Today
Ditulis oleh tequilaiueo mrs_sasasmayaya
Mona bersedekap dada, menatap malas sosok yang berdiri di depan ruang latihan dengan sok gagahnya. Dia tampak percaya diri menyodorkan buket meski menjadi pusat perhatian anggota klub taekwondo. Senyum cerah di wajah itu membuat Mona mendengus.
"Berkat kakak, aku menang di turnamen sepak bola kemarin. Maukah kakak jadi pacarku?"
Suara tepuk tangan meriah seolah mendukung aksi si adik kelas barusan. Mona berdecak kagum dengan kegigihannya yang tidak pernah menyerah menyatakan cinta untuknya. Tangan itu meraih buket tersebut, lalu diberikan pada Pradana yang sempat bersiul menggoda kemudian pergi setelahnya.
"Kasih anjingmu yang suka makan bunga, Dan. Razen tidak suka bunga."
###
Mona belum pernah mendapatkan pernyataan cinta dari seorang pemuda. Meskipun cantik dan lembut dalam bertutur kata, faktanya ia adalah seorang wakil ketua klub taekwondo. Mungkin karena alasan itu tidak ada yang berani mendekatinya, kecuali adik kelas yang tidak sengaja ditolongnya waktu itu.
Sudah lima hari Arga terus mengejar Mona dan menyatakan cinta tanpa tahu malu. Padahal ia kakak kelasnya dan adik dari ketua klub taekwondo, Razen. Entah tersambar apa Arga masih nekat mendekatinya walau sudah ditolak puluhan kali.
"Kak Mona!"
Teriakan Arga siang itu membuat beberapa siswa yang lewat menatap kepo. Nara di sebelahnya menahan tawa karena tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tangannya menepuk bahu Mona.
"Semangat, Mona! Aku duluan ke kelas."
Delikan Mona membuat Nara tertawa kecil sebelum pergi. Ia menghela napas lelah saat Arga sudah berdiri menghalangi jalannya bak polisi.
"Langitnya cerah, kan, Arga?"
Arga mengikuti arah tunjuk Mona keluar jendela di koridor. Langit hari ini begitu cerah tanpa awan. Belum sempat bertanya lebih lanjut, Mona sudah menghilang dari pandangannya. Arga berlari mengejar dan menghalangi Mona lagi.
"Aku penasaran kenapa kau terus memaksaku jadi pacarmu," ucap Mona menahan emosi saat Arga kembali menyusul.
"Aku mulai suka kakak setelah menolongku dari siswa sekolah lain. Kak Mona terlihat cantik, anggun, dan kuat waktu itu," kata Arga tersenyum cerah hingga Mona mendengus sebal. "Jadilah pacarku, kak. Aku akan membuat kakak senang dan mengajak jalan-jalan."
Mona menghela napas berat mendengar ajakan yang sama setiap harinya. Terlibat dengan Arga saja sudah membuat Mona ingin meninju wajahnya. "Jawabannya masih sama, aku tidak mau."
"Heeee, kenapa kakak tidak mau? Aku tidak cukup tampan?" Arga protes tidak terima.
"Aku tidak suka denganmu." Mona merasa bersalah melihat Arga tampak seperti ingin menangis. Karena tak tega, buru-buru ia memikirkan kata yang tepat. "Aku sudah punya pacar, mana mungkin suka padamu."
Bak tersambar petir di siang bolong, Arga tercengang lebar mendengar jawaban Mona. "Bukannya Kak Mona masih sendiri? Aku tidak pernah tahu jika sudah punya pacar."
"Aku tidak suka mengumbarnya. Hubungan bukan sesuatu yang harus dipamerkan." Mona bersedekap. Pura-pura tidak peduli dengan Arga yang kesal.
"Apa dia lebih hebat dariku sampai kakak lebih memilihnya? Siapa dia? Anak kelas mana?"
"I-itu ...."
Mona gelagapan, bingung harus menjawab apa. Ia memang suka dengan seseorang, tapi belum sampai pacaran untuk saat ini. Terlebih orang itu tidak peka dengan perasaannya membuat Mona pusing sendiri. Ide gila tiba-tiba muncul ketika melihat Kenzo berjalan ke arahnya sambil bersiul.
"Kenzo!"
"Hah?"
"Kenzo adalah pacarku."
Kenzo yang baru sampai tercengang ketika Mona menarik tangannya mendekat. Tidak mengerti situasi yang terjadi antara temannya dengan adik kelas.
"Lho, aku—" ucapannya terhenti karena sikutan keras Mona pada perutnya. Bahkan Kenzo belum sempat protes, tapi Mona sudah melotot memperingati.
"Kak Kenzo? Dari klub fotografi?"
Mona mengangguk dua kali. Tersenyum sangat lebar sampai Kenzo heran dengan tingkahnya hari ini.
Arga menggeleng tak percaya. "Mustahil. Mana mungkin kakak pacaran sama manusia urakan ini."
Kurang ajar, benak Kenzo mendengar ucapannya dengan nada mengejek. Beraninya menghina kakak kelas!
"Apa buktinya kalau kalian pacaran?"
"Kami selalu pergi ke Taman Paradise setiap Sabtu, kau mana tahu. Besok pun kami akan pergi." Mona memeluk tangan Kenzo erat seolah besok akan kiamat.
Kenzo memilih jadi penonton saja. Bagaimana Arga yang masih menyangkal ucapan Mona, adik kelas itu terlihat tak terima dengan aura yang menyedihkan bercampur marah. Dari sekian banyak siswi, kenapa harus Mona? Kenzo bertanya-tanya.
"Lihat saja, aku akan cari bukti kalau kalian pembohong!"
Setelah mengatakannya dengan keras, sosok Arga berlari menjauh hingga potretnya menghilang dari pandangan. Mona mendengus kasar melepas tangan Kenzo yang masih terdiam.
"Lain kali jangan ajak aku ke dalam masalahmu."
"Hanya kebetulan. Aku juga tidak punya pilihan lain," Mona melengos, tak mau membalas tatapan Kenzo.
"Jadi kau suka padaku? Atau barusan cuma akting karena tidak ada orang lain di sini?"
Mona gelagapan saat pertanyaan itu terlontar. Kenzo menunduk hingga wajah mereka saling berhadapan. Dengan jarak yang begitu dekat jantungnya menggila tak karuan. Walau ada orang lain di sini pun, Mona akan tetap memilih Kenzo untuk aksi konyolnya barusan. _Dasar tidak peka!_
"Menjauh dariku."
Mona mendorong wajah Kenzo dan berbalik meninggalkannya. Panggilan pemuda itu tak menghentikan Mona menuju kantin. Setelah menyamakan langkah mereka, Kenzo membuka suara.
"Aku menang lomba fotografi, kau tak mau memberi hadiah?"
"Buat apa?" jawab Mona sekenanya.
Matanya melirik Kenzo yang merengut. Bertanya-tanya apakah ekspresi pemuda itu sungguhan atau tidak. Mona berpikir sejenak menuju kelas mereka di lantai tiga kemudian bersuara, "Besok mau jalan-jalan? Kita ke Taman Paradise."
Ajakan itu sukses menghentikan langkah Kenzo di tangga ketiga. Mona memalingkan wajahnya malu, menyisakan hening di antara mereka saat Kenzo mendekat. Alis pemuda itu bertaut, menatap heran sekaligus bertanya-tanya.
"Aku yang bayar tiketnya, sebagai hadiah kau menang lomba fotografi." Tidak ada jawaban, Mona melengos menuju tangga melewati Kenzo yang masih terdiam. "Kalau tidak mau ya sudah."
"Mau, kok," balas Kenzo sambil terkekeh. "Jam delapan, jangan sampai terlambat. Oke?"
Ada perasaan bahagia ketika Kenzo setuju untuk pergi besok. Tanpa sadar Mona tersenyum kecil dengan dada membuncah.
"Oke," balas Mona sekenanya tanpa menoleh dan kembali menaiki tangga dengan cepat.
###
Mona masih duduk di kursi panjang dekat gerbang Taman Paradise. Sambil menunggu Kenzo yang terlambat dari waktu janjian mereka, Mona sesekali bercermin untuk melihat penampilannya.
Pikirannya melayang memikirkan rencana yang sudah disiapkan sejak semalam. Tidak peduli bagaimana dengan respon Kenzo, Mona akan menyatakan perasaannya hari ini.
Sudah sejak lama Mona menunggu momen, sepertinya sekarang adalah waktu yang pas. Terlebih mereka hanya berdua saja di Taman Paradise ini.
"Mona."
Dengan perasaan membuncah Mona mendongak mendengar suara itu. Ternyata Kenzo tidak datang sendiri. Wajahnya pun terlihat kesal bersama orang yang baru saja ia seret.
Siapa sangka Arga juga berada di Taman Paradise?
"Hah? Sedang apa kau di sini?" Mona tak bisa menahan kesal, bangkit berdiri begitu cepat.
"Sesuai janji, Kak. Aku ingin tahu, betulkah kalian berdua betul-betul berpacaran?" Arga menyeringai licik, "Kak Mona dan Kak Kenzo, sama sekali gak terlihat punya kesamaan…"
"Buktinya kami janjian hari ini. Belum cukup?" Kenzo memotong. Ia mulai merasa terganggu dengan kelakuan adik kelas congkak di sampingnya. Kenzo sebetulnya nyaris tak bisa tidur semalaman, bersiap-siap untuk hari ini.
Dan kegelisahannya pun, seakan terbayar saat melihat Mona yang berdandan manis. Rambutnya yang hampir selalu terikat saat di sekolah, kini terurai rapi. Ia mengenakan dress cantik, yang senada dengan tas dan sepatunya. Kenzo tersipu diam-diam, saat menyadari kalau Mona berdandan untuk janji mereka. Seperti sedang kencan betulan…
"Bisa saja ini cuma sekedar taktik Kak Mona untuk menghindar dari perasaanku," Arga mengangkat bahu.
Mona menarik Kenzo menjauh dari Arga. "Kecurigaanmu gak masuk akal. Yuk, Zo, kita jalan-jalan. Silakan kalau kamu merasa perlu membuktikan sesuatu, tapi jangan ganggu kami ya!"
Ia menggandeng lengan Kenzo dan berjalan cepat menjauhi Arga yang menatap ekspresi berkecamuk: kesal, penasaran, tidak percaya.
###
Ada alasan kenapa Mona menyukai Kenzo. Meskipun keduanya sekilas nampak berbeda–Mona adalah sosok perempuan cantik yang disiplin, sementara Kenzo selalu bersikap santai dengan penampilan sedikit urakan, tapi ada beberapa hal yang Mona kagumi dari pemuda cuek yang berjalan di sampingnya ini.
Kenzo itu…baik! Mungkin ia lupa, tapi Mona mengingat pertemuan mereka bertahun lalu saat sedang mendaftar di SMA tempat mereka bersekolah. Mona sempat panik, karena map berkasnya tertinggal di rumah, dan tak ada keluarganya yang bisa dihubungi. Kenzo, yang tidak dikenalnya sama sekali, menawarkan diri mengantarnya bolak-balik ke rumah dengan motor bututnya. Saat itu, Mona yang stress gara-gara takut kehilangan kesempatan daftar ulang, semakin deg-deg'an karena Kenzo baru saja bisa mengendarai motor! Pekikan, geplakan di punggung, cubitan di pinggang, diterima Kenzo dengan pasrah, sambil menggumamkan maaf. Setelahnya, Mona juga tak sempat berterimakasih, buru-buru mengumpulkan berkas.
Walau begitu, sosok Kenzo tak pernah lepas dari ingatannya. Walau tak pernah sekelas, Kenzo senantiasa bersikap ramah saat bertemu. Dalam beberapa kesempatan, Kenzo bahkan pernah mengantar Mona pulang, memberinya semangat setiap bertanding, mendengarkan cerita Mona, dan sejujurnya, Mona sempat merasa sangat tersanjung. Sebelum akhirnya sadar.
Kenzo si fotografer memang hampir selalu ada di tiap pertandingan yang diikuti murid sekolah mereka. Kenzo si anak baik memang bersikap manis pada siapa saja. Kenzo yang urakan namun perhatian, seringkali jadi tempat curhat teman-teman, terutama yang perempuan.
Mona pun jadi bersikap lebih dingin setelah menyadari fakta-fakta ini. Ia menjawab dengan sedikit kata saat ditanya, melengos ketika ditatap, dan buru-buru pergi sebelum disapa oleh Kenzo.
Tapi hari ini, ia memutuskan untuk melakukan tindakan pemberani. Hal yang biasanya ia minta teman-teman setimnya lakukan setiap kali menghadapi lawan. Sebuah kesempatan yang tanpa diduga muncul setelah pengakuan penuh keyakinan dari Arga.
Mona menoleh ke kanan-kiri, mencari sosok pengganggu yang menyebalkan itu.
"Kau kebiasaan, Mon," Kenzo berkomentar sambil menahan tawa, "Kalau memang suka, gak perlu jual mahal. Toh adik kelas itu sepertinya betulan serius suka padamu."
Hah? Mona mengerutkan kening. Sepertinya Kenzo salah paham. "Apa maksudmu?"
Kenzo tersenyum, menatap Mona dengan matanya yang mendadak tampak berkilat jahil, "Kita isengi saja dia sekalian, yuk!"
Kenzo lantas melepas lengannya yang barusan digandeng Mona. Tapi belum sempat gadis itu protes, ia meraih jemari Mona dan menggenggamnya erat. "Dia mungkin akan lebih kelabakan kalau kita pura-pura jadi pasangan betulan."
Mona tak bisa menjawab, karena Kenzo lalu mengusap lembut punggung tangannya. Kegugupan yang tak pernah dirasakannya, bahkan saat bertemu lawan sparing yang terlihat menyeramkan.
Mereka berjalan menyusuri Taman Paradise, yang sesuai namanya, penuh dengan berbagai aktivitas seru nan menyenangkan. Kenzo menariknya naik salah satu perahu kayuh, yang sering diejeknya sebagai kegiatan kencan paling cringe...tapi ia mengiyakan sepenuh hati.
"Bayangkan, kalau tiba-tiba di tengah danau ini...pedal kita mendadak rusak..." Kenzo berkomentar.
"Oh, tidak masalah. Sepertinya aku masih kuat mengayuh perahu sampai tepi sendirian..."
"Hei, walaupun kau jago taekwondo dan otot betisku kecil, jangan meremehkan aku yaaa!" Kenzo pura-pura tersinggung, membuat Mona tertawa.
Selain baik hati, perhatian, manis, dia juga lucu. Ah, semakin banyak alasan untuk mengungkapkan rasa yang disimpannya selama ini.
"Kau, sering ya mengajak perempuan naik perahu bebek semacam ini?" Mona memberanikan diri bertanya. Siapa tahu ada pacar rahasia yang Mona belum kenal. Meskipun, selama ini sepertinya Kenzo selalu terlihat seperti pemuda jomblo bahagia.
"Ini pertama kalinya," Kenzo menjawab sambil tersenyum lebar, "Ternyata lumayan seru, ya! Tadinya kupikir mainan ini bakalan norak..."
"Ah! Aku juga!" Mona menyepakati, melanjutkan perbincangan seru mereka.
Sementara itu, di kano sewaan yang cuma berjarak tak jauh dari keduanya, Arga mengamati sambil mencoba menjinakkan kekesalan dalam hati. Ia tadinya yakin, Mona hanya berkilah untuk menolak, karena gadis itu ingin menjaga image sebagai petinggi klub Taekwondo saja. Tak heran, ia sedikit memaksa Mona menerimanya sebagai kekasih. Arga yakin, dalam beberapa kencan singkat pun, Mona akan seperti banyak gadis lain sebelumnya, yang mendadak berubah jadi fangirl.
Tapi, melihat Mona tertawa lepas, bergandengan tangan--bukan, berpegangan tangan, dan mengobrol akrab dengan Kenzo, Arga mulai merasa sedikit putus asa. Setelah berperahu, mereka lalu main gelembung, memberi makan merpati, melihat-lihat kolam ikan, beli es krim... Mona bahkan terlihat sukarela berpose untuk Kenzo yang memotretnya.
Arga kepanasan, dan akhirnya menghampiri, untuk pamit pulang dan menyerah. Sepertinya keduanya memang pasangan betulan.
"Lho, kau masih di sini?" Mona sepertinya lupa kalau Arga masih ada.
"Aku mau pulang. Sampai jumpa di sekolah," Arga berkata, "Kalian cocok. Sayang sekali tak pernah dipublikasikan."
"Terimakasih, hubungan kami memang tak perlu banyak orang yang tahu," Kenzo menjawab cepat, sebelah tangannya tiba-tiba meraih bahu Mona, membuat gadis itu beku mendadak.
Arga mengangguk, "Semoga kita semua masih bisa saling berteman."
"Tentu," Kenzo menjawab ramah, membuat Arga membalas dengan senyuman, dan berjalan menjauh.
Mona masih menatap Kenzo yang memperhatikan Arga hingga menghilang dalam keramaian.
"Aku gak keberatan mengakui kamu sebagai pacar betulanku." Mona berkata pelan, tapi cukup untuk membuat Kenzo menoleh ke arahnya.
Ini dia! Ini saatnya.
Mona menghela napas untuk mengucapkan, "Maukah kau betul-betul jadi pacarku?"
Tapi saat Kenzo tersenyum, dan Mona mendadak kehilangan kata-kata yang dirangkainya di kepala.
"Sepertinya akan menyenangkan," Kenzo menjawab, membuat Mona tertawa gugup tak percaya.
"Betulkah?"
"Kamu sudah pernah lihat foto yang membuatku menang kontes?" Kenzo meraih ponsel dengan sebelah tangannya.
"Belum."
"Kontes foto Valentine, temanya Tunjukan Cintamu," Kenzo membuka gallery dan menggulir beberapa foto. Sampai pada sebuah foto.
Foto Mona, yang tersenyum ke arah kamera, dalam pakaian Taekwondo yang digunakannya saat bertanding beberapa bulan lalu. Orang lain terlihat buram, Mona adalah fokus utama, dengan senyum lebar dan tangan yang melambai, rambut terikat dan wajah berkeringat.
"Foto ini membuatku merasa setidaknya perasaan kita sama," Kenzo melanjutkan, "Dan aku telah lama menunggu untuk mengungkapkannya."
Mona tak bisa menahan sipu.
"Judul fotonya: 'Just One Day'," Kenzo menambahkan, "Aku berharap punya kesempatan sehari saja untuk bisa bersamamu. Seperti hari ini."
Mona mengangguk. Apapun yang akan terjadi nanti, mereka akan selalu punya hari ini.
The End
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro