Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 12

Aku mematut diri usai mengenakan atasan warna hitam model off shoulder yang memperlihat kedua bahu, berbahan katun lengan panjang, ditambah rok biru merah hitam kotak-kotak sepangkal paha yang diberikan Amanda. Itu sangat cantik, nyaman dipakai, dan terlihat masih baru. Rambut kubiarkan tergerai bebas.

Kutambahkan sweter longgar warna pastel sebagai lapisan luar. Cocok dipadu stoking hitam dan bot pendek berhak. Itu semua milik Amanda.

"Kau yakin memberikan atasan dan rok ini untukku? Ini masih sangat baru."

"Itu kado dari Mike, termasuk sweter itu. Aku tak mau memakainya lagi. Kecuali sepatu bot, itu semua untukmu. Kau pakai saja. Oh, masih ada satu gaun yang masih dibungkus rapi. Belum kupakai sama sekali. Kau mau?" Ia meraih sesuatu dari lemarinya. "Ini."

"Hah? Bagaimana jika Mike melihatnya nanti? Kau yakin?" Aku mengamati gaun dalam bungkusan. "Ini cantik sekali dan pasti mahal. Kau benar-benar yakin?"

"Aku tak peduli. Aku tak mau menyimpannya lagi. Aku juga tak mau memakai semua pemberiannya. Daripada aku buang atau bakar, lebih baik kuberikan saja padamu, jika kau mau tentunya."

"Aku mau! Maksudku sangat sayang jila dibuang atau dibakar, bukan? Untukku saja!" Aku dan Amanda sama-sama tersenyum lebar.

Ia memandangiku melalui cermin dan mengangguk puas. "Kau cantik sekali. Pantas dua pangeran dari keluarga Carlton tergila-gila padamu."

Aku tersipu. Mataku menatap penampilan Amanda. Sweter longgar pastel dan rok pendek bermotif hitam biru kotak-kotak. "Kau juga terlihat cantik."

Tiba-tiba aku teringat kembali soal obrolan di telepon. Amanda sepertinya harus tahu. "Niel meneleponku dini hari tadi."

Mata Amanda melebar. "Hah? Serius? Dini hari? Dia tidak bisa tidur atau bangun kepagian? Dia bilang apa?"

Kukira tak perlu menjelaskan bahwa kami sama-sama tak bisa tidur semalam. "Kami jadian."

"Aaah!" Amanda menjerit histeris sambil melompat-lompat. "Lizzy, aku bahagia untukmu!" Ia menatapku dengan mata berbinar. "Jadi, jawaban tentang siapa yang kau pikirkan, apakah itu Niel?"

Aku mengangguk. Senyumku terus mengembang. "Aku tadinya tidak yakin, tetapi semalam aku semakin yakin."

"Aku menyesal kita tidak tidur sekamar semalam. Aku seharusnya bisa menguping kalian." Ia tertawa.

"Kukira kau akan kembali ke kamarmu setelah mendongengkan adikmu," protesku.

"Aku ketiduran setelah mendongengkannya berkali-kali."

Kami tertawa bersamaan. Aku merasa sangat senang memiliki Amanda sebagai sahabat sekarang. Ia membuatku teringat pada Jessie. Kuingatkan diri untuk meneleponnya nanti.

"Manda! Ajak temanmu sarapan! Ayo, lekas! Nanti kalian terlambat!" teriak Ibu Amanda dari luar.

"Iya!" Ia menggamitku. "Ayo, kita sarapan dulu."

Aku mengangguk. Kakiku segera mengikutinya melangkah keluar.

***

"Wow!"

"Hai, Lizzy! Aku Jake! Ingatlah namaku! Kita sekelas!"

"Halo, Seksi!"

"My Princess, will you marry me, please?" Ucapan itu langsung disambut oleh sorakan heboh para penghuni akademi, ditambah siulan-siulan.

Wajahku mungkin sudah seperti kepiting rebus mendengar sapaan cowok-cowok di sepanjang lorong akademi. Amanda malah mengikik melihat reaksi mereka.

"Bersyukurlah Niel tidak di akademi ini. Jika tidak, kau pasti akan dalam masalah," goda Amanda.

"Pssst, jangan sampai yang lain tahu. Kami berencana diam-diam saja dulu. Cukup aku, dia, dan kau yang tahu."

"Beres!" Amanda tertawa renyah.

"Amanda! Lizzy!" Kami sontak menoleh ke asal suara. Mike.

Dia memandangi baju yang kupakai, lalu melotot ke Amanda. "Jangan bilang kau memberikannya." Suaranya sangat pelan untuk didengar.

Amanda maju ke depanku. "I did. So what?"

Mike terlihat marah. Ia menatapku lagi, lalu beralih ke Amanda. "Kau ... akan menyesal." Dia pun pergi.

Aku menangkap tatapan Leo beberapa saat tak jauh dari Mike sebelum mereka pergi bersama. Bisa kulihat tatapannya penuh bara.

Ia marah? Untuk apa? Tidak mungkin dia tahu soal statusku kini dengan Niel, bukan?

"Ayo, kita ke kelas," ajak Amanda seakan tak ada yang terjadi.

Aku hanya mengangguk. Kakiku pun melangkah bersamanya.

***

Saat istirahat makan siang, kantin terdengar penuh kasak-kusuk di beberapa meja ketika aku lewat bersama Amanda. Aku bisa merasakan semua pandangan seakan tertuju padaku.

"Sebenarnya aku paling tak suka menjadi pusat perhatian," gumamku pada Amanda.

"Tapi kau terlalu indah untuk diabaikan, Lizzy," sahutnya sambil menggoda. "Abaikan saja mereka jika itu membuatmu bisa lebih baik, tetapi jangan pernah menyembunyikan keindahanmu. Biarkan dirimu bersinar. Kau tak perlu meredupkan cahaya hanya karena takut membuat orang silau."

Aku tertawa kecil. Ucapan Amanda membuatku merasa lebih kuat.

Kami memesan pizza dan minuman soda. Amanda mengajakku duduk di pojok ruangan.

"Omong-omong, sketsa polamu dinilai paling bagus oleh Pak Miller. Selamat!"

Aku tersenyum. "Thanks!"

"Aku hanya sedikit kesulitan di pelajaran Technical Skills. Kau?"

Kuanggukkan kepala. "Sama."

Amanda mendekat. "Leo setahuku terampil dalam hal penggunaan software yang berkaitan dengan desain di komputer."

Alisku bertaut. "Lantas?"

"Kita minta bantuannya saja?"

Aku segera menggeleng. "Tidak. Itu sama saja mencari masalah. Aku tidak mau."

"Ada aku. Nanti aku ikut ke rumahmu dan menginap. Jadi, kita bisa minta bantuan Leo, dia pun tak bisa macam-macam denganmu. Bagaimana?"

Otakku berpikir sejenak. "Aku akan tanya Niel dulu. Siapa tahu dia juga jago dalam hal komputer."

"Kita tak sedang membahas soal komputer secara umum atau bisnis keuangan, Lizzy. Ini tentang desain. Ilustrasi. Kita tahu persis, itu jurusan Leo."

"Haruskah?"

Kugigit sepotong pizza di tangan. Otakku terus menimbang-nimbang. Amanda pun ikut menggigit pizza-nya. Kami meneguk minuman soda bersamaan, lalu memandangi langit-langit kantin.

Aku dam Amanda saling pandang kemudian. Kepala kami mengangguk bareng. "Ayo, lakukan."

***

Mike menatap seakan ingin melahapku hidup-hidup. Sementara itu, Leo hanya langsung berjalan ke mobil, mengabaikan kehadiran aku dan Amanda.

"Jika tidak bisa tidak apa-apa. Aku akan menginap lagi saja di rumah Amanda," ujarku.

"Masuk!" sambar Leo tanpa menoleh.

"What?! Leo, kau tidak ....."

"Cepat naik! Kalian bertiga!" bentak Leo.

Mike mengomel panjang pendek tak jelas. Ia langsung memilih duduk di kursi depan. "Aku tak mau di belakang!"

"Oh, kebetulan sekali aku memang mengharapkan akan duduk di dekat Niel," sahut Amanda dengan sikap masa bodoh.

Tawaku tertahan saat melihat Mike menoleh cepat, melotot ke Amanda, beralih mendelik ke arahku, lalu ke Leo.

"Leo! Kau dengar, bukan?!"

"Semua diam atau aku lempar ke jalan!" hardik Leo.

Mike cemberut, menatap ke depan lagi. Amanda memainkan kuku tanpa berkata-kata kini.

Aku melirik ke kaca spion. Lagi-lagi, Leo tertangkap basah tengah memandangiku. Ia segera melengos saat menyadari itu.

Dia marah? Itu bagus. Kuharap dia pun tak melakukan lagi aksinya sewaktu di kolam air hangat waktu itu.

Aku bergidik saat ingat jemarinya yang menyelusup celana dan menyentuhku di dalam sana. Meski mungkin sempat terbawa suasana, untunglah kesadaranku muncul saat menyenggol rak, hingga bisa kabur.

Jangan sampai terulang kembali. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika ia melakukan itu lagi.

*** 

20/05/2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro