Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 4

Aku tengah sibuk membuat sketsa saat mendengar suara ketukan di pintu. "Ya, masuk!"

"Bagaimana hari pertamamu? Semua lancar?"

Aku bangkit dari duduk, menyambut kedatangan Nenek, tenggelam dalam pelukannya. "Semua lancar, Nek. Aku dapat teman baru yang jadi teman sebangku. Ternyata dia pacar Mike. Oh, seharusnya mantan. Mereka sudah putus."

Nenek Roberta terkekeh sambil mengelus rambutku. "Mike tak heran jika berulah. Aku sudah tahu kelakuan buruknya soal memikat dan mempermainkan gadis-gadis. Aku sampai bosan mengomeli dan memukulinya. Dia berjanji, setidaknya tidak akan menghamili mereka. Itu yang dia katakan padaku. Kelakuannya mirip dengan papanya, pamanmu waktu dulu."

Aku membuka mulut, tertawa tanpa suara. "Semoga hal itu tak terjadi lagi. Bisa gawat jika tahu-tahu ada cewek yang mengantarkan bayi lagi ke sini."

"Huh, jika itu terjadi, akan kubuat ia tak bisa membuat keturunan lagi."

"Astaga, Nenek."

Kami tertawa bersama kemudian. Nenek Roberta baru kembali dari rumah sahabat lamanya yang tengah sakit. Ia pergi tepat saat aku dan Mike pergi berbelanja waktu itu.

"Bagaimana keadaan sahabat lama Nenek?" tanyaku sambil merenggangkan pelukan, membiarkan dia duduk di tepi ranjang.

"Hmm, biasa, sakit tua. Semua berawal dari pikiran. Ia terus menangisi putranya yang tak kunjung pulang. Itu mengingatkanku pada mendiang papamu. Sahabatku itu juga mengingatkanku pada mendiang kakekmu yang terlalu sedih merindukan papamu."

Aku mendudukkan diri di kursi. "Nek, sebenarnya aku sudah lama ingin bertanya. Kenapa Papa dan Mama tak pernah kembali ke sini? Kenapa hanya Paman Roberto yang datang menemuinya? Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa keluarga Mama seakan memutus hubungan begitu saja? Apa mereka tinggal di sini?"

Nenek Roberta mengangguk. "Ya, keluarga mamamu ada di kota ini. Dulu kami berteman dan tinggal berdekatan sebelum memutuskan pindah ke sini sejak keluarga Garcia mulai membenci keluarga Carlton karena sebuah kesalahan. Itu semua karena aku."

"Karena Nenek? Kenapa?" tanyaku seraya mengernyit.

"Berawal dari cinta segi tiga." Ia mendesah. "Mereka kemudian mulai menganggap kami sebagai saingan bisnis. Mereka juga mulai berhubungan dengan gangster.

"Kami punya toko jam dan perhiasan awalnya. Mereka juga membuka usaha yang sama, lalu membuat onar, memaksa kami menutup toko, hingga mendiang kakekmu memutuskan mengalah, beralih ke bisnis pakaian bermerek.

"Namun, siapa sangka, mama dan papamu bertemu dan malah saling jatuh cinta. Keduanya tak mau berpisah dan memutuskan kawin lari. Kami merestui, dengan memberikan bekal pada mereka untuk kabur sejauh mungkin.

"Keluarga Garcia sangat murka. Mereka bersumpah akan membunuh papamu jika berani muncul di kota ini. Itu sebabnya, orang tuamu tak pernah datang ke Sam Fransisco lagi."

Aku terpaku. "Apakah mereka juga membenciku, Nek?"

"Kuharap tidak, Lizzy. Hanya saja, yang kutakutkan adalah jika mereka tahu dirimu ada di sini, mungkin mereka akan mengambil paksa dirimu untuk masuk ke keluarga Garcia."

***

Aku asyik melanjutkan membuat sketsa gaun rancanganku saat kembali mendengar ketukan. Namun, belum sempat kusahuti, pintu telah dibuka dari luar, memperlihatkan cowok dengan rambut lurus yang dicat putih. Niel.

Baru kali ini aku memperhatikan gaya rambut Niel. Di bagian atas dan depan cukup panjang dan agak tebal, disisir ke belakang, sebagian kadang jatuh membentuk poni samping. Sementara di sisi samping kanan kiri serta belakangnya, seperti sengaja dibiarkan sangat pendek.

Amanda benar. Sangat amat disayangkan jika Niel memilih menjadi gay. Ia terlalu menawan. Aku bahkan sedikt menyesali kenyataan kami adalah sepupu.

"Hei. Kau tuli ya?"

Satu-satunya yang menyebalkan dari Niel adalah mulut pedasnya itu.

Aku mengembuskan napas kesal. "Ada apa?"

"Aku memberitahumu sejak tadi. Nenek memanggilmu untuk turun makan malam. Jangan sampai aku disuruh naik lagi untuk memanggilmu. Aku tidak dilahirkan untuk direpotkan olehmu."

"Siap, Owl!"

Niel yang akan berbalik, urung, kembali menatapku. "Aku memang suka burung hantu dan terobsesi dengan buku, tetapi aku bukan Winnie of the Pooh, Lizzy Ratu Semut Api." Dia segera menghilang dari balik pintu sebelum aku sempat membalasnya.

Mulutku spontan melongo beberapa saat sebelum otak mulai bekerja. Bangkit, kulangkahkan kaki dengan tergesa-gesa mengejarnya. "Niel! Kau menonton Meet the Robinsons?!"

***

Suasana di ruang makan berlangsung hening. Paman Roberto seperti biasa tak ada. Nenek Roberta hanya menyuap sedikit dan pamit akan tidur karena sakit kepala. Penampilannya serta penampilan ketiga sepupuku tak serapi saat pertemuan pertama. Jadi, bisa kupastikan saat itu khusus hanya untuk penyambutan saja.

Entah kenapa aku melihat Nenek Roberta seakan banyak pikiran. Apa mungkin dia masih memikirkan soal obrolan kami sebelumnya? Sesuatu yang membuat ia kuatir akan diriku.

"Halo, Bumi memanggil Lizzy!"

Aku tersentak. "Hah?"

"Kau melamunkan apa? Aku tadi tanya, Amanda bicara apa saja denganmu?"

Kulirik Leo yang mendengkus ke arah Mike tanpa kata. Di dekat ujung meja, Niel hanya fokus makan sambil membaca sebuah buku cukup tebal yang diletakkan di samping piringnya. Aku meneguk air putih di gelasku sambil bertanya-tanya dalam hati apa yang sedang ia baca..

Namun, kemudian aku seakan teringat sesuatu saat mengingat Amanda. "Oh, Amanda bertanya apa kita benar-benar sepupu karena kau tak pernah cerita padanya soal aku. Aku sudah menjelaskan mengenai hal itu. Kubilang kita baru ketemu dan aku pun baru tahu tentang kalian."

Kulihat Leo mulai menoleh ke arahku kini. Masih tak berkata apa pun, ia kembali sibuk menggigit paha ayam gorengnya.

"Lalu? Itu saja? Ada lagi?" buru Mike.

Selebihnya soal Neil. Tentu saja aku tak bisa mengatakan itu.

"Mmm ... setelah itu kami hanya membahas soal teman-teman di kelas dan pelajaran." Aku berdeham saat merasakan sorotan dari arah ujung meja. Mataku melirik dan menangkap gerakan Niel yang tertangkap basah tengah memandangi. Ia kembali fokus ke bukunya kemudian.

"Omong-omong, kau dan Amanda benar-benar resmi putus?" tanyaku iseng, memandangi Mike yang sontak tersedak ayam goreng.

"Amanda itu pacarnya yang bertahan paling lama," celetuk Leo sambil mengunyah, mengabaikan Mike yang tengah megap-megap di sebelahnya, berusaha memberi isyarat untuk mengambilkan air minum. "Aku bertaruh nanti mereka akan balikan lagi."

"Hei, menurutku Amanda cewek yang manis. Jika ada sesuatu yang salah, aku yakin, itu salah kau, Mike. Kau tahu, cewek selalu benar." Aku tertawa sambil menjulurkan lidah ke Mike yang kini tenang setelah berhasil merampas minuman Leo.

Niel mendadak menutup bukunya dengan suara keras. Aku terlonjak kaget, sontak menatap kesal ke arah cowok itu.

"Astaga! Mengagetkan saja!" cetusku tanpa sadar.

Dia justru menyorotkan mata ke Mike dan Leo kini. Rahangnya bergerak-gerak seakan tengah mengertak-ngertakkan gigi.

"Kalian adalah pendatang asing yang merusak kedamaian hidupku. Kalian hasil dari bencana yang dibawa oleh makhluk bernama wanita." Ia beralih ke arahku kemudian. "Sekarang, masalah baru di rumah ini pun tetap dari jenis yang sama." Ia menatapku. "Cewek bahkan lebih mengerikan."

Usai berkata itu, Niel bangkit sambil membawa buku, meninggalkanku yang melongo mencoba memahami kalimatnya. Mike dan Leo hanya diam saling pandang sebelum kembali sibuk makan seolah itu hal biasa.

Entah kenapa, justru aku yang merasa tak terima. Kugebrak meja. "Apa-apaan dia?! Seenaknya saja bilang begitu! Dia punya masalah apa dengan wanita memangnya?! Dia lupa kalau ia lahir dari jenis makhluk yang mana?!"

"Hmm ... feisty." Leo menyunggingkan senyuman miring yang samar seraya menatapku. "Aku suka itu."

"Spitfire, damn ...." Mike tersenyum takjub memandangiku.

Keduanya kemudian sama-sama menoleh, saling lempar pandang lagi. "Sepupu." Senyum mereka lenyap, ganti kompak menghela napas, menyandarkan punggung ke kursi.

Aku mengernyit. "Apa maksudnya itu? Apa yang salah jika aku sepupu kalian? Kalian juga ikut-ikutan menganggap aku sebuah masalah?"

Tanpa menjawab, Leo bangkit. Ia berdecak-decak sambil menyeringai sebelum meninggalkan ruang makan.

Mike yang tersisa kini. Ia menggaruk-garuk belakang lehernya sebelum bangkit dari kursi. "Statusmu sebagai sepupu kami sebenarnya sangat berharga, tetapi juga sekaligus memberikan tekanan besar ... sebuah bencana yang sulit dijelaskan. Kau tak akan mengerti."

Aku makin menautkan alis. Mulutku baru akan membuka, tetapi urung saat melihat Mike ikut menyusul Leo. Kuhela napas, bangkit, melangkahkan kaki menuju jendela besar yang ada di ujung ruang makan.

Tanganku bergerak sedikit menyibakkan tirai yang menutupi. Pemandangan Teluk San Fransisco terpampang di luar sana, gemerlap dalam kegelapan. Itu akan terlihat lebih indah pada siang hari.

Aku mendesah. Pikiran berkecamuk. Paman Roberto jarang pulang, seakan memang sengaja menghindari rumah. Nenek Roberta bahkan sakit kepala karena mencemaskan keluarga Garcia, jarang pula berinteraksi dengan tiga cucu lelakinya. Ketiga putra pamanku yang menyebalkan itu bahkan terlihat sekali tak begitu senang akan kehadiranku.

Apakah kedatanganku ke sini sungguh adalah sebuah kesalahan?

*** 

Hmm gimana nih menurut kalian cerita ini? Gaje kan? muahahaha. Namanya juga cerita yang ditulis dadakan dan tanpa niat muahahaha.

Kalo suka, silakan tinggalkan jejak ya, biar saya semangat dan updatenya rutin gitu ga telat-telat apalagi sampai hiatus muahahaha (ditimpuk warga wattpad). 

Dah lah gitu aja. Sampai jumpa minggu depaaaan. <3

15/01/2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro