yang sepertinya sukses menutup mulut di seberang telepon itu membuat Tiar nyaris memekik.

Gila! Batinnya.

***

Sejujurnya Tiar ragu dengan aksinya ini. Maksudnya dengan pembagian tugasnya. Dia membututi orang itu di sekolah, tempat yang rawan untuk berkeliaran selain di jam istirahat. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, pembagian ini memang tepat. Dora harus memainkan perannya, tinggal menunggu waktu istirahat saja untuk semakin mengasah. Sedangkan Thea. Tiar menyunggingkan senyum di tengah kegelapan koridor gudang. Lima menit yang lalu dia buru-buru membalikkan badan saat orang itu tampak selesai dengan bentakannya dan Tiar rasa bukti ini cukup. Tidak ada pilihan lain karena melihat seorang guru datang dari koridor lain, maka Tiar terpaksa masuk kembali dalam kegelapan.

Oh ya, Thea. Cewek itu akan memainkan aksinya di perpustakaan. Tiar semakin melebarkan bibirnya saat mengingat kejadian pagi tadi di koridor depan. Dengan wajah setengah ngantuk, cewek itu tetap menggemaskan dan membuat Ramos kesal setengah mati.

Getar ponsel merambat ke tubuhnya, menjalari tubuhnya yang ikut bergetar saking kagetnya. Walaupun isi pesan WhatsApp itu tidak cocok diberi respon senyuman, bibirnya masih memamerkan senyuman saat dia keluar dari persembunyian. Harusnya aksinya ini menegangkan, sangat riskan dipergoki guru, tapi pesan dari Thea menutup kekhawatirannya. Dia begitu bersemangat sampai bingung sendiri dan berusaha mengeyahkan perasaan aneh yang pelan-pelan menjalari dada.

Tuh kan! Nyaris saja dia lupa. Tiar langsung mengerem, berbalik lalu belok ke arah kantin. Di sana ada jalur rahasia yang sampai sekarang tidak terdeteksi keberadaannya oleh para guru terutama Kepala sekolah. Ya, rahasia di antara murid-murid saja. Aroma kuah Baso Mang Darman menyambutnya, membuatnya tanpa sadar menelan ludah. Dia mengintip sedikit saat melewati gerobak demi mendapat penampakan kuah baso yang mendidih di panci. Lemak atau gajih yang keluar menjadi aroma gurih mencoba menggoda Tiar agar duduk di kantin. Langkahnya semakin dipacu, dadanya dikembungkan, mengeyahkan berbagai aroma yang menariknya ke belakang. Beberapa penjual melemparkan senyuman, menawarkan sarapan dan saat Tiar terlihat menuju jalur rahasia yang dilindungi oleh pintu kayu lapuk, para pedagang seolah-olah tak melihatnya. Mereka sibuk masing-masing.

Jalur itu berupa gang kecil di belakang deretan ruangan ekskul. Tampak seperti jalanan di gunung karena dipenuhi tanaman-tanaaman liar, bebatuan dan beralaskan tanah yang bisa sangat becek saat hujan datang. Tembok menjulang tinggi di samping, pembatas sekolah dengan gedung-gedung di sekitar sekolah. Ujung jalur ini berupa tumpukan batu yang sengaja disusun dan ditanami tumbuhan rimbun sebagai pintu keluar. Bila dilihat dari luar, maka seperti hiasan bebatuan dengan tumbuhan berdaun. Indah. Menawan. Dirawat dengan baik oleh klub pencinta lingkungan.

Ya, mereka memainkan peran penting menjaga jalur ini tetap aman, sehingga petugas kebersihan sekolah tidak tertarik mengurus area taman dari green house yang menjadi basecamp klub itu. Di antara rimbunan dedaunan, Tiar muncul dari sana, meloncat-loncat saat berhasil turun dari tumpukan bebatuan. Ada yang menggelitik di punggungnya semoga bukan serangga atau apapun itu dari dedaunan itu. Tiar langsung bersikap awas, di depannya deretan motor terparkir, green house di samping kanannya kosong, penjaga sekolah yang biasanya mengontrol area parkir belakang tidak terdeteksi.

Cepat, Tiar membuka chat Whatsapp dari Bang Rengga yang sudah masuk satu jam lalu. Sebuah foto terlampir, sebuah motor yang sedang memasuki gerbang sekolah, warna, jenis dan plat nomor terpampang jelas sehingga memudahkan Tiar mencocokannya dengan motor-motor di sini. Tepat di jalur kedua, di tengah barisan, motor keluaran jadul itu membuat Tiar langsung gelapan mendekati karena aksi selanjutnya tentu akan merugikan si pengendara motor dan lebih menantang.

Suara embusan angin dari ban motor itu keluar beriringan dengan embusan napas leganya. Tidak ada yang memergoki sejauh ini. Tubuhnya menyamping keluar dari himpitan motor, mengendap menuju rimbunan dedaunan itu sambil terus menengok ke belakang. Tepat saat matanya awas menatap jalur masuk parkiran, orang itu muncul dengan langkah yang sama. Lebar-lebar, terburu-buru. Segera Tiar menyusupkan diri di barisan belakang motor. Kemudian, terdengar suara menggeream kesal dan menyusul bentakan lagi namun lebih pelan, tapi Tiar masih bisa mendengar dengan jelas.

"Sial! Bannya kempes! Kamu urus dulu....Kan aku udah bilang, aku ada kerjaan di sekolah dan karena kejadian tadi pagi aku harus tetap mantau, jangan sampe si bocah berandal itu nyari tahu.....Tapi itu penting coba cek dulu, aku yakin mereka nggak akan kabur....Kalau aja teman-teman kamu itu mau bantu, kita bisa bagi-bagi tugas, nggak kewalahan gini. Kita tepatnya aku yang harus cuci tangan! Bunuh aja mereka kalau macam-macam ! Iya iya! Ntar aku kabarin."

Obrolan melalui telepon penuh emosi itu berakhir, tapi justru membuat sekujur tubuh Tiar meremang. Dia terus menunduk, menunduk, kali ini berharap menyatu dengan tanah parkiran. Orang itu masih di sini. Tiar dapat melihat kakinya menelusuri setiap sela-sela motor lalu masuk ke green house. Tak lama lagi, jaraknya sudah pendek dengan tempat Tiar meringkuk bergetar. Sial! Sial! Ini baru awal, masa sudah harus kebongkar?!

"Parkir di sini aja, Pak. Nah sebelah sini." Suara penjaga sekolah meloloskan hembusan napas lega. Kaki orang itu menjauh saat penjaga sekolah menyapanya dan menghampirinya. Mereka bercakap-cakap sebentar, orang itu membuat alasan yang sangat meyakinkan sehingga penjaga sekolah enggan menanyainya lagi.

Menunggu setengah menit dirasa cukup, tidak ada gerakan yang terdeteksi di sekitar, Tiar mengendap, menyibak rimbunan dedaunan itu lalu kembali ke jalur rahasia.

***

"Gila! Dia datang ke parkiran, apa dia tahu sesuatu?" Tiar gusar. Jantungnya masih heboh berdegup, napasnya menderu cepat, tak menyangka aksi mengumpat tadi lebih melelahkan dibandingkan lari marathon. Dia masih di jalur rahasia , menyandar ke dindig sekolah, menginjak tanaman liar. Entahlan, dia sudah tak mempedulikan gatal-gatal di pahanya. Informasi ini lebih penting.

Thea di ujung sambungan bergerak lebih dalam, bersembunyi di antara rak-rak. Tubuhnya menghadap ke depan sambil mengawasi pintu. "Bagus." Balasan Thea menimbulkan getir perih di hati Tiar. Cewek itu benar-benar tidak peduli dengan nada bergetarnya yang ketakutan. "Dia langsung ke sana, berarti ada sesuatu di motornya."

"Hah?" Tiar masih belum bisa menangkap maksud perkataan Thea yang menggebu. Pikirannya masih sibuk menenangakn diri, tangannya tak henti mengelus dada.

"Hmmm...udah deh, sekarang lo di mana?"

Tiar melirik pintu yang menuju kantin. "Gue masih di gang kantin."

Geraman dan kesalan menyemburnya, Tiar buru-buru menyela. "Gue dega-deg an. Gila! Coba lo di posisi gue, ngintilin orang di sekolah, ngempesin ban terus nyaris kepergok. Tugas gue jauh lebih berbahaya dari kalian!"

"Heh! Gue nggak nyuruh lo di posisi itu. Lo sendiri yang nawarin diri." Thea meremas udara, gemas, kesal. "Gue khawatir sama Bian, gue bakal lakuin apapun." Thea meniru perkataan Tiar semalam, sekaligus dengan rautnya padahal itu tak mungkin terlihat Tiar.

Tiar tertegun. Saat Thea memaparkan rencananya, Tiar mendadak sangat antusias. Dia langsung mengajukan diri dan Bang Rengga langsung menepuk bangga pundaknya. Padahal malam itu, dia hanya ingin Thea menatapnya dengan binar kebanggaan. Namun, setelah dipikir-pikir aksi sok heroiknya ini tak melunakan sikap Thea sedikit pun.

"Ya! Ya! Ya!" Tiar berdiri, malu sekaligus kesal. Kesal kepada dirinya sendiri. "Gue tutup!"

***

Di tengah pengintaian ini Tiar malah uring-uringan. Hatinya bimbang, campur aduk, senang, malu, tersipu, kesal, sebal, marah menyatu menyerang konsentrasinya. Dia nyaris ketahuan salah seorang guru, beruntung refleksnya bekerja baik, langsung menarik diri ke dalam kantin. Saat dia kembali melongokkan kepala dari dalam kantin, orang itu sedang menaiki tangga menuju lantai dua. Daerah paling rawan. Masalahnya, orang itu memilih melewati koridor tempat kelasnya berada. Ya, karena itu satu-satunya jalur untuk lebih cepat masuk ke salah satu lorong. Lorong tempat sang penguasa sekolah. Ruangan Kepala sekolah berada di lorong itu, di tengah deretan kelas para murid. Entah, apa tujuannya ruangan Kepala Sekolah diletakkan di sana. Ingin memantau para muridnya? Ingin lebih dekat dengan para muridnya? Mana? Percuma! Saat kelasnya ribut, bersorak karena guru mata pelajaran tak masuk, tidak muncul tuh sang kepala sekolah untuk menegur kelasnya. Jam istirahat pun, ruangan itu tertutup rapat oleh pintu besar yang berkaca lebar dan ditutupi tirai. Bagai gudang berhantu yang mengandung risiko besar bila didatangi. Tidak ada sidak keliling kelas, adegan menyapa, atau interaksi berarti lainnya.

Tiar hanya bisa menyaksikan dari koridor lantai satu dekat kantin. Ini area paling aman karena jarang dilalui para guru, paling petugas kebersihan dan beruntung para petugas sudah membersikan area ini. Cukup lama, sekitar dua puluh menit orang itu baru muncul dari lorong. Tampangnya menyejukkan, tersenyum hangat, ramah saat berpapasan dengan guru dan murid, yang dalam sekejap Tiar mampu melupakan bentakan-bentakan tadi. Tiar langsung bergegas ke dalam kantin, berkutat dengan ponselnya untuk menyampaikan informasi terbaru menganehkan ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro