The Best Part. 07
Yuhuuuu, come back!
Boleh minta vote sama komennya? Makasih :)
Maaf baru update, idenya kemaren mampet banget, huhuuuuu
Happy reading!
...
"Umma, dapat salam dari YouTuber yang sering Tisya sama Umma tonton itu lho. Kata temen Tisya, kakaknya udah tahu kalau Tisya sama Umma sering nonton videonya. Tisya seneng banget! Kapan-kapan Tisya mau ajak kakak itu ke rumah. Boleh kan, Umma?"
"Dek, berisik!"
Tisya langsung menekuk wajahnya. Menerucutkan bibir. Menekuk kedua tangan di depan dada. Ia melirik abangnya yang sedang asyik menyetir mobil melalui kaca kecil yang menggantung di atas. Ia duduk di jok belakang. Sedangkan Ummanya duduk di kursi samping abangnya.
Tisya bercerita tentang seorang YouTuber yang videonya selalu menarik perhatiannya. Memang sih ia tidak tahu bagaimana bentuk wajah dari seseorang di balik suara yang selalu mengisi video yang ia tonton itu, tapi ia yakin kalau orang itu pasti cantik. Ahh ... Tisya jadi ingin bertemu dengan orang itu. Terlebih lagi, orang itu adalah kakak dari teman kelasnya.
Umma yang mendengar celotehan anak gadisnya itu terkekeh. Tidak bisa berbohong juga kalau ia tertarik dengan apa yang dikatakan Tisya. "Oh ya? Boleh kok. Nanti kapan-kapan kalau kakaknya bisa main ke rumah dan mau, nanti adek tinggal kasih tahu Umma aja. Nanti Umma siap-siap, oke?"
Wajah yang sebelumnya cemberut, kini sumringah. Gigi rapih nan putihnya terlihat jelas. Tisya mengangguk dengan semangat. Kemudian mengangkat kedua jempol tangannya di udara. "Umma, the best. Love you, muahhh!!"
Afkar yang menyetir itu membelokan setir. Memasuki pelataran supermarket yang ditujunya. "Mupla ple mples. Mop plu, muplah!" cibirnya.
Astaghfirullah. Afkar berbicara apa?!
Tisya terbahak mendengar bahasa abangnya yang aneh itu. "Bahasa alien! Ngomong tuh sama setir, wuuu..." katanya.
"Abang, jangan ngomong gitu ah. Ada-ada aja," ucap Umma.
Afkar terkekeh sebentar. "Maaf, Umma. Suka kebablasan."
***
"Kamu tulis seluruh anggota yang hadir hari ini. Dan yang gak hadir kamu tulis juga beserta keterangannya. Kalau udah bisa kasih ke aku. Oke?"
"Oh--oke!"
Setelahnya, laki-laki yang menyandang sebagai ketua ekskul PMR yang baru itu pergi begitu saja. Di tempatnya duduk, Caca memegang selembar kertas A4 yang masih kosong. Caca baru saja diberi tugas untuk menulis siapa saja yang hadir hari ini dan yang tidak. Kegiatan ekskul sudah berjalan tiga puluh menit yang lalu. Masing-masing dari anggota bagian yang berbeda sedang beristirahat sejenak.
Iya, mulai sekarang Caca sudah resmi menjadi sekretaris di ekskulnya. Di hari ini, setelah bel pulang berbunyi, Caca tidak langsung pulang karena ekskulnya hari ini jadwalnya latihan. Ada beberapa ekskul lain juga yang sedang latihan seperti ekskul PMR.
Caca mengambil pulpen di tempat alat tulisnya. Kemudian gadis itu mulai menulis nama-nama anggota yang hari ini hadir. Pertama-tama ia menuliskan anggota dari bagiannya dulu. Ia masuk ke bagian PP (Pertolongan Pertama), baru setelah itu ia akan lanjut ke bilik anak PK (Perawatan Keluarga), IP (Ilmu Pengetahuan) dan Tandu Darurat.
"Kak Arsya, Fida gak masuk ya, sakit katanya." Salah satu adik kelasnya berkata seperti itu. Caca mendongakan kepalanya.
"Kalau boleh tahu, sakit apa ya?"
"Sakit perut, Kak." Dan Caca langsung menulis nama adik kelasnya yang sedang sakit itu.
Setelah selesai menulis semua nama anggota di bagian PP, Caca pamit keluar kepada teman satu bagiannya. Ia menuju bilik sebelah, ada anak PK yang tengah melipat selimut--habis praktek.
"Aku mau absen nama kalian dulu, ya. Maaf ganggu."
"Nggak kok, kita baru aja selesai latihan." Caca mencatat nama mereka. Anak PK hadir semua. Ia kemudian melipir ke anak IP yang tidak jauh-jauh dengan buku tebal tentang sejarah kepalang merahan Indonesia.
Hanya ada dua orang yang menjadi bagian dari IP, satu laki-laki dan satu perempuan. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Caca untuk mencatat. Ia berganti keluar ruangan. Menuju ke anak Tandu yang menghasilkan suara berisik.
Caca paling suka ketika melihat aksi anak Tandu Darurat. Mereka membuat tandu dengan waktu yang cepat. Bukan hanya itu, mereka juga harus fokus. Membuat tandu dengan ketahanan yang bagus dan dalam waktu yang singkat. Hal itu perlu kerja sama dua orang yang kompak.
Salah seorang laki-laki yang seangkatan dengan Caca memegang ponsel. Bersiap akan memberi hitungan mundur agar satu tim anak Tandu berlatih. "Tiga, dua, satu, mulai!"
Suara bambu beradu dengan lantai itu mulai terdengar setelah salah satu tim anak Tandu memulai aksinya. Tim itu diisi oleh dua orang. Bisa laki-laki dan perempuan, perempuan dan perempuan, atau laki-laki dan laki-laki. Tergantung bagaimana syarat untuk lomba nanti, sesuai kebutuhan. Latihan kali ini adalah diisi oleh seorang lelaki dan perempuan.
"Stop!"
Caca dibuat takjub. Tandu itu selesai dibuat. Entah berapa lama, yang jelas cukup singkat. "Jadi pengen nyoba buat tandu," ucapnya.
"Satu menit, dua belas detik. Kemajuan nih, kalian makin kompak," ujar seorang laki-laki yang memegang ponsel tadi. Ia memuji kedua temannya itu.
"Heh, Satya, tangan gue jadi korbannya!" protes gadis yang menjadi partner satu tim laki-laki yang bernama Satya itu.
Satya, yang Caca tahu adalah anak IPS.
"Berdarah. Minta kapas, betadin, sama plester ke anak PP dong," kata Satya ke salah satu teman tandunya. Dan temannya itu langsung menuju ke ruang anak PP.
"Sat, buru!" Lagi-lagi gadis itu protes. Satya berdecak. "Ck, sabar, Cinta. Kan lagi diambilin."
Gadis yang bernama Cinta itu melihat ke sekitar. Lalu matanya menangkap sosok Caca yang berjalan mendekat. Membawa selembar kertas.
"Cinta tangannya berdarah?" Caca bertanya saat berdiri tepat di samping Cinta. Ia memegang pergelangan tangan Cinta. "Aduh, kok bisa gini?"
"Ya bisalah, kegesek tali, jadi gini, Ca."
Caca meringis sendiri melihatnya. Ia jadi ngeri kalau menyoba membuat tandu. Takut tangannya akan seperti Cinta. "Ayo, diobatin dulu," ajaknya.
Cinta mengikuti langkah Caca yang menariknya. Menunggu temannya yang mengambil kapas serta betadine lama. Takut lukanya akan semakin perih dan infeksi, jadi ia menuruti Caca saja. Toh Caca bisa mengobati, gadis itu kan anak PP.
***
"Masih belum ketemu tuh gelang?"
Afkar menggelengkan kepala. Menegak minumannya yang tersisa sedikit itu hingga habis. Setelahnya, ia menyugar rambutnya ke belakang. "Hari ini gue udah nyari di masjid, terus nunggu ada yang ngembaliin, tapi gak ada," jelasnya.
"Kalau hilang beneran, gimana?"
"Bisa gak, jangan kompor sehari aja?" Afkar kesal. Ia melirik Misbah yang kini terkekeh.
"Gak kompor, gak enak borrr!!"
"Lo ngomong sekali lagi gue dupak, Mis." Ancaman itu bukan dari Afkar. Tapi dari Raka.
Mereka hanya bertiga sore ini. Duduk di tepi lapangan utama. Di bawah pohon. Ganda ada latihan ekskul taekwondo. Itulah kenapa mereka hanya bertiga.
"Halah, gak takut gue sama lo, Ka!"
"Ngomong sekali lagi, gue beneran dupak elo."
"Gak takut!"
"Misbah?"
"Aya naon sih, Jang?"
"Kalian sehari gak ribut bisa gak? Kayak anak perempuan! Berisik!"
Misbah dan Raka menatap Afkar yang tidak bisa tidak kesal barang satu hari saja. Aneh. Kapan sifat mudah marahnya Afkar hilang?
"Adik lo juga berisik terus, gue biasa aja," kata Raka. Pintar sekali menyamakan dirinya dengan adik Afkar yang masih berumur sembilan tahun.
"Tisya masih SD, lo berdua udah mau lulus SMA!"
Raka beranjak. Percuma saja berdebat dengan Afkar, apalagi Misbah, tidak akan ada ujungnya. Toh mereka sering berdebat. Jadi masa bodo. Ini hal sepele. Lebih baik ia pulang saja.
Raka melangkah dengan posisi mundur. "Mending pulang, habis itu tidur," ucapnya. Masih terus melangkah mundur. Menatap kedua temannya yang ternyata ikut beranjak juga. "Nah kan, kalian followers gue!"
"Idih, ge-er banget. Orang gue sama Afkar mau sholat ashar. Lihat noh jam berapa?" Misbah menyolot.
Raka menunduk melihat jam yang melingkar di tangan kiri. Saat itu juga kakinya tidak sengaja mengijak kerikil. Dan sesaat kemudian tubuhnya menabrak tubuh seseorang hingga dirinya terjengkang ke belakang.
"Ish, jalan tuh maju, bukan mundur. Waktu aja berjalan maju, ini orang jalan kok malah mundur. Aneh! Gak jelas!" dumel seseorang itu saat tubuhnya terhuyung ke belakang.
Sontak suara dan wajah yang tidak asing itu membuat Afkar memelankan langkahnya. Sedangkan Misbah sudah tertawa melihat temannya yang terjungkal kebelakang.
"Anak kecil," gumam Afkar setelah melihat wajah itu dari jarak dekat.
Iya, anak kecil yang waktu itu menendang bola hingga mengenai buku yang ia bawa, lalu berserakan ke mana-mana.
***
Next?
Oh iya, jangan lupa baca Sequel Only You, judulnya Only Mine. Oke? Aku tunggu kehadiran kalian di sana hehe
Dapat salam dari Caca marica heyhey, dan Afkarrrrr. Kangen katanya😙
Hug me, please😢 gomawo, i love you so much🤗
Indramayu, 06 Juni 2020 (tanggal terhoror)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro