Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Milky and Cookie Cup

Terdengar suara lonceng berbunyi yang menandakan pintu kafe ini terbuka. Milky menoleh, seorang laki-laki berbadan tegap dengan bulu mata lentiknya menyambut pupil matanya. Seperti biasa, laki-laki itu selalu menjadi pelanggan pertama saat toko ini baru saja terbuka.

Milky menghentikan aktivitas sebelumnya yang sedang mengelap meja lalu melangkah mendekati pelanggan, kemudian meraih buku dan pulpen yang berada di kantong baju untuk mencatat pesanan.

"Milk and cookie cup."

Seperti biasa, laki-laki yang tak diketahui namanya ini selalu memesan pesanan yang sama di setiap harinya.

"Baik, terima kasih, Kak. Mohon tunggu sebentar."

Kemudian Milky berbalik, melangkah menuju papanya di dapur sebagai juru masak di kafe ini.

Dengan santai Milky duduk di tempat kasir, menatap pelanggan setianya yang sedang duduk sendirian di ujung sana. Laki-laki itu terlihat dingin bahkan sudah hampir satu tahun dia menjadi pelanggan setia toko ini, tak pernah sekalipun laki-laki itu berbicara di luar konteks pesananannya.

Bahkan Milky sampai hafal betul setelah membayar, pasti dia langsung nyelonong keluar kafe meskipun pernah suatu ketika papa Milky mengajaknya untuk berbicara panjang kali lebar—bermaksud agar lebih dekat dengan pelanggan setianya—tapi tidak pernah sekalipun laki-laki itu perhatikan.

Dia selalu memandang kosong lantai dan membayar pesanan—yang selalu dibawa pulang—dua kali lipat dari harga asli.

Jika dilihat dari penampilannya saja sudah terlihat bahwa dia adalah anak orang kaya.

Keesokan harinya, Milky bangun kesiangan dan tak henti-hentinya mengomeli papanya karena lupa untuk membangunkan, padahal hari ini Milky ada kelas pagi. Biasanya Milky akan melewatkan kelas ini karena ia mendapatkan mata kuliah bersama kakak tingkat dan sialnya lagi hari ini adalah jadwal Milky harus presentasi dan ya, itu adalah alasan utama mengapa Milky harus datang ke kampus.

*

Terlihat seorang bocah bertubuh sintal sedang mengasah anak panahnya yang mana di bagian punggungnya terdapat sepasang sayap berwarna putih yang ditangkupkan. Sedangkan masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama Cupid, sang Dewa Asmara.

"Maaf, Dosen. Saudari ini terlambat. Apakah diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan? Apalagi dia sedang presentasi, sungguh tidak disiplin."

Sedangkan seseorang yang merasa tersindir dari perkataan itu menoleh.

"Baik. Tenang, Cooky. Dia masih junior. Kamu silakan kembali duduk." Sang Dosen menatap Milky. "Silakan persiapkan dirimu, Milky. Presentasikan materimu di depan. Jangan gugup, anggap saja teman seangkatan," jawabnya sambil tersenyum.

Mendengar hal itu, Milky bisa bernapas lega. Ia hanya mengangguk lalu pandangannya beralih pada sosok laki-laki yang baru saja protes akan kehadirannya. "Hah, bukankah dia laki-laki si Pelanggan Setia?" gumamnya.

Tak disangka gumaman kecil itu terdengar oleh sosok tak kasat mata, Cupid sepertinya ingin bermain-main. Ia mengarahkan panahnya dengan cermat. Setelah memantapkan bidikannya, ia pun melesatkan anak panah. Kemudian Cupid tersenyum senang saat melihat anak panahnya tidak meleset dari targetnya.

Lelaki itu juga sedikit tertegun melihat pelayan toko yang sering dikunjunginya. Hari ini ia melewatkan milk and cookie cupnya karena jadwal kuliah pagi ini. Dan ternyata takdir mempertemukan keduanya.

Mata lentik si lelaki itu kini menyorot tajam Milky. Bahkan ketika gadis itu presentasi menjelaskan materi.

Setelah merampungkan materi, sesi tanya jawab pun dimulai. Cowok yang dipanggil Pak Dosen Cooky itu terus bertanya dengan pertanyaan tajam dan kritis. Milky dibuat gelagapan menjawabnya, meski ia akhirnya berhasil.

Sikap Cooky yang menyerangnya ini membuat Milky menjadi badmood serta kesal. Bertolak belakang dengan Cooky yang begitu pendiam saat di ajak papanya bicara panjang lebar di toko.

Keesokan harinya, Toko dengan design interior Eclectic itu sudah buka pukul lima pagi. Kursi-kursi yang di tata di atas meja mulai diturunkan oleh Milky. Gadis itu mengelap etalase roti dan furniture yang menghias ruangan yang epic itu. Mengepel lantai dengan pola keramik diagonal hitam dan putih. Setelah itu membantu papanya memanggang kue di oven.

"Kapan Papa akan memperkerjakan karyawan?" tanya Milky di sela kesibukannya. Papa sedang sibuk mengalis adonan.

"Kamu sudah tidak bisa lagi membantu Papa?" tanya Papa balik. "Papa bisa kerjakan sendiri. Jika kamu lelah, liburlah semaumu. Tapi ingat, gajimu alias uang jajanmu tetap Papa akan potong," ancam Papa yang berhasil membuat Milky mencebik.

"Papa di sini kan Koki. Papa bisa saja memperkerjakan orang sementara papa istirahat, kan?" Milky mendesak.

Papa mendesah pelan. "Jika Papa tidak ada kesibukan, Papa hanya akan merasa galau. Yah," Papa mengedikkan bahunya. "Kamu tahu kan, Papa ini jomblo. Jadi merasa sedih kalau mengingat kejombloan akut ini."

Senyum terbit di raut Milky. Tak lama, pelanggan setia toko muncul. Kali ini Milky malas untuk meladeninya. Ia anggap tak pernah ada yang masuk dalam toko karena ia masih tetap sibuk menurunkan kue-kue dari oven.

"Ky! Ada pelanggan, tuh!" peringat Papa Milky.

"Masa sih, Pa? Milky nggak dengar," kata Milky acuh.

"Selain tidak disiplin, ternyata kamu tidak profesional, ya?" celetukkan dari pelanggan yang baru datang itu menyadarkan Milky sedang berhadapan dengan siapa. Ya. Tuan Muda berideologi tinggi dengan segala kekritisan dan kesombongannya.

"Maaf, mau pesan apa?" tanya Milky semanis mungkin.

"Milk and Cookie cup," jawab pelanggan itu singkat.

Dengan cepat Milky menyiapkan pesanan lalu menyerahkan kepada Cooky.

Kesibukan menguras waktu dan tenaga Milky sehingga beberapa terakhir ia tidak menemani Papa menjaga kafe. Namun di hari yang penuh makna ini ia menyempatkan diri untuk menemui sahabatnya. Sahabat kecilnya saat usianya remaja. Sudah belasan tahun silam terakhir ia bersenda gurau dengan sahabat karibnya hingga penyakitnya yang ganas menggerogotinya. Hari inilah hari dimana sahabatnya menyerah untuk melawan sang penyakit yang menyiksa raga.

Pemakaman di pagi itu begitu sepi. Pohon-pohon kamboja menghiasi pemakanan. Batu nisan berjajar rapi dengan rumput hijau yang dipangkas rapi juga.

Langkah Milky terhenti saat melihat seseorang yang sepertinya duduk di dekat makam sahabatnya. Orang itu menyuil sebuah kue dan menuangkan sedikit susu ke makam sahabat Milky.

Milky tahu persis bahwa makanan yang dibawa lelaki itu dari kafe Papanya karena logo Kafe di kemasan makanan.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Milky pada cowok itu.

Cowok itu balas menoleh dan menatap Milky penuh tanda tanya. Pun merasa terganggu dengan kedatangan tamu tak diundang yang merusak suasana harinya.

"Bukan urusan anda!" tegas cowok itu.

"Tapi saya ada urusan dengan makam di depan anda, Tuan Judes!" kata Milky penuh penekanan.

"Ini makam adikku," kata cowok itu sendu. Ia menatap nanar nisan di depannya penuh rasa rindu. Gelagat cowok itu penuh sekali dengan rasa sesal dan menggunung.

"Jadi, kamu kakak Candy?"

Cooky mengangguk mengiyakan.

"Candy sering sekali menceritakanmu."

Keduanya kini duduk bersisihan di makam Candy. Tiba-tiba Cooky menangis. Airmata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah ruah sudah. Apalagi saat Milky membahas bahwa Candy sering menceritakan tentang dirinya kepada sahabatnya.

"Aku bahkan tidak ada saat Candy berjuang melawan sakitnya. Aku justru fokus untuk sekolah ekselerasi." Cooky menghapus aliran airmatanya.

Lambat laun, hubungan keduanya menjadi dekat. Milky dan Cooky selalu bersama. Suatu ketika, Cooky mengajak Milky untuk menjalin hubungan serius dan luar biasanya, Milky menyetujuinya.

"Sayang, kita kemana untuk merayakan hari jadi kita?" tanya Cooky.

"Bagaimana kalau ke puncak?" tanya Milky memberi usul.

"Setuju."

Dua hari kemudian mereka pergi ke puncak. Naasnya mereka kecelakaan dan ditabrak sebuah truk yang melesat dengan kencang.

Satu tahun kemudian....

Miky melipat suratnya. Cincin perak yang selama ini tersemat di jemari manisnya kini ia tanggalkan. Hatinya pedih saat tahu bahwa Cooky menggalkannya karena ia cacat. Satu kakiknya terpaksa dipotong karena kecelakaan dulu. Dan ia kecewa Cooky tidak mampu menerima dirinya apa adanya.

Gadis itu hanya termangu meratapi nasib pedih dirinya.

***END***
Ditulis oleh Niiflaaa & kholilia54

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro