REVIEW JUNI: Red Bird
Judul: Red Bird
Penulis: RaveindeRave
Jumlah bab dibaca: 15 bab
Status: Tamat
Genre: Fantasi
Pembuka:
Jujur aku menaruh ekspektasi besar saat akan membaca ini, mengingat aku sebenarnya cukup menikmati cerita fantasi macam Harry Potter jadi aku cukup penasaran saat mulai membaca. Apalagi ada dilengkapi dengan peta dunia yang menjadi latar cerita, serasa makin keren! Secara umum cerita ini sudah ditulis dengan cukup baik, bab pertama juga cukup menarik untuk lanjut membaca, meskipun beberapa bagian justru terasa seperti terlalu menjelaskan suatu adegan sehingga agak bertele-tele, tetapi aku bisa melanjutkan untuk membaca bab selanjutnya.
Ulasan ini akan disampaikan secara jujur dan terbuka untuk respons dari penulis langsung. Tidak ada maksud untuk menjatuhkan, hanya memberikan sudut pandang baru yang semoga dapat membantu penulis lebih berkembang dalam menulis ceritanya.
PUEBI:
Secara umum sudah sangat bagus, tetapi ada beberapa bagian yang miss seperti penggunaan italik untuk istilah yang tidak ada di dalam KBBI dan ada penggunaan kata depan yang sepertinya itu hanya typo spasi. Secara keseluruhan PUEBI-nya sudah bagus dan tidak mengganggu kenyamanan membaca.
Diksi:
Untuk diksi, sebenarnya cukup simpel dan di beberapa hal cukup detail sehingga kita bisa membayangkan dengan baik. Aku suka! Tapi seperti bagian pembuka, diksi yang ada cenderung bertele-tele karena terlalu banyak show dan juga terlalu banyak tell. Sepertinya penulis ingin mencapai jumlah kata tertentu atau bagaimana? Lama-kelamaan aku cukup lelah membaca dan di akhir-akhir cukup baca sepintas kalimat utama karena kalimat penjelasnya seolah tidak terlalu perlu. Jika itu tidak ada aku pun masih bisa mengikuti cerita. Ada pula ketidakkonsistenan dalam memakai istilah Yang Mulia dan Your Highness, seharusnya pilih salah satu saja sepanjang cerita.
Cukup banyak serangan -nya di tiap paragraf yang terkadang bikin kurang nyaman. Ini memang salah satu tantangan saat membawa cerita dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Cerita ini juga menggunakan istilah-istilah yang kurang umum seperti nama beberapa makhluk fantasi. Sebaiknya disediakan glosarium di awal atau akhir cerita dan juga peran atau kekuatannya. Dengan begitu pengalaman membaca akan jauh lebih baik.
Konflik:
Konfliknya sebenarnya cukup menarik, tetapi aku menemukan inkonsistensi sepanjang membaca. Dimulai dari tokoh utama, Cametra yang disebut merahasiakan kekuatan sihirinya. Namun, setelah itu seolah semua orang sudah tahu akan kutukan, kekuatan sihir, dan lain-lain. Aku jadi bingung sendiri. Beberapa hal malah terkesan tiba-tiba, dan ini juga karena karakternya. Aku akan bahas setelah ini. Untuk konflik sebenarnya konflik utama sudah cukup jelas, sayangnya konflik pendukungnya terkadang terkesan terlalu berlebihan dan penyelesaiannya seperti setengah-setengah. Contohnya saat penyihir datang ke pesta ulang tahun dan pestanya dibatalkan, lalu bagaimana lanjutannya? Seolah-olah pesta dibatalkan itu wajar saja, seharusnya diberi tahu penyelesaian akhir untuk hal itu sebelum berlanjut memperkenalkan konflik baru.
Penokohan Karakter
Jujur aku merasa karakter di sini digerakkan oleh plot yang sudah ditentukan oleh penulis ketimbang membuat plot itu mengalir dengan sendirinya. Aku tidak tahu apa ini karena Cametra masih remaja, tapi dia sangat labil. Dia impulsif dan maunya sendiri. Hhmm, sepertinya itu memang karakternya yang seperti itu, ya? Tapi rasanya aku sulit bersimpati dan berempati pada tokoh utama di cerita ini karena dia terkesan dua dimensi. Untuk karakter pendukung juga aku tidak tahu mereka punya karakter seperti apa, kecuali Ratu Stella yang jelas-jelas lembut, sayang dia akhirnya meninggal, tapi aku terkejut dia masih sempat melahirkan ternyata (tidak dijelaskan saat adegan dia meninggal tapi ternyata bayinya lahir).
Sedangkan si raja sangat membingungkan, tidak ada alasan yang jelas mengapa dia tidak lagi memperhatikan anaknya saat jelas-jelas dia sayang pada Cametra, atau apa dia cuma ingin dendam atau apa? Adik raja juga memiliki posisi yang kurang jelas di kerajaan, dia ada di sana seolah untuk meramaikan saja. Aku berharap ada rahasia di balik seringainya di suatu akhir bab, tapi sampai akhir pun aku tak tahu dia sebenarnya baik atau jahat. Jujur saja cerita ini justru terasa digerakkan oleh penyihir berambut merah dari negara tetangga alih-alih oleh tokoh utama.
Beberapa emosi tokoh agak kurang sesuai dengan kondisi, seperti perasaan orang tua saat tahu anaknya harus mati, atau Cametra saat kehilangan ibunya. Aku rasa ada saatnya emosi seperti ini benar-benar harus ditunjukkan dan jangan fokus pada memajukan alur saja seolah emosi tokoh seperti diabaikan.
Kesimpulannya, aku rasa penokohan cerita ini bisa lebih dimaksimalkan lagi. Masing-masing unik, tetapi beberapa masih sulit dibedakan dengan yang lain atau meninggalkan kesan mendalam.
Alur
Seperti yang disebutkan di bagian penokohan, cerita ini memiliki alur yang lebih kuat dari penokohannya. Jadinya seolah-olah para karakter yang mengikuti alur yang sudah ada. Terkadang aku kesulitan mengikuti timeline waktu yang cenderung tidak jelas, hal ini berkaitan dengan masalah konflik pendukung yang tidak diselesaikan. Kenapa aku bisa bilang alurnya lebih kuat, hal ini bisa dilihat dari dialog tokoh. Beberapa dialog dibuat seolah tidak natural, seperti bagaimana urutan mahkota di kerajaan ibu Cametra menjadi bahan pembicaraan di dialog, hal ini terkesan terlalu tiba-tiba. Mengapa seorang penyihir membicarakan soal politik kerajaan dan bukannya soal sihir? Ini jelas-jelas disampaikan agar pembaca tahu saja, bukan karena tokohnya saling bercakap. Padahal dialog adalah salah satu cara untuk menunjukkan karakter tokoh, tapi aku merasa isinya lebih banyak untuk kepentingan alur dan kurang natural.
Terlepas dari kritikan di atas, alur cerita ini sebenarnya cukup jelas dengan diselipi beberapa mimpi dan hal-hal unik lain yang memperkaya pengalaman membaca. Suasananya juga membuat pembaca terbawa oleh cerita.
Dialog
Sebenarnya sudah cukup dibahas di sebelumnya, tetapi aku mau menyoroti bagaimana penulis selalu membuat dialog diiringi dengan narasi. Dialog terkadang bisa berfungsi untuk mengendalikan tempo bacaan, tetapi dialog di sini tidak begitu karena tiap dialog ada kalimat narasi penjelas. Kalimat penjelas bagus, tetapi kalau ada di setiap dialog akan bikin lelah. Akhirnya aku skip beberapa kalimat penjelas dan hanya baca dialog saja.
Ada pula dialog yang terlalu panjang, seperti saat penjelasan empat macam buku sihir dan dialog Cametra yang menceritakan secara gamblang perbuatan ayahnya di bagian akhir. Yang pertama terkesan kurang bagus jika disampaikan lewat dialog, boleh saja dianggap dialog tapi akan lebih baik dijadikan narasi saja. Yang kedua sebenarnya agak disayangkan karena yang seperti itu sebaiknya bisa disimpulkan pembaca atau bisa dibuat lebih ringkas lagi supaya lebih berefek.
Di sisi lain, dialog yang tersedia cukup menghibur dan membuat penasaran. Aku yakin penulis sudah berkembang banyak karena cerita ini ditulis sekitar empat tahun yang lalu.
Kesan
Membaca cerita ini luar biasa, aku kagum pada penulis yang tetap menyelesaikan cerita di tengah kendala dan kesulitan yang dihadapi (dilihat dari author note di akhir). Jika itu aku, aku mungkin tak bisa lanjut menulis. Akhir ceritanya juga agak menggantung, tapi ternyata ada epilog yang belum dipublikasi ulang. Aku juga merasa terhormat bisa membaca dan mengulas cerita ini.
Pesan
Semoga penulis tetap semangat berkarya dan kalau bisa hati-hati dengan hal sensitif seperti inses. Di tengah mendekati akhir terkuat kalau raja dan tokoh antagonis ternyata saudara seayah beda ibu, hal ini jujur cukup mengganggu. Di bagian akhir juga bagaimana keturunan Cametra terpesona oleh rupanya sampai ingin menyatakan cinta, ini sedikit warning rasanya. Mengagumi kecantikan tidak apa-apa, tapi hari-hati dengan penyampaiannya.
Membaca cerita ini menambah koleksi bacaan fantasiku. Terima kasih untuk cerita kerennya!
Sekian dari aku! Mohon maaf jika ada kesalahan kata dan ucapan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro