Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

~6: Us~

Hening. Tidak ada yang berbicara ataupun membuka suara, seluruh atensi mengarah pada sekumpul orang berpakaian aneh dengan tingkah yang aneh juga.

Larut dalam pikiran masing-masing seraya menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi, jika di pikirkan peristiwa ini memang tidak logis. Bagaimana bisa mereka memiliki kembaran dengan ciri fisik yang sama?

Ini bukan dunia fantasi atau sebagainya dimana Dopplerganger itu ada dan nyata, dunia ini hanya dunia biasa dimana sesuatu seperti itu di anggap sebagai sebuah dongeng pengantar tidur untuk kanak-kanak.

Refleks kepala sedikit di miringkan, kedua manik emas menatap lamat ke salah satu pemuda bersurai mint mirip dengannya. Sejak datang ke tempat yang menurutnya aneh, ia cukup takut namun sekarang rasa penasarannya lebih tinggi dari rasa takut tersebut.

Tanpa sadar, tubuhnya yang semula duduk beranjak dari sofa empuk membuat pemuda tinggi di sebelah mengernyitkan dahi kebingungan.

"..Tenshi-sama?.."

Dengan pakaian yang terlihat cukup berat serta merepotkan namun sepertinya dia tidak mempermasalahkan itu, dirinya lebih milih mendekat ke orang yang sudah buat ia penasaran sejak tadi.

Sekarang ia berdiri tepat di depan pemuda itu, tinggi mereka sama. Ia menatap lamat dari ujung rambut hingga ujung kaki, mereka nyaris serupa yang membedakan hanya penampilan pakaian saja.

Dia merasa bingung dengan style yang di gunakan lelaki di hadapannya. Di Ark tidak ada model pakaian seperti ini dan rantai-rantai yang terikat di pinggang mengalihkan atensinya.

"Apa rantai ini kau gunakan untuk menyiksa seseorang?.."

"Apa?!-- tentu saja tidak! Ini aksesoris! Kau tidak tahu aksesoris?!"

Ia bahkan tidak tahu ada aksesoris sejenis rantai kecil seperti itu, walau diri nya sering di berikan aksesoris berupa perhiasan seperti kalung dan lain-lain tapi rantai itu tidak pernah.

Lalu perhatian teralihkan kembali kepada pemuda yang bersurai maroon, di lehernya terdapat sebuah collar, seperti kalung untung seekor anjing.

"Kau anjing ya?.. atau budak? Kenapa memakai kalung seperti itu?"

"Pfft--"

Sebagian besar mereka menutup mulut mencegah suara gelak tawa keluar walau seperti nya itu sedikit mustahil.

"Oi!-- kalian kalau mau tertawa ya tertawa saja!"

Perempatan imajiner muncul begitu saja setelah pertanyaan absurd keluar dari mulut lelaki polos seperti center nya tersebut.

Pada akhirnya ia berusaha menjelaskan kegunaan kalung di lehernya yang kurang lebih sama dengan aksesoris yang di pakai sang center, namun sepertinya lelaki di depannya ini tidak mengerti.

".. seharusnya ku menolak saat Ryo-san menyuruh ku memakai ini..."

"Kemari lah anjing kecil~"

Sedetik kemudian leader dari grup Trigger terkena lemparan bantal entah darimana asalnya yang di duga pelempar itu adalah Inumaru Toma.

Kini si surai merah lah yang mendekat ke salah satu pemuda yang mirip dengannya namun terlihat tampak tenang, itu terbukti dari orang tersebut tidak berbicara banyak dan selalu berekspresi datar.

Ia duduk di depan pemuda itu, orang yang hendak ia perhatikan menoleh lalu menatap nya dalam diam. Sesama manik crimson bertemu begitu saja, sedetik kemudian yang berekspresi datar mulai merekahkan senyum tipis dan di balas tatapan tertegun.

"Ternyata diriku versi lain sangat tampan! Seperti Iori!~"

Sepertinya jiwa narsis seorang Nanase Riku sudah muncul akibat melihat senyum menawan dari dirinya versi lain. Tidak dapat di pungkiri senyum pemuda tersebut sedikit menawan, para member Idolish7 dan sisanya pun cukup terpukau dengan senyum tipis itu.

"Terimakasih banyak.."

Dan ucapan terimakasih dengan nada lembut itu terdengar indah di telinga mereka.

"Suara mu seperti Malaikat!"

Surai biru langit berseru memuji suara sang pemuda itu dan yang lain mengangguk setuju.

"Nanase-san yang ini terlihat lebih malaikat daripada yang asli."

"Apa maksud mu Iori?! Jadi aku bukan malaikat selama ini?"

"Malaikat disini kan Kujo."

Merasa nama marga tersebut, Surai baby pink yang hanya mendengar pembicaraan mereka sejak tadi menoleh ke arah lelaki bersurai hijau lumut.

"Itu hanya julukan dari penggemar untukku."

'Malaikat Modern' adalah title yang di berikan khusus untuk Kujo Tenn, julukan yang menggambar kelembutan dan menawan dirinya di mata penggemar. Sekali lagi hanya di mata para penggemar.

Di balik semua itu, Tenn adalah pemuda bak iblis kecil menyebalkan yang lepas dari neraka. Lelaki muda yang memiliki topeng palsu di mata penggemar—Setidaknya itulah menurut sang leader Trigger.

'..aku memang malaikat... dulu sekali..'

Surai merah yang sebelumnya menampilkan senyum menawan kini kembali ke ekspresi datar namun terlihat sendu, Riku yang menyadarinya langsung menatapnya dengan lamat hingga sebuah perban di tangan dan leher pemuda itu mengalihkan perhatian.

"..perban? Apa kau terluka? Karena itu kau terlihat sedih? Ah! Aku akan membukanya dan melihat luka mu."

Riku mengambil lengan kanan pemuda tersebut, bersiap membuka perban yang melilitnya jika saja sang pemuda menarik tangannya lalu refleks mundur.

"..Maaf. Aku tidak terluka.. di dalam perban ini ada bekas luka jadi Aku menutupinya dengan perban."

"..eh?.. maaf aku lancang. Apa yang di leher mu juga?"

"Iya.."

Riku menundukkan kepalanya merasa bersalah karena telah bersikap lancang, mereka adakah tamu walau entah berasal dari mana, seharusnya dirinya lebih menjaga rasa penasarannya.

Kemudian ia merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya dengan lembut, dia mendongak dan menatap lelaki di depannya yang tengah tersenyum tipis sama seperti tadi, terlihat menawan.

"Jangan bersedih. Aku tidak marah.."

Riku tertegun melihatnya dan beberapa orang di sekitar juga tertegun melihat pemuda itu.

"Baru pertama kali ku melihat Kuon-san tersenyum selain ke Kabane-sama. Itupun sudah lama."

Satu suara membuat semua menoleh ke surai maroon yang berbeda, bukan karena penampilan melainkan ucapan yang ia katakan.

Apa dia baru saja memanggil Riku dan Izumi Iori dari dimensi lain dengan sufik -san dan -sama? Setahu mereka, Inumaru Toma lebih tua di bandingkan duo fly away tersebut.

"..um.. kenapa kalian semua menatap ku?"

"Inumaru— ah.. maksudku ku, kau. Apa kau baru saja memanggil mereka berdua dengan sufik -san dan -sama?"

Jari telunjuk leader Idolish7 menunjuk kedua orang yang mirip sekali dengan duo fly away, Surai maroon hanya menganggukkan kepala.

Apa salah dia memanggil kedua orang itu dengan sedikit hormat? Jabatan mereka lebih tinggi darinya.

"Iya. Apa salah dengan itu?.. mereka lebih tua dan lebih terhormat dari ku. Aku harus menghormati mereka."

Midou Torao dan Isumi Haruka menganga lebar, sejak kapan Inumaru Toma tunduk kepada Nanase Riku— ah. Jika Riku mereka mungkin akan paham, tapi Izumi Iori? Tidak mungkin Toma memanggilnya dengan sufik -sama.

"Aku juga akan memanggil Riku dengan -san jika dirinya terlihat dewasa seperti itu."

Beberapa diantaranya mengangguk, memang benar Riku versi lain sangat berbeda dengan Riku yang mereka kenal. Riku yang memakai perban terlihat tenang dengan aura yang dewasa.

"..lebih baik kita perkenalan lebih dahulu. Biar tidak tertukar antara satu dengan yang lain."

Saran memukau keluar dari mulut pemuda bersurai perak panjang yang sedari tadi hanya melihat tingkah juniornya. Tangan nya menunjuk si rambut mint yang berdiri tepat di depan Haruka.

"Di mulai dari dirimu."

"A-aku?.. uh.. um.. Namaku Arme.. kalian bisa memanggil ku Arme."

Dia terlihat kikuk, jangan salahkan dirinya yang tidak pernah keluar kamar dan tahu tentang dunia luar. Ia tidak pernah bertemu dengan orang selain pemimpin gereja Nerve dan bawahannya serta pasukan Unity Order.

"Arme-chan!"

"A-aku lelaki!.." 

"Tapi penampilan mu terlihat seperti perempuan."

Rona merah muncul di wajah, ia merasa sangat malu karena di sebut sebagai perempuan.

"Kalian jangan mengganggu Tenshi-sama seperti itu!"

Gebrakan meja terdengar, lantas semua menoleh dan menatap si lelaki besar bersurai coklat dengan manik emas yang tampak kesal.

"Tenanglah Qual-kun."

"Tapi—"

Mendapat tatapan tajam yang seolah memerintahkannya untuk tenang, ia pun kembali duduk dan menatap Arme yang juga tampak terkejut.

"A-ahaha.. sepertinya kita tidak boleh mengganggu Arme. Baiklah selanjutnya giliran mu yang baru saja menggebrak meja."

"Untuk apa aku menyebutkan namaku kepada orang asing seperti kalian? Bisa saja kalian musuh."

"..apa penampilan kami terlihat seperti penjahat? Yang seharusnya kau waspadai mereka."

Jari menunjuk ke tiga orang pemuda yang tengah duduk di lantai, salah satunya berbaring dengan menutup wajah menggunakan jaket. Sisanya memainkan pisau dapur yang mereka dapat entah darimana.

"Oi! Itu pisau dapur kami!"

"Pinjam sebentar."

Pisau itu di asah kemudian di lempar ke sembarang arah oleh si surai coklat, refleks si surai abu-abu menundukkan kepala lantaran pisau itu mengarah ke arahnya dan pada akhirnya pisau itu tertancap di dinding.

"Itu berbahaya!!"

"Ah.. ku kira kau pemimpin Rebellion itu. Ternyata bukan. Tidak mungkin juga pemimpin Rebellion menghindar dengan ketakutan seperti itu."

Sementara orang yang di maksud berada di sisi lain ruangan dengan kedua partnernya, sedari tadi ketiga nya hanya menyimak pembicaraan mereka.

"Baiklah. Kalian bertiga bisa sebutkan nama."

"Placer. Kalian ada makanan?"

Pemuda yang di duga bernama Placer menaruh pisau dapur itu lalu menatap mereka semua, ia ingin beranjak bangun jika saja kakinya tidak di jadikan bantalan oleh si pemimpin grup.

"Aku Horca. Sesuai kata Placer, kalian ada makanan? Kami lapar."

"Ah ada.. lalu dia? Apa dia tidur?"

Si yang di tunjuk oleh Izumi Mitsuki pun terbangun dari posisi tidurnya, jaket yang menutupi kepala terjatuh. Mereka sedikit terpukau dengan pemuda itu walau eskpresi nya tidak terlalu terlihat akibat kerah pakaian yang tinggi hingga menutup hidung.

"Vida."

Perkenalan singkat yang membuat member Idolish7 dan lainnya merasa jika pemuda itu tidak jauh beda dengan Kujo Tenn. Tampak dingin dan menyeramkan.

"Baiklah.. aku akan memasak.."

"Aku bantu! Ah.. namaku Konoe, aku ahli dalam memasak dan pekerjaan lainnya."

"..kau boleh membantu. Omong-omong, Aku Izumi Mitsuki. Panggil Mitsuki saja."

"Baik Mitsuki-san."

Kedua pemuda berbeda surai itu melenggang ke dapur, mereka terlihat cukup akrab ketika sedang memasak walau Konoe sering bertanya tentang peralatan dan bumbu-bumbu yang Mitsuki gunakan ke masakannya.

"Kalian bertiga yang berada di pojok. Perkenalkanlah diri kalian."

Mereka terpanggil ketiganya sedikit mendekat ke kerumunan orang dalam ruangan tersebut. Semua memandang mereka dalam diam, mereka lebih tertarik pada pemuda bersurai cream yang di ikat.

"Jangan menatap ku! Aku Fuuga!"

Mereka terdiam. Sepertinya mereka akan dengan mudah membedakan antara Fuuga dan Natsume Minami dari cara bicara dan sikap mereka.

"Aku Cura, perakit bom."

"Bom?!"

Lantas beberapa di antara mereka mundur menjauh bahkan ada yang bersembunyi, pasalnya saat berkenalan Cura sedang membawa sebuah bom di tangannya.

"Tenang saja. Bom ini gagal, aku sudah mencobanya saat disini tadi dan tidak berhasil."

Mereka membayangkan jika seandainya bom itu benar-benar berfungsi, mungkin sekarang mereka hanya tinggal nama.

Perhatian kini teralih ke surai abu-abu dengan jaket bertudung yang menutupi sedikit kepalanya. Aura kepimpinan begitu terasa dengan wajah tegap dan serius miliknya.

"Aku Libel. Panggil saja Libel."

"Oi Kujo, Tsunashi. Sebaiknya kalian tukar Yaotome dengan yang ini. Dia terlihat lebih baik menjadi Leader."

"Apa kau bilang Nikaido?!"

"Tidak ada yang boleh menggantikan Libel-san!"

"Sudah-sudah.. baiklah. Kalian berdua yang diam disana. Perkenalkan diri kalian."

Kuon melirik surai navy yang hanya diam, tampaknya dia tidak akan menjawab pertanyaan mereka dan ia pun berinisiatif memperkenalkan diri.

"Aku Kuon dan dia... Kabane."

Semua mengangguk, Kabane sepertinya terlihat sangat dingin di bandingkan Iori yang mereka kenal.

Kemudian mereka teralihkan ke dua pemuda misterius yang mengenakan topeng dan satunya membawa buku kecil di tangan.

"Kau.. bisa lepaskan topeng mu. Dan beritahu kami namamu."

Topeng itu di lepas perlahan, terlihat wajah tak asing dengan tatapan tenang. Manik magenta itu menatap mereka semua kemudian tersenyum tipis.

"Ethernea.. itu namaku."

"..Terlihat beda dengan Momo-san.."

"Walau begitu aku tetap senpai kalian~"

"Dan kau yang memegang buku. Siapa nama mu?"

"Misericorde."

Singkat sekali jawabannya namun mereka tidak terlalu peduli mungkin saja memang sifatnya yang sudah seperti itu.

"Tinggal kalian berempat. Perkenalkan nama kalian, di mulai dari kau yang bertangan robot."

Setelah Orikasa Yukito berkata seperti itu, atensi mereka semua teralihkan ke tangan besi menyerupai mesin milik surai silver panjang. Tangan besi itu berwarna emas dan terlihat tidak seperti tangan manusia.

"Aku Reue, dan ya.. ini tangan besi. Tangan ku hilang beberapa tahun lalu~"

"Ketua!—"

"Ini hanya perkenalan saja Qual-kun~"

Setelah Reue mengatakan itu, semua larut dalam pikiran dan membayangkan apa yang terjadi dengan tangan Reue. Apakah dia terlahir tanpa tangan? Atau mungkin tangan nya harus di amputasi karena sesuatu?

"..ah.. lalu kau yang memiliki tubuh pendek—maksud ku tidak terlalu tinggi."

Member Idolish7 berharap Mitsuki tidak mendengar apa yang di katakan oleh Nikaido Yamato.

"Aku? Panggil saja Leiden dan aku tidak pendek, tubuh ku memang seperti ini. Tapi jika kau mengatakan aku pendek lagi, aku bisa saja menghancurkan tulang rusuk mu itu."

Sepertinya Leiden lebih suka menggunakan tangan kosong di bandingkan Mitsuki yang sering menggunakan peralatan dapur.

Yamato lantas mengelus pipinya yang dulu pernah menjadi sasaran pukulan tangan kosong Mitsuki saat keduanya sempat berselisih paham.

"Dan kau.. um... yah siapapun kau. Perkenalkan namamu."

"Schau. Penembak jitu."

"Maaf-maaf~ Schau memang dingin~"

"Baiklah.. kau yang bersurai coklat. Boleh kami tahu namamu?"

"Qual. Aku penjaga Tenshi-sama."

Sepertinya Tsunashi Ryuunosuke yang ini memiliki sumbu kemarahan yang pendek, nadanya terlihat ketus saat berbicara.

Kini giliran para member yang berkenalan, mereka memberitahu nama mereka secara normal dan seperti biasa semua berawal dari Idolish7 dan berakhir di Zool.

Seketika suasana ruangan itu kembali hening, tidak ada yang berbicara hanya untuk sekedar basa-basi.

"..Tenshi..."

"...apa ini keberuntungan? Kita berada di tempat yang sama dengan sang Tenshi...."

Vida melirik Arme yang hanya diam di sebelah Qual dan melihat sekitar, bisa saja dia menculiknya dan membawa Arme pergi namun kini mereka terjebak di suatu tempat aneh.

Dia tidak bodoh, ini bukanlah Ark atau pun Daratan. Jelas-jelas mereka berada di suatu tempat yang tidak di ketahui siapapun, Vida pun yakin pemimpin Gereja Nerve itu pun tidak tahu dimana mereka semua. Namun, tetap saja mereka semua harus waspada, menurunkan kewaspadaan sedikit saja mungkin akan berdampak buruk.

Reue bangkit lalu mendekat ke pemimpin Gereja Nerve dan pengikutnya yang ada di sebelah. Ia ingin mempertanyakan apa yang terjadi dan berada dimana mereka saat ini. 

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?.. Tenshi-sama bisa dalam bahaya terutama kini kita berada di satu tempat dengan para pemberontak dari Daratan. Kokujohyako dan Rebellion, di tambah tiga orang asing yang tidak pernah kita ketahui mereka berasal dari Ark atau Daratan."

Para idola hanya memperhatikan percakapan antara Reue dan kedua orang yang sepertinya di anggap penting, walau sebenarnya mereka sangat penasaran apa yang mereka maksud. Tempat-tempat dan sesuatu yang mereka sebutkan mereka tidak mengerti.

Apa itu Ark? Daratan? Lalu Kokujohyako dan Rebellion, serta Tenshi. Memang ada malaikat di dunia ini, kalau ada itu pasti bukan Kujo Tenn. Dan akhirnya mereka menemukan satu jawaban dari beberapa pertanyaan itu, Tenshi yang di maksud adalah Arme.

".. kita ikuti saja alur ini. Kita cukup menjaga Tenshi."

"Baiklah."

"Tidak perlu khawatir.."

Suara tenang nan lembut mengalihkan perhatian, lantas menatap Kuon yang tampaknya ingin berbicara sesuatu.

"Dunia ini berbeda. Tidak ada perang dengan senjata tajam yang dapat menghabiskan nyawa dalam sekejap, walau begitu manusia mempunyai cara tersendiri untuk menghabisi seseorang selain dengan senjata tajam."

"...aku tidak mengerti.."

"Ah! Maksud Kuon-san adalah kita saat ini berada di tempat yang aman dan tidak berbahaya."

"Apa dia selalu berbicara seperti itu?.."

Konoe yang tengah membersihkan meja menganggukkan kepala, terkadang perkataan Kuon tidak mudah di cerna dia sendiri pun memerlukan waktu beberapa saat agar dapat memahami nya.

".. tapi.. tidak semua dunia aman. Benar, bukan?"

Kuon menatap Riku dalam diam, pemuda berambut merah itu sedikit kikuk di tatap secara tiba-tiba terutama dengan ekspresi datar seperti itu.

"Ah.. iya. Tidak ada tempat yang aman di dunia ini." 

-------------------------------------------

Akhirnya cerita ini kembali setelah sekian lama tidak up:D tapi gapapa. Semoga masih ada yang membaca cerita ini:"

Oke. Silahkan di vote dan komen, kritik atau saran juga boleh

Bye bye~ 👋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro