6 - Can We Move Forward Without Spring Coming?
Setelah bercerita panjang lebar, air mata tidak berhenti mengalir di pipi Anya yang pucat. Greum tidak tahu harus berkata apa untuk menenangkannya. Menunggu sampai perasaan Anya tenang kembali merupakan pilihan yang tepat menurutnya.
Greum memandang Gille yang sedang tertidur sekali lagi. Tubuh kurus itu takkan bertahan lebih lama lagi dengan musim dingin terus berlanjut. Masalahnya terlalu rumit. Bagaimana bisa Gille juga terikut hilang bersama musim semi? Ataukah kesadaran Gille sama seperti ingatan Greum yang membeku?
"Anya," Greum kembali berbicara begitu Anya menyeka air mata. "aku masih tidak paham bagaimana Gille hilang bersama musim semi. Ini hanya dugaanku, apakah dia—Number Zero punya kutukan lain?"
Mendadak, ruangan terasa sunyi. Anya tampak kesulitan untuk menjawab pertanyaan Greum. Hanya terdengar embusan angin melalui celah jendela.
"Itu... kudengar MMGTE pernah mempelajari sejarah kutukan. Apa kau tahu 'The Lost Fairytale'?" tanya Anya sedikit berbisik.
'The Lost Fairytale'. Mustahil elite dari MMGTE tidak mengetahuinya, kisah sejarah yang terkenal dengan tragisnya. Seorang pemilik kutukan yang ingin melampaui batas Tuhan dengan berbagai cara, salah satunya menghanguskan dunia untuk menciptakan dunia baru. Pada saat itu, Kekaisaran Northoriale dalam bencana besar, bahkan kehilangan seperempat wilayah negara. MMGTE sudah mengerahkan seluruh elite terkuat, namun hasilnya tidak sepadan dengan jumlahnya. Kematian berada di mana-mana, bahkan hanya sedikit warga Kekaisaran Northoriale yang selamat, tidak terkecuali si pemilik kutukan yang awalnya ingin menjadi Tuhan.
Wilayah seperempat yang hilang itu disebut, 'The Lost Fairytale'. Kisah tragedi ini yang seharusnya dilupakan dalam sejarah menjadi selalu diingat. Data para korban dari tragedi itu butuh dikumpulkan dalam kurun waktu lima ratus tahun. Korban dimulai dari angka nol dengan atas nama si pemilik kutukan yang menyebabkan tragedi, Cain Schwarzene.
"Mungkin kau tidak percaya jika aku bilang kisah sejarah itu ada hubungannya dengan Number Zero. Cain Schwarzene, korban No. 0 di data sejarah 'The Lost Fairytale' sedang bersemayam di tubuh Number Zero sekarang. Aku yakin tidak salah mendengarnya saat itu."
"Rupanya itu kau, Gille. Apa kau tidak dengan nama Cain Schwarzene? Yah, aku tidak butuh kau mengingatku, karena sebentar lagi kau mati."
Jika bukan Greum yang menyimaknya sekarang, pasti Anya sudah dianggap gila. Anya bilang, Ulrich juga sudah tahu tentang Number Zero. Saat ini, Ulrich sedang berusaha mencari apa yang sebenarnya terjadi di 'The Lost Fairytale'. Kisah gelap itu masih memiliki misteri yang tidak bisa diselesaikan di masa sekarang.
"Oh ya, Greum." Mendadak, nada suara Anya berubah menjadi lebih ceria. "Apa kau tahu kenapa wilayah kosong itu disebut 'The Lost Fairytale'?" Greum menggeleng, kemudian Anya melanjutkannya. "Tempat itu memiliki taman bunga yang indah sekali, katanya. Bahkan, bunga-bunga di sana masih bertahan meski di musim dingin. Hebat bukan?"
Anya melirik ke arah ranjang tidur dan Greum mengikuti arah pandangannya. Senyuman Anya barusan memudar, tidak bertahan lama. Kali ini, matanya redup, cahaya harapan sirna seolah tidak ada masa depan untuknya.
"'The Lost Fairytale' tidak bakal kembali seperti semula, aku tahu. Namun, aku dan Gille sudah berjanji untuk pergi ke taman bunga bersama-sama begitu aku keluar dari lab." Suara Anya semakin mengecil, seolah tidak mau Greum mendengarnya. "Jika begini terus, apakah aku bisa maju tanpa Gille?"
Greum salah menduga, ternyata Anya bukan gadis yang kuat. Dia hanya menyembunyikan kelemahannya demi mempertahankan harga diri yang telah dihancurkan Number Zero. Kutukan kedua Number Zero masih misteri, yang jelas kutukan itu milik Cain Schwarzene.
Apakah Cain Schwarzene akan mengulang sejarah tragedi kembali kedua kalinya? Jika iya, apa yang didapatkannya dari 'The Lost Fairytale' jika sebelumnya dia tidak mati? Pertanyaan yang sesungguhnya adalah bagaimana dia bisa mati di tragedi yang direncanakannya sudah lama?
Butiran-butiran salju mulai turun dari langit. Ini memang bukan perbuatan Anya, namun hujan salju itu menunjukkan emosinya sekarang. Anya selalu terhubung dengan salju.
"Kurasa, aku sama sepertimu, Anya." Meski mata Anya masih belum teralihkan dari Gille, Greum tetap melanjutkannya. "Tanpa musim semi datang, aku selalu merasa tertinggal di masa lalu lebih tepatnya saat hari di mana aku kehilangan ingatan. Aku ingin melangkah maju juga, namun aku takut menghadapi kenyataan di masa lalu. Aku selalu bermimpi tanganku ternodai. Apakah aku membuat kesalahan besar di masa lalu? Jawaban itu hanya ada ketika musim semi datang."
Keheningan berlangsung tak lama setelah itu. Anya menekuk lutut dan memeluknya. Dia meletakkan dagunya di antara kedua lutut seraya menggumam, "Tujuh tahun kah... sudah selama itu kita tidak pernah melangkah maju. Apa melangkah maju bukan pilihan yang baik?"
Greum hanya terdiam, memandang ke bawah tanpa tujuan. Kedua tangannya yang berada di atas paha terasa hampa. Tangan yang tidak bisa mencapai masa lalu, bahkan orang-orang terpenting baginya. Seandainya saja, jika dia tidak hilang ingatan dan orangtuanya tidak mati di hari itu, Greum takkan pernah bertemu gadis di depannya yang bernasib sama seperti dirinya.
Tenggelam dalam suasana yang suram, Greum teringat pesan terakhir Ulrich untuknya. MMGTE akan mendatangi Kota Taris. Greum berpikir, terlalu berbahaya untuk Gille jika mereka berdua tinggal di rumah itu. Akan lebih baik jika mereka memancing MMGTE di pusat kota agar tidak melibatkan Gille yang tidak bersalah.
Jam dinding di kamar tersebut terletak di atas lemari, si mana lemarinya berada di belakang Anya sekarang. Jam menunjukkan masih jam satu siang, mereka masih punya waktu untuk mencari penginapan dan berjalan-jalan di pusat kota untuk memancing perhatian MMGTE.
Greum membicarakan rencana ke depannya dan Anya menyetujuinya. Mereka hanya perlu memancing MMGTE sampai mendapatkan informasi baru dari Ulrich. Greum juga berharap semoga komandannya memberikan bantuan.
Greum beranjak dari tempat duluan, lalu mengulurkan tangan ke Anya. "Ayo pergi, Anya."
*****
"Uwaa... Neil, lihat. Tampaknya cuaca hari ini tidak mendukung," keluh Day sambil menunjuk ke arah luar jendela. Hujan salju menghiasi kemacetan di jalan raya.
Misi besar memang dilaksanakan di sore hari, namun Day dan Neil berangkat duluan agar tidak terlambat nantinya. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil hitam yang akan menuju ke Kota Taris. Sayangnya, karena hujan salju, terjadi kemacetan di jalan satu-satunya menuju kota tersebut. Tak ada jalan alternatif.
Day melirik ke Neil yang duduk di sebelahnya. Wajahnya masih sama sejak sebelum mereka berangkat hingga sekarang. Dia tampak kesal dari biasanya, terlihat dari tadi dia tak henti mendecakkan lidah. Day terkesiap saat tiba-tiba Neil melihat ke arahnya.
"Umm... Neil, apa yang membuatmu hari ini kesal? Apa Wakil Komandan? Atau Isla menggodamu lagi?" tanya Day berhati-hati meski dia bermaksud bercanda.
Tatapan tajam Neil langsung menusuk Day di tempat. Day menduga, bukan Catherine ataupun Isa yang membuatnya kesal, melainkan dia sendiri.
"Oh, sudah sadar kalau itu kesalahanmu? Tinggal sedikit saja, aku bisa mengetahui apa yang kau dan Greum sembunyikan. Kutukanmu memang benar-benar terkutuk." Sekali lagi, Neil mendecakkan lidah lebih keras di akhir kalimat.
"Kutukanku? Oh, benar juga. Tampaknya, aku tidak punya ingatan apa yang kulakukan kemarin. Maaf deh," ucap Day yang kali ini dia bermaksud mengejek atas kemenangannya. "Apa Greum yang menyuruhku menggunakan kutukan ya?" gumamnya.
Neil semakin menggerutu kesal sehingga dia meninggikan suara. "Dengar ya, Day Ertia. Sampai di Kota Taris, jangan terpisah dariku. Jika kau melakukannya disengaja maupun tidak sengaja, aku akan melaporkan ke Supervisor bahwa kau dan Greum melakukan hal yang berlawanan dengan MMGTE. Mengerti?"
"Oh? Apa kau anak kecil yang nggak bisa terpisah dari orangtua? Baiklah kalau itu maumu." Day menganggap peringatan barusan sebagai lelucon. Dia telah menginjak ranjau yang tidak seharusnya. Dia pun segera tutup mulut meski sudah terlambat.
Tangan Neil sudah bersiap-siap mengeluarkan kutukan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro