9 - The Childhood
Neil terbelalak melihat sebuah foto pemberian Carla. Apa yang dilihatnya sukar dipercayai. Di dalam foto tersebut terdapat Neil kecil bersama anak perempuan dan laki-laki yang seusia dengannya. Neil merasa tidak asing dengan wajah si perempuan, karena baru saja dia menemuinya tidak sengaja di pusat kota. Kemudian, dia membalikkan foto tersebut dan terukir tiga nama di baliknya.
Neil, Anya dan Gille.
Day yang duduk di sebelah Neil menggeser posisinya agar bisa melihat foto tersebut juga. Carla barusan datang sambil membawa nampan berisi tiga cangkir teh panas, kemudian duduk di depan mereka berdua.
"Seperti yang kalian lihat, Anya dan Gille merupakan kembar. Dulu mereka juga tinggal di Katedral St. Theresia dan Neil sangat dekat dengan mereka. Tak hanya itu, Neil dulu mempunyai perasaan terhadap Anya, namun karena Gille yang terlalu protektif dengannya, Neil sulit mendekatinya." Carla langsung menjelaskan sambil meminum teh panas secara berhati-hati.
Carla mengintip ke Neil. Ekspresinya masih kosong. Carla pun kembali melanjutkannya.
"Suatu hari, Anya mendapatkan undangan untuk menjadi subjek eksperimen Professor Giovanni Micheil. Saat itu aku tahu itu merupakan eksperimen yang sangat berbahaya untuk Anya yang masih kecil. Namun, usahaku untuk menghentikannya sangat sia-sia."
Meski begitu, Carla masih belum menyerah dan menggunakan kutukannya, dia bisa keluar masuk laboratorium milik Professor Giovanni dengan mudah untuk mengawasi Anya. Dia melakukannya demi Gille juga yang sangat mengkhawatirkannya.
Subjek eksperimen tersebut ada dua orang, Anya dan anak laki-laki yang seusia dengannya dipanggil Number Zero oleh Professor Giovanni. Kesan pertama Carla terhadap Number Zero adalah abnormal. Carla bisa merasakan kutukan yang berlebihan di dalam diri Number Zero, padahal eksperimen tersebut diperuntukkan orang yang tidak punya kutukan sejak lahir. Menurutnya, kutukan itu terasa kuno, seolah kutukan dari zaman dahulu.
Carla memberi jeda untuk meneguk sisa teh panasnya. "Dua tahun kemudian, eksperimennya berhasil dan keduanya mendapatkan kutukan Snowstorm. Apa sampai sini kalian mengerti?"
Day mengangguk mantap, sedangkan Neil masih berusaha mencerna isi penjelasan Carla yang rumit baginya.
Anya dan Number Zero. Eksperimen kutukan milik Professor Giovanni. Kutukan Snowstorm yang dibagi menjadi dua. Dengan kata lain...
"Seharusnya Number Zero yang kami kejar. Begitu bukan?" tebak Day.
Carla menjentikkan jari. "Setelah aku mencari informasi yang terkait dengan Number Zero, akhirnya aku paham. Dia dirasuki seseorang dari masa lalu yang memiliki dendam besar terhadap Kekaisaran Northoriale. Dan kasus tujuh tahun pun terjadi." Tak lama, dia menepuk tangan pertanda, "Sekian dari penjelasanku."
Seisi ruangan menjadi hening. Terlalu banyak informasi baru yang penting masuk di kepala Day. Dia tahu, Neil takkan semudah itu percaya karena selama ini dia percaya teori MMGTE. Dengan begini, mereka akan berhenti mengejar Anya dan masalah bertambah satu. Di mana Number Zero berada sekarang?
Sayangnya, Carla juga tidak tahu. Sudah lama sekali, dia kehilangan jejak Number Zero sejak hari pertama salju turun yang seharusnya musim semi. Setelah kejadian tersebut, dia membunuh Professor Giovanni dan merebut seluruh riset sejarah kutukan yang telah ditelitinya sejak usia enam belas tahun. Alasannya mencuri riset berharga itu masih belum diketahui.
Jika bicara tentang sejarah kutukan, Day teringat 'The Lost Fairytale'. Di keluarga Ertia, para anggota wajib mempelajari sejarah penuh tragedi itu. Katanya, sejarah tersebut terkait nenek moyang mereka. Maka itu, tak heran Day mengingat seluruh detailnya tentang 'The Lost Fairytale'.
Salah satunya adalah Cain Schwarzene, korban no.0 di data sejarah 'The Lost Fairytale' sekaligus dalang terjadinya tragedi tersebut. Carla bilang, Number Zero dirasuki seseorang dari masa lalu yang memiliki dendam besar terhadap Kekaisaran Northoriale. Apa itu berarti kematian Cain Schwarzene di masa lalu bukan kecelakaan? Namun, siapakah orang itu yang telah membunuhnya? Terlalu mustahil bisa membunuh Cain Schwarzene yang memiliki kutukan paling berbahaya sedunia.
"Day Ertia," Carla memanggil Day karena Neil masih dalam keadaan syok mengetahui masa lalunya yang sesungguhnya. "ini peringatan untukmu dan juga Neil. MMGTE tidak mungkin semudah itu langsung menuduh Anya sebagai dalang kasus tujuh tahun tanpa bukti kuat. Itu berarti ada seseorang yang berusaha memprovokasinya dan dialah pengkhianat MMGTE sesungguhnya. Kuyakin orang itu berhubungan dengan Number Zero."
Ekspresi Carla sangat serius, berbeda dengan yang sebelumnya. Day yakin Carla sangat mengkhawatirkan Anya dan Neil. Dalam hatinya, rasa iri muncul di permukaan. Seandainya Day terlahir di keluarga biasa, apakah dia bisa merasakan kasih sayang seorang saudara?
Karena Neil tidak mau minum teh yang telah disuguhkan oleh Carla, Carla menghabiskan satu cangkir tersebut dalam lima detik. Seolah masih punya kesibukan lain, dia berkata, "Setelah ini regu utama MMGTE akan datang dan aku harus menyiapkan kamar untuk mereka. Temui aku lagi tengah malam nanti. Oke?"
Day mengangguk seraya melirik ke Neil. Neil tampak merenungkan semua informasi yang telah didapatkannya. Dari si kutukan Snowstorm merupakan teman kecilnya, Number Zero, bahkan keputusan apa yang akan mereka ambil dari sekarang.
Tetap melanjutkan perburuan Anya? Menolongnya dari MMGTE karena hanya sebuah kesalahpahaman? Ataukah mencari tahu siapa pengkhianat MMGTE sesungguhnya?
Begitu Carla meninggalkan ruangan, Neil pun akhirnya bergerak. Tanpa mengatakan sepatah kata pun kepada Day, dia berdiri dan berjalan menuju ke luar gedung. Tak tahu ada gerangan apa, Day mengikutinya dari belakang.
Rupanya tempat yang dituju Neil adalah Danau Kaca di belakang katedral, tempat yang memiliki ketakjuban yang luar biasa. Menurut pengetahuan yang dimiliki Day, Danau Kaca hanya bisa tumbuh di musim dingin. Tak hanya itu, Day sadar bahwa danau kaca merupakan latar belakang dari foto Neil kecil bersama si kembar, Anya dan Gille.
Neil berjongkok di tepi Danau Kaca. Dia bukan bermaksud memandang Danau kaca dalam waktu yang lama. Darah menetes membentuk jejak di atas bantalan salju, dimulai dari tempat Neil berjongkok. Melalui kutukannya, Neil tahu siapa pemilik darah tersebut.
Anya. Neil sempat melihat wajah Anya waktu itu dan terdapat darah yang tidak berhenti menetes dari goresan pipi yang cukup dalam. Kutukan yang bisa melakukan itu bernama 'Transparent Torture', kutukan Carla. Namun, sangat mustahil Carla yang menyayangi Anya melukainya. Dengan kata lain, pengkhianat MMGTE memiliki kutukan yang bisa menyalin persis kutukan lainnya.
"Ada apa, Neil?" tanya Day langsung saat ekspresi Neil berubah total.
"Aku... mulai percaya Carla setelah melihat tempat ini. Setelah berbulan-bulan aku berusaha menghindar inspeksi di kota ini, aku merasa ada bagian yang kosong di dalam diriku. Melupakan mereka membuatku semakin membenci diri sendiri." Nada bicara Neil terasa frustrasi.
Day pun paham mengapa sikap Neil dingin selama ini. Kehilangan teman-temannya membuat Neil trauma sehingga dia memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain agar tidak ditinggal lagi oleh orang-orang berharga baginya.
Neil melanjutkannya dengan topik yang berbeda. "Saat aku bertabrakan dengan si kutukan Snowstorm, aku merasakan ada kutukan lain mengalir di dalam dirinya. Kutukan itu berada di level yang paling berbahaya. Kemungkinan besar, kutukan itu milik pengkhianat MMGTE."
Day terkesiap mendengar hal tersebut. Si pengkhianat bergerak lebih duluan dari para elite di regu utama. Situasi ini sudah benar-benar kacau. Jika Neil memutuskan ingin menyelamatkan Anya dan Day mengikutinya, risiko dituduh menjadi pengkhianat bukan hal yang mustahil lagi. Maka itu, keputusan mana yang benar?
"Satu lagi—" Neil berhenti sejenak, tampak ragu-ragu sehingga dia memutuskan, "bukan apa-apa."
Katedral merupakan tempat beribadah, bahkan halaman belakangnya masih termasuk tempat beribadah. Neil mengatupkan seluruh jari tangannya, berdoa sambil mengarah ke Danau Kaca. Day juga mengikuti gerakannya, mendoakan teman baik satu-satunya yang kini keberadaannya tidak diketahui.
Tak lama kemudian, Neil selesai berdoa dan bangkit berdiri, berhadapan langsung dengan Day. Dia mengulurkan tangan sambil memasang wajah yang serius namun tulus.
"Day, hanya kau satu-satunya orang yang bisa kuminta bantuan. Di depanmu, kau sebagai saksi, aku memutuskan keluar dari misi besar dan akan menolong Anya. Maukah kau membantuku?"
Neil tersenyum tipis, pertama kalinya tersenyum di depan orang lain setelah sekian lamanya. Untuk kali ini, dia akan menghadapi masa lalunya dengan bersungguh-sungguh agar bisa menyampaikan perasaannya selama tujuh tahun ini kepada orang yang dicintainya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro