Hari Pertama
Bastian kini sedang merenung serta sedang memperhatikan bangunan sekolahnya di depannya. Kakinya bergetar, tak karuan.
Sebenarnya, ini pertama kalinya Bastian pindah sekolah dan hal itu membuatnya sangat gugup. Laki-laki bermata sipit itu menggaruk bagian belakang lehernya, karena keringatnya bercucuran ke tanah.
"Bastian. Bunda pergi dulu, ya. Semoga betah di sekolah barunya," kata Wanita itu sembari memberikan uang jajan kepada Bastian.
Bastian mengangguk dan menerima uang jajan yang tidak seberapa. "Makasih bunda," katanya lembut.
Bundanya yang bernama Sayla, mulai menghela napas lalu pergi begitu saja. Wajah Bastian menjadi cemberut serta memasang muka masam.
"Capek deh," katanya singkat dan kemudian masuk ke dalam sekolah itu.
Berjalan menuju kelas, meski sedikit bingung dia tetap mencarinya. Bastian terus saja melirik ke setiap koridor untuk memastikan dimana kelasnya.
Akhirnya Bastian menemukan kelasnya, yaitu kelas 2B. Laki-laki itu mulai masuk ke dalam kelas, banyak pasang mata yang mulai melirik serta berbisik di belakang Bastian. Tidak jelas mereka tentang apa, tapi dia tidak peduli dengan itu semua.
Bastian duduk di kursi paling belakang, karena hanya kursi itu yang kosong. Ingin sekali Bastian bermata sipit itu memulai obrolan dengan orang di depannya, tapi dia terlalu untuk melakukannya.
Guru kemudian masuk ke dalam kelas, membuat para murid langsung duduk dengan rapih. Aura guru itu sangat kuat dan menakutkan di saat yang bersamaan. Saking mengerikannya guru itu, semua murid hanya terdiam mematung.
"Murid baru cepat ke depan," ucap guru itu dengan nada berat.
Bastian lalu beranjak dari tempat duduknya begitu namanya terpanggil. Di depan kelas, Veronica menundukkan kepalanya seraya berkata, "Perkenalin namaku Bastian sarllika. Hobi main basket sama main tennis."
"Oke, kembali ke kursi kamu," perintah guru itu.
Semua murid bertepuk tangan dan bersorak kepada Bastian yang berjalan kembali ke kursi belakang. Seorang laki-laki di sisinya, menyentuh laki-laki itu selagi dia berjalan.
"Nama gue Pasya," salamnya.
"Bastian." Laki-laki itu tersenyum kepada Pasya sebagai bentuk sopan satunya.
Akhirnya setelah berjalan 2 jam, bel istirahat berbunyi. Mengakhiri sesi pelajaran matematika yang membosankan. Satu persatu murid keluar dari kelas, termasuk Bastian juga.
Saat berjalan di antara koridor. Seorang gadis berpapasan dengannya, selagi David melamun. Mata Bastian langsung tertuju ke arah seorang gadis berkacamata yang sedang membaca buku. Entah mengapa dia merasa mengenal gadis itu dan pernah bertemu dengannya.
"Eh, tunggu. Kamu Jesica, ya?" tanya Sebastian mendadak.
Gadis itu melirik balik ke arahnya dan menutup bukunya. "Kamu Bastian, ya?"
Wajah senang David mulai terpancar, dia tidak percaya akan bersekolah lagi dengan Jesica. David teringat terakhir kali dia bersekolah bersama dengan Jesica, yaitu ketika mereka menginjak kelas enam SD dan Jesica langsung pindah ke Bogor.
"Udah lama, ya. Gak ketemu." Gadis itu mendekati Bastian. "Gimana kabar tante Sayla?"
"Baik-baik aja. Kamu dari dulu selalu mentingin bunda aku mulu. Bunda kangen loh ke kamu," ucap Sebastian.
Jesica melongo. "Nanti kapan-kapan mampir ke rumah kamu, deh," katanya sambil bercanda.
"Kalau gitu aku duluan, ya, bye." Jesica pergi begitu saja, meninggalkan Bastian sendirian di belakang.
Bastian hanya diam, lalu pergi begitu juga ke arah yang sama. Tujuan Bastian kali ini adalah kantin, tempat paling ramai dikunjungi siswa ketika di sekolah. Benar saja 'kan, kantin sudah penuh.
"Eh! Ambilin minuman dong. Gue haus," ucap para gadis
Bastian mengerutkan dahinya. Matanya sekarang tertuju ke arah para gadis yang sedang menganggu Jesica. Jantungnya tersentak dan mulai mendekati mereka.
"Hei! Kalian pada ngapain!" bentak Bastian sangat keras.
"Suka-suka gue dong! Masalah!?"
Seorang laki-laki bertubuh tinggi mulai mendekati Bastian dengan wajahnya yang garang. "Ini pacar gue. Beraninya lo bentak-bentak dia, ya!"
Bastian tergopoh-gopoh mundur, tapi dia tetap memaksakan kakinya tetap maju. Para siswa berpergian, karena menduga akan ada perkelahian.
"Jangan sakitin Jesica lagi!" Matanya tajam, memandangi ke arah mereka.
Para pemuda lain mulai mengelilingi Bastian. Anak buah si jangkung jika dilihat dari gelagat serta solidaritasnya. "Mau kita hajar, bos?" tanya anak lelaki yang mengenakan gelang.
"Ya, hajar aja biar tahu rasa," kata si jangkung.
Bastian meledek. "Cih, main keroyokan."
Bastian secara cepat memukul wajah si laki-laki yang menggenakan gelang, membuat dia terpental ke arah belakang. Serangan mendadak dari Bastian sukses menumbangkan si jangkung. Si jangkung mulai naik pitam, lalu menghajar Bastian bersamaan.
Serangan dari berbagai arah mulai dilancarkan. Untungnya, Bastian bisa menghindarinya serta membalasnya di saat bersamaan. Namun, ada satu pemuda yang memungut tongkat kayu, lalu dipukulkan ke arah kepala David.
Bastian sempoyongan, mencari keseimbangan. Sementara itu para pemuda tersenyum lebar, mengetahui mereka akan menang.
"Keroyok dia!" ujar salah satu pemuda.
Tubuh Bastian banyak menerima serangan dari berbagai arah. Pukulan dan tendangan mereka lakukan dengan sangat keras. Bastian hanya meringkuk, tidak bisa berbuat apa-apa di situasi terpojok ini.
Para siswa yang masih di kantin, tersentak karena mereka berani melakukan hal segila itu.
"Udah! Udah!" Pasya memisahkan mereka secara cepat. Semua siswa juga membantu menenangkan.
"David udah tenang," kata para pemuda lain.
Ternyata laki-laki yang menghajar Bastian namanya adalah David dan dia adalah salah satu bos gang di sekolah ini.
"Hei! Pada ngapain ribut-ribut. Ayo sekarang ikut ke ruangan bapak sekarang!" ucap guru yang datang tiba-tiba.
*****
Setelah menerima ocehan oleh sang guru, mereka berdua keluar dengan masih memasang wajah sinis.
"Kalo lu macam-macam ama pacar gue. Gue pastiin lu gak bakal tenang di sekolah ini," ancam David lalu pergi meninggalkannya.
"Kamu gak apa-apa? Mau ke UKS sekarang?" tanya Jesica kepada Bastian.
"Gak apa-apa kok, cuman luka dikit doang," kata Bastian, tapi hal itu hanya untuk menenangkan hati Jesica saja.
"Maaf. Gara-gara aku, kamu kena skors. Padahal kamu baru masuk di sekolah ini."
"Gak apa-apa kok yang penting kamu gak dirundung lagi ama mereka. Itu aja yang aku mau." Kemudian Bastian kembali ke kelasnya.
David menatap mereka di kejauhan, merencanakan balas dendam berikutnya.
****
Sayla menatap Bastian dengan cemberut. Sedangkan orang yang dilihat hanya menundukkan kepalanya.
"Ada yang ingin kau katakan pada Bunda, Bas?"
"Maaf, Bu. Bastian tahu kalau ini semua salah."
"Hari pertama di sekolah baru dan kau sudah membuat masalah. Ada apa denganmu, Nak?" Sayla menghela napas melihat pada putra semata wayangnya.
Dimarahi oleh ibunya Bastian hanya diam. Namun, jauh di dalam hatinya dia menyimpan dendam pada David dan teman-temannya. Hari pertama pindah dan ini juga pertama kalinya dia membuat masalah yang membuat ibunya kecewa.
"Bastian benar-benar minta maaf, Bun. Tapi mereka juga salah mengganggu Jesica dan-"
"Apapun alasan Bunda gak suka kamu berkelahi seperti ini. Lihat muka kamu biru-biru. Istirahat ke kamar sana Bunda mau masak dulu," ucap Sayla pada Bastian.
"Siap, Bunda Queen. Bunda udah gak marah lagi?" Bastian menatap wajah ibunya dengan takut-takut.
"Nggak. Bunda hanya merasa sakit hati melihat anak kesayangan Bunda luka seperti ini," tutur Sayla pada Bastian anaknya.
Di dalam kamarnya Bastian memikirkan bagaimana caranya membalas perbuatan David. Namun, dia ingin kali ini secara halus dan tidak meninggalkan jejak.
*****
Pelajaran pertama hari ini adalah bahasa Indonesia. Sebagai seorang murid baru pindahan, Bastian belum memiliki teman yang akrab. Hanya terkadang Pasya sesekali menyapanya. Selain itu, Bastian cenderung pendiam dan menutup diri.
Pada hari keduanya di sekolah dia bahkan telah menjadi topik pembicaraan. Bagaimana tidak! Dia dengan berani berkelahi dengan David and the gang. Bukankah itu artinya Bastian telah menciptakan satu musuh untuk dirinya sendiri sejak hari pertama sekolah.
"Mau ke kantin bersama?" tanya Jesica ketika melihat Bastian yang berjalan di Koridor sendirian ketika jam istirahat.
"Eh, Jesica. Boleh, ayo." Bastian mengiyakan.
"Ngomong-ngomong, soal kemarin aku minta maaf, Bas. Gara-gara aku kamu jadi bertengkar dengan David," ucap Jesica pelan.
"Tidak perlu minta maaf, Jes. Harusnya aku yang minta maaf karena telah mengatakan kalau kau adalah pacarku." Bastian menundukkan kepalanya menyembunyikan sedikit rona merah di wajah tampannya.
"Mau pesan apa?" tanya Jesica ketika mereka sampai di meja kosong di kantin sekolah.
"Hot Chocolate aja."
"Oke. Tunggu sebentar ya," ucap Jesica sembari berjalan menuju stand penjualan untuk memesan.
Saat Bastian menunggu Jesica yang sedang memesan. David dan kawan-kawan datang dan menghampiri Bastian.
"Eh ada anak baru sok jadi jagoan." Ejek David yang diikuti oleh tawa dari temannya
Ditengah segala macam ejekan David dan kawan-kawannya. Bastian mencoba untuk tetap diam dan tidak terpancing emosi. Dia tidak ingin membuat khawatir ibunya lagi jika mengetahui kalau dia berkelahi lagi dan lagi di sekolah.
Terkadang menjadi diam dan penakut adalah cara terbaik untuk menghindari masalah. Setidaknya kita tidak akan menjadi target dari kebencian seseorang, itulah yang ibunya katakan tadi malam. Namun, semakin diam Bastian, David dan kawan-kawannya justru menjadi semakin tak terkendali.
"Dav, katanya ibunya si anak baru ini cantik loh. Kelihatannya cocok untuk jadi pembantu di rumah kamu deh," ucap salah satu teman David sambil terkekeh seolah merasa tidak bersalah.
"Huum, Dav, aku juga lihat saat dia mengantarkan anak kesayangannya ke sekolah ini." Lanjut yang lainnya.
"Jadi anak mama ternyata," ucap anak lainnya yang diikuti oleh tawa para penghuni kantin yang mendengarnya.
Bastian menundukkan kepala, tangannya yang berada di bawah meja terkepal dengan erat. Dia sekuat tenaga menahan dirinya agar tidak melayangkan pukulan kepada David dan kawan-kawannya.
Ketika Jesica yang sedang memesan melihat semua itu, dia berlari menuju Bastian dan yang lainnya. Dia berharap tidak ada hal seperti kemarin lagi terjadi.
"David. Kumohon jangan melakukan apapun padanya," pinta Jesica memelas.
"Uh! Jadi sekarang peran penyelamat telah berganti? Kemarin si pria lalu hari ini wanita?"
"Apa maumu David? Berhentilah membuat keributan. Kau ingat kalau sekarang kita berada di sekolah. Jika kau melakukan hal yang tidak baik aku akan melaporkanmu pada guru," ucap Bastian dengan menggertakan giginya.
"Lapor guru? Hahahaha, silakan saja siapa yang peduli." David tertawa dengan sombongnya.
Tunggu dan lihat saja apa yang akan kulakukan padamu, David. Batin Bastian geram.
*****
Saat pelajaran berlangsung David meminta izin untuk pergi ke WC. Tidak berselang lama Bastian pun melakukan hal yang sama. Dia mengikuti David secara diam-diam.
Saat itu merupakan jam pelajaran terakhir. Merasa mendapatkan kesempatan untuk balas dendam Bastian tidak menyiakannya. Selagi David masih berada di wc untuk siswa laki-laki. Bastian yang mengikutinya mengunci dari luar dan bahkan memberikan tanda bahwa wc itu rusak.
Setelah melakukan hal itu Bastian berjalan kembali ke kelas dengan santai. Sedangkan David saat ini berteriak memanggil seseorang. Namun, karena jarak antara wc dan kelas cukup jauh tidak ada yang mendengarkannya.
"Mana David?" tanya Guru ketika melihat Bastian kembali.
"David? Bukankah dia sudah kembali ke kelas," jawab Bastian terlihat sedikit bingung.
"Biarkan saja kalau begitu," balas sangat Guru yang sudah terbiasa dengan tingkah David yang pergi ke wc dan tidak kembali ke kelas lagi.
Bastian berjalan menuju bangkunya dan kemudian duduk dengan tenang. Ketika mereka pulang David masih terkunci di dalam wc dan baru keluar saat malam hari ketika penjaga sekolah memeriksa setiap tempat.
*****
Di rumah di dalam kamarnya Bastian mondar-mandir tidak bisa tidur. Dia memikirkan bagaimana keadaan David saat ini. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Walaupun dia membenci David tetapi Bastian tidak ingin sesuatu terjadi.
Bastian benar-benar merasa buruk. Sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini apapun kondisinya. Sekarang dia telah menjelma dari Bastian yang baik, pintar, patuh dan cerdas menjadi Bastian yang pendendam.
Bastian mengacak rambutnya frustrasi. Dia benar-benar tidak mengerti ada apa dengan dirinya saat ini. Dia ingin menyelesaikan masalahnya tapi apa yang dia lakukan justru menambah masalah dengan menyiksa dirinya sendiri.
Ketakutan Bastian terbukti. Keesokan harinya David tidak masuk sekolah. Dari kabar yang beredar bahwa dia masuk rumah sakit karena kedinginan dan ketakutan. David yang terlihat sangat jagoan itu ternyata sangat takut akan kegelapan.
Bahkan saat penjaga sekolah menemukannya dalam wc kondisi David sangat tidak stabil. Bastian yang mendengar itu semua benar-benar merasa bersalah. Walaupun David jahat tidak seharusnya dia membalas dendam dengan cara seperti itu.
Batin Bastian bergolak. Remaja pria itu mengutuk dirinya sendiri di dalam hatinya. Bagaimana bisa dia menjadi begitu kejam hanya karena David mengejeknya. Dia tidak mengerti apa yang terjadi padanya, di mana Bastian yang baik hati, ramah, dan pemaaf? Apakah balas dendam menyelesaikan masalah? Tidak. Itu justru menambah masalah.
The End
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro