20. Boss Who's Confused to Complete His Obligations
Katakan Reliy munafik.
... atau mungkin bodoh.
Setelah pelecehan dan penyekapan yang dilakukan Keenan, serta crippling kiss dari Tyler di antara genangan air sungai beberapa hari lalu, Reliy malah memilih untuk mengurung diri di dalam kamar apartemen.
Tidak ada tindakan lebih lanjut setelah peristiwa tersebut, seperti melaporkan kejahatan Keenan ke kantor polisi atau minimal memberitahukan hal itu pada pihak kampus.
Yang Reliy tahu hanyalah Keenan dibebaskan karena orangtuanya adalah seorang pengacara hebat. Lalu karena tidak ada bukti dan Reliy menghilang begitu saja, maka masalah ini pun berakhir begitu saja.
Kata Bianca, Keenan hanya mendapat sanksi berupa pelayanan masyarakat selama tiga bulan karena membawa senjata api tanpa izin dan dalam keadaan mabuk.
Saat Bianca mengatakan hal tersebut, Reliy hanya ingin meludahi wajah lelaki itu. Namun, sampai di hari ketujuh ini pun tidak ada yang bisa dilakukan Reliy selain menangis diam-diam dan mengurung diri di dalam kamar.
Dua kegiatan yang ternyata membuat Bianca khawatir, hingga kekhawatirannya menjadikan mom datang ke Las Vegas saat weekend dan kini sedang duduk menunggu Reliy di ruang tamu, sambil minum teh.
Percayalah, Reliy menangis berhari-hari bukan karena peristiwa pelecehan tersebut, melainkan karena hal yang jika kau mengetahuinya maka kau akan berpikir bahwa Reliy sungguhan sinting.
"Kau tidak seharusnya datang mengunjungiku, Mom," kata Reliy, sambil berusaha menutupi rasa frustrasinya karena kehidupan yang tiba-tiba saja berubah kacau.
Mom meletakkan cangkir tehnya di atas meja lalu menatap Reliy dalam-dalam, menghasilkan rasa tidak nyaman bagi gadis itu. "Kapan dan apa yang kau konsumsi terakhir kali?" tanya mom, sambil mengedarkan pandangannya pada apartemen kecil yang catnya sudah terlalu kusam untuk dibiarkan. "I'm sure you're not fine, Sweetie."
Reliy menggeleng pelan kemudian mengusap kening dengan kedua tangannya, sekadar menjauhkan poni yang hampir menutupi mata. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Reliy menyadari bahwa sudah lama ia tidak memerhatikan diri sendiri, sehingga sekarang—tanpa melihat cermin dia mengetahui betapa kacau dirinya.
Dan kekacauan itu sebenarnya bukan karena hukuman tak adil yang diterima Keenan, melainkan karena Reliy tidak bisa mengusir Tyler dalam otaknya.
Terlebih Reliy juga akan menjadi orang paling konyol jika meminta Tyler untuk datang, setelah memberikan tamparan terkuat di wajah lelaki itu dan menyemburkan sejuta makian selama hidup Reliy.
Jadi ... selama seminggu ini, Tyler sukses mengganggu Reliy hingga membuatnya menangis seperti orang konyol dan hidup bagaikan gadis yang menginginkan kematian, tetapi dipenuhi keraguan.
"Bacon ukuran jumbo yang disimpan B untukku."
"Dan?" Mom masih terus bertanya, seolah belum puas dengan jawaban Reliy yang dijawab setengah hati.
"Berjanjilah kau akan pulang setelah aku menjawab ini," pinta Reliy.
Mom tidak menjawab. Wanita berambut hitam pekat yang beberapa bagiannya telah dihiasi uban, hanya menatap Reliy sambil sesekali mengusap tas usang berbahan kulit buaya.
Dari bahasa tubuh yang diberikan mom barusan, Reliy tahu jelas bahwa wanita itu sedang khawatir luar biasa dan Reliy menyalahkan Bianca.
Bianca—gadis pirang itu—pasti mengatakan hal berlebihan kepada mom, seperti tentang betapa malasnya Reliy mengikuti kelas akhir-akhir ini atau tentang betapa menyedihkannya perekonomian Reliy selama berada di Las Vegas karena kehilangan pekerjaannya.
Dan jujur saja, jika dugaannya itu benar Reliy jadi ingin berteriak keras-keras demi memberitahu mom siapa dalang di balik semua ini.
Intinya kehidupan Reliy hancur setelah pertemuannya dengan Tyler dan kabar buruknya, lelaki itu malah menjadi sesuatu yang sulit sekali dienyahkan.
"Fine, Mom." Reliy menahan diri agar tidak memutar mata dan memilih untuk menggulung rambut panjangnya. "Kita sarapan bersama dan pergi ke gereja."
"Kau sedang dalam masalah, bukan?"
"Bukan hal penting."
"Dan itu sungguh penting jika menyangkut putriku!"
Bentakan pertama, setelah beberapa menit mom melembutkan suaranya dan itu berhasil membuat Reliy melebarkan kedua netranya.
Well, mom tidak pernah meninggikan suaranya meskipun jika wanita itu sedang marah. Bagi Reliy, mom adalah wanita paling sabar dalam hidupnya. Namun, kali ini entah apa yang menjadi kesalahan Reliy, mom justru membentaknya—sambil mengguncang bahu Reliy—membuat mereka berdua harus melangkah mundur akibat guncangan tersebut.
Reliy menggeleng pelan dan secara perlahan, segera menjauhkan genggaman mom di kedua bahunya. "I'm fine, Mom," ujar Reliy pelan kemudian segera melangkah menuju kamar—sekadar mengambil baju luaran, sepatu boots, dan kacamata—setidaknya Reliy membutuhkan barang-barang itu untuk menyembunyikan rupa menyedihakan ini.
"Kau tidak bisa membohongiku, Reliy." Mom bertolak pinggang, berdiri di pinggir tempat tidur Reliy—yang entah sejak kapan mengikuti Reliy. "Aku mendengar permasalahanmu dengan anak bungsu dari keluarga Laurens. Dia ...,"—mom mengembuskan napas panjang—"melecehkanmu."
"Mom—"
"Seharusnya kau memberitahuku."
"Mom—"
"Aku telah mendapatkan pengacara untukmu dan aku juga sudah mengajukan—"
"Mom!!!" teriak Reliy, merasa jengkel karena mom terlalu mencampuri urusannya dan tanpa mengetahui apa yang sebenarnya menjadi keresahan putri sulungnya. "Please, mind your own business."
"Reliy ...."
"Aku tidak tertarik untuk membawanya ke meja hukum." Sambil berusaha menahan air matanya, Reliy segera memeluk mom demi mendapatkan ketenangan. "Ini hanya akan menguras tabungan kita dan aku ... sudah tidak memiliki pekerjaan lagi. So ...
"I'm so sorry, because I made you worry," ujar Reliy pelan, sembari mengusap lembut punggung mom dan secara diam-diam ia kembali menangis.
Yang mana, tanpa melihat pun mom jelas mengetahui bahwa Reliy sedang menangis, hingga bunyi pot berbahan tanah liat di serambi kamar Reliy tiba-tiba saja berhasil mengalihkan perhatian mereka berdua.
Itu bukan ulah Dupon—kucing persia—peliharaan Reliy yang beberapa kali selalu menjatuhkan pot bunga Reliy, melainkan sosok lelaki yang selama seminggu terakhir ini berusaha Reliy usir dari pikirannya.
Dia Tyler Kavinsky. Mengenakan pakaian super rapi, sedang tersenyum seolah menebarkan pesona lalu melangkah masuk tanpa permisi. Ia mengulurkan tangannya, mencoba menjabat tangan mom sambil berkata, "Nice to meet you, Mrs. ...."—Tyler melirik ke arah Reliy sesaat—"Dawson. Maaf karena ketidaksopananku, tapi ... kau bisa memanggilku Tyler dan aku adalah boss putrimu yang kebingungan bagaimana cara melunasi kewajibanku, sebab ia tidak pernah membuka pintu apartemennya.
"So ... aku hanya akan memberikan ini dan segera pergi," kata Tyler panjang lebar, serta penuh percaya diri sambil memberikan gulungan Dollar di telapak tangan mom.
Bahkan dalam hitungan detik, Tyler juga tidak lupa memberikan kedipan mata ke arah Reliy sambil menggerakan bibir yang secara otomatis, mampu dibaca Reliy.
Reliy melongo dan percayalah, saat itu pula Reliy bisa merasakan ribuan pisau menancap jantungnya.
"Please ... stop coming to me, Kavinsky," bisik Reliy.
Namun, karena terlalu pelan suara Reliy malah tenggelam di antara ucapan Tyler yang menyatakan bahwa ....
"I'm her boyfriend dan permasalahan yang kalian bicarakan tadi, baru saja diselesaikan."
****
What do you think about this chapter??
Weird, eh?
Sejujurnya, kepercayaan diriku meredup buat nulis ini dan sejujurnya aku juga kesulitan buat cari celah supaya Reliy dan Tyler bisa saling deket terus sayang-sayangan. Kupikir, masih butuh waktu lama supaya kedekatan mereka tampak natural, ditambah lagi mom itu agamis sedangkan Tyler ....
... gak ada sopan santunnya. Jadi kuharap kalian bisa sabar buat menunggu adegan baper2an.
Kasih pendapat kalian ya. See you later
Ig: augustin.rh
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro