Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 16

Butuh beberapa minggu di rumah sakit, aku mulai semakin membaik. Amanda sangat rajin datang membesukku. Mike kadang ikut bersamanya. Kulihat ada tanda-tanda mereka sedang berusaha berbaikan.

Roberto pun rajin datang. Nenek Roberta juga turut bersamanya meski lebih sering menangis setiap melihatku. Ia tak berkata apa pun, kecuali berharap aku lekas sembuh dan bisa kembali ke rumah keluarga Carlton lagi.

Eric pernah datang beberapa kali bersama Paman Roberto. Rupanya ia yang memberitahu dan bekerja sama dengan pamanku untuk merekam semua yang terjadi sebagai bukti. Sang kakak sepupu asli itu tak pernah berniat menyakiti aku meski dia dan Mike tidak akur di akademi.

Aku senang mengetahui itu. Ia akan menjadi kerabatku satu-satunya yang kuakui dari keluarga Garcia. Kami berjanji akan saling menjaga di kemudian hari sebagai saudara.

Leo dan Niel yang paling sering datang. Mereka bahkan menginap bergantian, menemani, dan mengurusku meski keduanya tak saling bicara saat bertemu. Aku pun lebih sering memilih tidur, tak terlalu memperhatikan mereka pada saat-saat itu

Keluarga Carlton sudah tahu soal apa yang terjadi. Menurut cerita Amanda dan Mike, Niel menghajar Leo habis-habisan sekitar beberapa hari yang lalu setelah mengakui semua yang ia perbuat dan mengatakan tentang perasaannya terhadapku.

Amanda pun memberitahuku bahwa saat aku masih belum sadar, Niel bercerita saat ia bertanya tentang alasan dulu bertarung dengan Leo adalah karena seorang cewek. Dulu mereka juga menyukai seseorang yang sama.

"Awalnya cewek itu bersama Niel dan Niel sangat mencintainya, tetapi kemudian selingkuh dengan Leo. Ketika Niel tahu, cewek itu justru memutus hubungan dengannya dan memilih Leo. Namun, Leo ternyata hanya mempermainkan cewek itu. Cewek itu akhirnya meninggal saat berupaya menggugurkan kandungan hasil perbuatan Leo.

"Cewek itu teman sekampusnya. Teman-teman mereka mengira itu gara-gara Niel dan sering memperbincangkannya di seantero kampus. Itu sebabnya Niel berubah dan kemudian mulai terkesan anti cewek. Niel benci atas apa yang dilakukan Leo.

"Namun, jangan cemas. Menurut Mike, Niel tak mau lagi melakukan hal sama seperti saat itu terhadap Leo. Jadi, untuk kali ini, setelah menghajar Leo sebagai penghukuman atas namamu, Niel mengajak Leo bersaing secara adil jika ia memang berniat serius padamu. Leo dan dia akan membebaskanmu untuk memilih di antara mereka berdua."

Otakku terus memutar cerita Amanda kemarin. Kini, di kamar VIP yang kutempati, Leo tampak sibuk memotong buah apel. Ia terlihat serius. Wajahnya pun lebih tenang meski aku bisa melihat bekas memar di beberapa bagian.

"Kau tak perlu terlalu sering ke sini," ujarku pelan, menatap gerakan tangan Leo yang mendadak terhenti. "Aku masih belum lupa dengan semua yang kau lakukan dan ucapkan, terutama yang terakhir kali."

Ia menoleh pelan. "Lizzy, aku minta maaf. Aku salah. Waktu itu ...."

Aku memejamkan mata sejenak, lalu membukanya. "Terima kasih atas bantuanmu, saat membantu Niel menghadapi para anak buah Rebecca, tetapi aku hanya bisa memiliki satu orang di hatiku. Itu adalah Niel. Dari awal, sampai kini, dan seterusnya, hanya Niel.

"Jika kau selalu ke sini hanya untuk mendapatkan hatiku, aku takut kau hanya akan kecewa .... Kau mungkin bisa menjadi kakak iparku yang baik, tetapi hatiku tak bisa memilihmu sebagai pemilik. Maaf."

Leo menghela napas, lalu menyunggingkan senyuman yang terlihat lebih tulus. "Well, adik tiriku itu pasti akan sangat senang mendengar bahwa kali ini akulah yang kalah darinya."

Ia mendekat, membuatku bersikap waspada. Namun, dia hanya menaruh piring berisi potongan apel yang tadi dikupas. "Tenanglah, aku menghormati keputusanmu. Kudoakan kebahagiaan untuk kalian berdua. Aku layak untuk menderita akibat kesalahanku kali ini."

Tangannya terulur, menyentuh lembut pipiku dengan punggung telunjuk. "Aku seharusnya memperlakukanmu lebih baik dan dengan cara yang benar untuk mendapatkan hatimu. Namun, semua sudah terlanjur. Kau benar, Niel memang lebih tepat untukmu.

"Aku hanya bisa berkata maaf atas apa yang kulakukan padamu. Aku menyesali semua itu. Aku tak pernah mengira, pada akhirnya aku akan sungguh-sungguh jatuh cinta. Mungkin, ini hukuman buatku."

Leo mengecup keningku lembut untuk beberapa lama. Saat dia menyudahi, kulihat ia menatap penuh sesal dengan senyum getir di bibirnya.

Terlihat sekali cowok itu tengah berusaha mengendalikan hatinya yang terguncang. Mungkin karena ini pertama kali ia paham bagaimana rasanya ditolak seseorang.

"Cepatlah sembuh, Calon Adik Ipar." Ia memaksakan sebuah senyum.

Aku tersenyum, berusaha mencairkan suasana yang kikuk. "Hei, Calon Kakak Ipar, bisakah ajari aku nanti cara bertinju atau bela diri? Sepertinya aku punya bakat untuk itu."

Leo akhirnya tertawa. "Oh, ya, benar. Aku melihat aksimu di video rekaman Eric. Kau luar biasa." Ia tersenyum kemudian bersamaku. "Tentu. Aku akan mengajarimu cara mengatasi para bajingan. Aku tak mau ada yang melakukan hal itu lagi kepadamu."

Aku menghela napas dan mengangguk. "Sampai ketemu nanti, Leo Kura-kura Ninja."

Ia tersenyum. Matanya bahkan menatapku penuh penghormatan kini. "Sampai jumpa, Lizzy."

Tepat saat Leo berbalik dan melangkah menuju pintu, Niel sudah lebih dulu membukanya, lalu masuk. Mereka saling bertatapan sebelum saling melempar senyum dan tepukan di bahu.

"Aku pergi. Jaga Lizzy baik-baik. Berbahagialah. Kau menang." Leo menoleh ke arahku sekali lagi sebelum mengangguk ke arah Niel, melangkah keluar dari pintu yang masih terbuka.

Niel menutup pintu, melangkah pelan ke arahku. Tatapannya begitu meneduhkan. "Hai, Ratu Semut Api. Kau mau makan buah?"

Kutunggu sampai ia tiba di dekat ranjang. "Kau mencuri dengar pembicaraan kami tadi ya?"

Dia mengambil piring berisi buah yang tadi disiapkan Leo. "Tidak. Aku baru sampai. Memangnya kalian bicara apa?"

Aku tersenyum geli melihat aktingnya yang jelek. "Kau mencuri dengar."

"Tidak." Dia mengulum senyuman di bibir.

Tawa kecil lolos dari mulutku. "Owl, aktingmu jelek sekali."

"Itu sebabnya aku memilih bisnis daripada sekolah seni, Ratu Semut Api. Satu-satunya seni yang aku bisa kuasai hanya seni bela diri."

Aku tertawa lagi beberapa saat. "Omong-omong soal itu, aku heran, kapan dan di mana kau berlatih?"

Niel mulai menyuapkan sepotong buah ke mulutku dengan garpu. "Di ruang latihan rahasiaku."

Kunyahanku terhenti. "Ruang rahasia? Yang paling ujung? Dekat tangga balkon?"

Niel mengangguk. "Hmm. Kenapa?"

Aku tertawa kecil sambil menggeleng-geleng. "Selama ini aku penasaran dengan ruang itu. Aku kira itu ruang rahasia milik Paman Roberto, eh, maksudku, papamu."

"Kau sudah tidak mau lagi menganggap papaku itu sebagai paman?"

"Bukan begitu. Aku ...."

"Memang seharusnya begitu. Karena, kelak kau harus menganggapnya sebagai papa mertua." Niel tersenyum menggodaku.

Wajahku memanas. "Itu tak mungkin secepat itu, bukan? Kau saja belum memberiku cincin."

"Oh, aku selalu membawanya. Kau siap sekarang?"

Aku sontak menggerakkan tangan ke kanan dan kiri dengan cepat. "Tidak, tidak! Jangan sekarang. Bertunangan di rumah sakit? Tidakkah itu terdengar aneh?"

Niel mengecup bibirku lembut. "Kapan pun kau siap, Ratu Semut Api. Cincin ini milikmu. Aku akan menjaganya selalu."

Bibirku menyunggingkan senyum malu-malu. "Memang seharusnya begitu. Kuharap cincinmu cukup unik dan menarik untuk kupakai. Untuk ini, aku tak mau model pasaran."

"Tenang. Aku memesannya secara khusus. Percayalah. Tidak ada yang lain selain cincin itu."

Aku membuka mulut. "Buahnya lagi."

"Pilih buah atau bibirku?" godanya.

"Buah!" Aku tersipu dan gagal menyembunyikannya.

"Yakin? Buah atau ...."

Aku segera saja menarik kemeja putihnya, lalu menautkan bibir kami berdua. Tak kupedulikan apa pun lagi. Lumatanku dibalas oleh Niel.

Kami melakukannya cukup lama seperti dua kekasih yang lama terpisah. Aku dan dia sama-sama seakan sedang melepas semua kerinduan yang tertahan.

"Aku sangat merindukanmu, Ratu Semut Api," gumam Niel disela embusan napasnya yang sedikit tersengal.

Aku memejamkan mata sejenak. "Aku juga merindukanmu. Sangat."

Kami kembali saling pandang dan lanjut menyatukan bibir lagi. Niel merangkul dengan hati-hati. Ia menyesap serta mengulum. Aku gemas, lantas menggigitnya pelan.

Niel mengaduh, tetapi segera tertawa kecil di sela pagutan kami. "Lizzy, jika kita tak berhenti sekarang, aku kuatir aku akan segera menaiki ranjang ini. Kita tidak ingin perawat mengusir kita nanti, bukan?"

Ganti diriku yang tertawa kini. Aku setengah enggan melepaskannya kemudian sembari mendesah kecewa dan menghela napas. "Tak sabar rasanya ingin segera pulang ke rumah."

"Rumah yang mana?" godanya lagi.

"Oh iya. Aku mesti ke mana nanti? Ke kediaman Keluarga Garcia atau Keluarga Carlton?" tanyaku pura-pura, berusaha mengimbanginya.

"Haruskah ke Keluarga Garcia? Itu rumah mendiang mamaku juga, bukan? Ada Eric di sana. Ia cukup tampan dan menyenangkan. California mengizinkan pernikahan antara sepupu, bukan? Wah, kami bisa menghabiskan banyak waktu ...."

"Tidak boleh! Kau pulang bersamaku ke rumah kita. Tak boleh ke Keluarga Garcia lagi!"

Niel terlihat sangat menggemaskan justru saat sedang cemburu. Aku mengecup ujung hidungnya.

"Iya, ke rumahmu, ke rumah kita, Owl," bisikku.

Niel memelukku. "I love you."

"I love you more."

Aku dan Niel saling pandang, lalu menyatukan bibir lagi. Kali ini, tak satu pun dari kami yang ingin mengakhiri.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro