19 - Those Dreams
"Anya, apa kau baik-baik saja?"
Meski sekarang Anya berada di dekapannya, Greum tidak bisa melihat wajahnya akibat debu yang tebal. Namun, Greum bisa merasakan bahu Anya bergetar hebat. Apa dia ketakutan dengan apa yang terjadi atau...
Tak lama, debu di sekitar mulai menipis. Greum mengulurkan tangan ke Anya, lalu menarik tangan Anya yang lebih kecil darinya setelah diterima.
Greum memandang sekitarnya. Tembok dan atap hancur secara bersamaan dan sekarang hanya tersisa puing-puing reruntuhannya. Ukuran tembok serta langit-langit yang hancur sama besarnya dan ukuran tersebut persis dengan ukuran manusia dewasa.
Apakah itu pengejar dari MMGTE? Ataukah Number Zero yang hendak bertemu Anya setelah sekian lamanya? Apa pun itu keduanya merupakan kabar buruk.
Greum pun memutuskan memeriksa tengah ruangan di mana tempat sosok dari langit terjatuh berada. Sebelumnya, dia sudah memberikan isyarat agar Anya jangan bergerak dari tempat dahulu. Tak hanya itu, Anya juga barusan bangun dan pasti dia masih belum punya tenaga untuk menggunakan kutukan.
Greum mengambil langkah dengan berhati-hati. Debu-debu masih menghalangi pandangan, yang terlihat hanyalah siluet orang terbaring tak sadarkan diri. Agar bisa melihat jelas sosok tersebut, Greum maju selangkah demi selangkah. Namun, seketika sekujur tubuh Greum membeku saat orang tersebut tiba-tiba bersuara serak.
"Ukh... sial, ini sangat frustrasi. Dibantu oleh orang itu sangat frustrasi." Lalu, dia mulai berusaha bangkit duduk dengan pelan-pelan. "Apa mereka bertiga baik-baik saja?" gumamnya penuh khawatir.
Greum sangat mengingat pemilik suara orang tersebut. Dia pikir takkan pernah bertemu lagi dengannya setelah ini. Apakah orang itu berada di Kota Taris untuk menyelamatkannya dan Anya?
"Komandan..." Tanpa disadari, Greum memanggil nama panggilan orang tersebut dengan suara lirih.
Begitu pun dengan orang tersebut yang akhirnya berhasil duduk dengan benar. Dia segera mencari asal suara tersebut yang ternyata berasal dari belakang punggungnya. Dia tak menduga bisa bertemu dengannya di tempat yang tak terduga.
"Greum? Apa itu benar kau?" Komandan yang bernama Aaron Norris memastikannya. Jika memang benar Greum sedang berada di hadapannya, ada banyak hal yang ingin ditanyakan kepadanya. Sebaliknya, Greum juga.
Namun, ini bukan waktu yang tepat. Aaron yang melemah takkan berguna dalam menghadapi Asgall sekali lagi. Dia harus kabur jauh-jauh bersama para bawahannya yang di luar dan menyusun strategi agar bisa mengalahkan kutukan kuno Cain yang berbahaya.
Tanpa terkecuali, Greum juga. Namun, bicara soal Greum, Aaron teringat hal lain yang membuatnya berkeringat dingin.
"Greum, jika kau berada di sini, apakah Anya sedang bersamamu?" tanya Aaron yang kesulitan menelan ludah.
Greum mengangguk. "Dia kutinggalkan di dekat tembok yang belum runtuh. Ada apa dengannya?" tanya Greum balik. Dia merasakan firasat buruk saat melihat Aaron tampak tidak seperti biasanya.
Tanpa memberi isyarat, Aaron beranjak berdiri dengan tenaga yang tersisa di dalam dirinya, lalu mencengkeram lengan atas Greum. Kali ini, dia benar-benar panik.
"Bawakan aku ke sana sekarang juga, Greum. Anya tidak boleh bertemu dengan orang itu, apa pun yang terjadi."
Keterkejutan Greum tidak bisa disembunyikan. Dia sangat paham siapa orang itu yang dimaksud Aaron. Sebisa mungkin, dia juga ingin menyingkirkan orang itu dari kehidupan Anya selamanya.
Sementara itu, Anya merasa tidak nyaman hanya berdiam diri tanpa mencari tahu apa yang terjadi. Risikonya memang terlalu besar, bagaimana kalau elite MMGTE yang barusan menerobos dinding? Maupun itu elite MMGTE atau bukan, dia tetap manusia dan setidaknya, Anya ingin diterima di masyarakat sebagai manusia dengan membantu sesamanya.
Anya mendekati tembok yang sudah hancur, kemudian mengira-ngira letak orang yang menerobos dinding berakhir. Debu-debu yang menebal sudah menipis, tetapi Anya tidak menemukan siapa pun di sekitarnya. Apakah orang itu sudah meninggalkan tempat ini?
Saat Anya hendak kembali ke tempat semula karena takut dimarahi Greum, mendadak sebuah tangan dari tumpukan reruntuhan mencengkeram kaki Anya. Awalnya, Anya sangat panik. Namun, begitu sadar tangan tersebut tidak mengancam nyawanya, dia segera menenangkan diri dan bertanya, "Siapa kamu?"
Tangan tersebut terlalu kuat sehingga usaha Anya dalam memberontak sia-sia. Apa tujuannya menghentikan Anya meninggalkan tempat itu?
"Tenang, tenang. Aku bukan orang yang mengejarmu." Setelah berkata begitu, sosok yang berbicara menampakkan diri dari kuburan reruntuhan.
Mata Anya melebar. Dalam hatinya, orang itu berbohong. Orang tersebut memakai seragam khas seorang elite MMGTE dan terdapat berbagai lencana di seragam tersebut. Jika dia memang salah satu petinggi di MMGTE, Anya akan terpaksa membekukan tangan yang mencengkeram kakinya.
"Eits, tunggu, tunggu. Sudah kubilang, aku berada di sini bukan untuk mengejarmu. Lagi pula, orang yang barusan jatuh dari langit itu Komandan Aaron Norris. Kau mengenalnya kan?" ucap orang itu dengan sedikit nada panik.
Mendengar nama Aaron Norris, Anya pun menurunkan tangan.
Lelaki di depan Anya menghela napas panjang, lalu memperkenalkan diri. Namanya Jay Lawrence. "Awalnya, aku datang ke Kota Taris bersama rombongan lain yang akan melaksanakan misi besar. Yah, banyak hal yang terjadi dan intinya, kau harus segera meninggalkan tempat ini."
Anya mengerutkan alis. Namun, belum sempat bertanya lebih dalam, Anya berkeringat dingin karena tiba-tiba esensi kutukan miliknya memberikan alarm bahwa dirinya akan terancam. Hal ini pernah terjadi sebelumnya di tujuh tahun yang lalu, ketika dirinya dengan Number Zero terbebaskan dari eksperimen Professor Giovanni.
Ancaman tersebut adalah kutukan artifisial yang menyamai kutukan Snowstorm. Tak lain pemilik kutukan tersebut adalah Number Zero, seseorang yang membuat Anya menderita.
Anya hanya bisa membeku di tempat, terkejut dengan pertemuan kembalinya dengan Number Zero setelah sekian lamanya. Number Zero muncul di lubang dinding yang disebabkan Jay. Dia sendiri juga terkejut bisa menemukan Anya semudah itu dengan sebuah kebetulan atau bisa disebut takdir.
Tanpa ragu, Number Zero mendekati Anya yang masih belum bergerak sedikitpun dari tempat dia berdiri. Sebenarnya, dari lubuk hati yang terdalam, Number Zero sangat senang bertemu Anya kembali setelah sekian lamanya. Namun, di dalam dirinya ada sosok yang berkata lain. Anya hanyalah sebuah pion yang ditakdirkan mati. Kutukan murni Snowstorm bukan milik Anya melainkan mendiang kakak Cain. Cain hanya ingin merebut kembali sesuatu yang berharga bagi sang kakak dan...
Kehancuran Kekaisaran Northoriale dengan kutukan Snowstorm yang akan direbutnya, tentunya.
Apakah aku akan berakhir di sini di tangan Number Zero? Aku bersyukur dia masih hidup sampai sekarang, tapi orang yang kuhadapi ini...
Anya tahu betul itu bukan Number Zero. Mustahil Anya melupakan mata semerah darah itu yang telah mencuri musim semi dan kesadaran Gille. Sambil memasang senyuman yang tampak sedih, Anya juga tahu dengan dirinya yang sekarang, membunuh Number Zero palsu hanyalah mimpi belaka.
Bersenda gurau bersama Gille dan Number Zero, salju di seluruh tempat di Kekaisaran Northoriale mencair dan bunga sakura berguguran. Mimpi-mimpi itu sudah lama terpendam bersama perasaan Anya yang sebenarnya.
Number Zero yang diambil alih oleh Cain menaruh telapak tangan di kepala Anya. Ritual untuk merebut kutukan dari dalam diri seseorang akan dimulai. 'Tolong aku' menjadi kalimat yang sulit diucapkan Anya, padahal ada Jay yang hanya terdiam di tempat tanpa melakukan apa-apa.
Di detik-detik sebelum ritual dimulai, Anya teringat sosok Greum. Greum yang tidak memiliki kutukan selalu menolong dirinya dan itu yang membuatnya merasa bersalah. Satu lagi, ada sesuatu yang ingin disampaikan kepadanya. Apakah di dunia sana Anya bisa membayar semua utang budinya dan menyampaikan apa yang diinginkan di dunia fana ini?
Tanpa disadari, air mata mengalir di pipi Anya tanpa henti, dan di waktu bersamaan...
"Berhenti!"
Dari kejauhan, terlihat sosok lelaki berlari mendekat dengan wajah tidak terlihat jelas. Sosok itu bermaksud menolong Anya dan Anya tidak menduga orang itu yang menolong hidupnya.
Pemuda yang berlari itu sengaja menabrak Anya sehinggamereka sama-sama tersungkur ke permukaan dengan Anya di dalam dekapannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro