07. Unexpected Attack
Dan di sinilah final chapter-nya.
Permainan berakhir. Sang pelayan berhasil mencelakai sang raja kemudian kabur meninggalkan istana.
Setidaknya begitulah yang Reliy pikirkan dan dia harap itu sungguhan atau lebih tepatnya Reliy yakin ini bukan mimpi, meski ia juga meragukan mengapa mengalahkan Tyler bisa semudah demikian dan mengapa Reliy tidak melakukannya sejak awal? Apa dia terlalu takut pada sosok Tyler atau karena mengira, bahwa hidupnya sudah cukup bermasalah karena menjadi bagian dari keluarga Dawson?
Sekadar catatan, pertanyaan terakhir memang tidak memiliki keterkaitan dengan Tyler. Namun, Reliy memasukkannya ke dalam daftar pertanyaan yang saling bertabrakan di dalam kepalanya.
Well ... yeah, so many questions and this sounds confusing, but ....
Seriously! Ini akan terdengar sangat konyol, terutama jika kau tahu bagaimana Reliy mencelakai Tyler.
Tidak ada adegan berdarah atau adegan mendorong yang membuat seseorang harus terjatuh dari lantai tujuh.
Jadi ... anggap saja Tyler terlalu mudah untuk dilumpuhkan-hanya dengan satu pukulan, menggunakan asbak dan jikalau terluka pun pasti tidak akan menimbulkan gegar otak.
Oh, Reliy bahkan tak menyangka hal itu bisa terjadi karena kenyataannya, dia tidak sekuat demikian. Pasalnya dua minggu lalu, ketika Reliy dan Bianca berkunjung ke GameWork Las Vegas at Town Square dan bermain punching bag record, dia hanya mendapatkan skor 174-berbanding jauh dengan angka 848 yang entah milik siapa.
So, dengan maksud tidak menyombongkan diri, Reliy menganggap bahwa hal tersebut adalah suatu keburuntungan dan tanda kasih sayang Tuhan untuk membebaskannya dari sistem perbudakan Tyler.
Overacting? Yes. Kau benar. Reliy memang memiliki pemikiran seperti itu-tadi-lima belas menit yang lalu.
Namun, tidak dengan sekarang. Reliy tampak gelisah-nyaris terserang perasaan panik, memikirkan ini-itu hingga beberapa kali harus menerima klakson dari para pengemudi dan makian dari para pejalan kaki di Swenson st.
Reliy mengembuskan napas. Giginya tidak berhenti menggelatuk dan ia muak dengan kebiasaan ini.
"Ya, kau benar, Reliy ... tidak ada penyesalan dan tidak ada lagi si Tyler fucking Kavinsky," umpat Reliy di sela-sela bunyi gemelatuk dan terus melangkah lebar di jalur khusus pejalan kaki, membelah lautan manusia, mengabaikan kemeriahan kota Las Vegas pukul tujuh malam.
"Kau akan baik-baik saja. Meninggalkannya dalam keadaan seperti itu, bukanlah hal buruk dan semoga saja dia mengalami amnesia, sehingga kau tidak dituntut." Lagi-lagi Reliy berbicara seorang diri, sambil mengangguk kuat penuh keyakinan, tanpa memedulikan pandangan orang lain yang menganggapnya sebagai gadis aneh.
Aneh dalam artian, seperti gadis tersesat, linglung, sakau, dan ... salah kostum. Mungkin. Yeah-entahlah-Reliy masih mengenakan pakaian yang sama saat ia di kampus-penampilan paling mencolok di antara perlombaan fashion di jalur pejalan kaki, dan Reliy tampak berantakan akibat tindakan dramatis di apartemen Tyler.
Itulah alasan mengapa orang-orang yang melihat Reliy menganggapnya sebagai gadis aneh.
Menyedihkan.
Well ... abaikan saja pandangan orang lain dan adegan dramatis itu, sebab di waktu bersamaan dan entah sudah berapa kali, Reliy seolah tidak menyadari bahwa lehernya terus-menerus menoleh ke belakang, sekadar mengamati apartemen Tyler yang gedungnya masih bisa dilihat dengan mata telanjang.
"Sial! Tukar saja otakku dengan otak keledai, jika keledai saja lebih cerdas dariku."
Reliy mengumpat lagi, meremas kedua tangan lalu mulai menyalahkan diri sendiri tentang, mengapa ia tidak sekalian merusak ponsel Tyler agar video itu menghilang?
Reliy pasti sudah kehilangan akal sehat untuk melindungi diri.
Dan setiap kali mengingat hal tersebut, amarah Reliy selalu memuncak. Ia terlalu naif, hanya memikirkan cara untuk segera kabur-tanpa berpikir panjang. Bahkan berniat menghancurkan senjata pamungkas yang dimiliki Tyler pun tidak, sehingga diam-diam, sembari menatap tajam gedung apartemen Tyler, Reliy bersumpah tidak akan mengampuni lelaki itu.
Atau mungkin ... tidak akan mengampuni jika lelaki itu tidak mengejar-menyusul-meminta maaf-menghapus video-nya dan ....
God damned!
Reliy menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Pikiran aneh setelah aksi pemukulan asbak untuk Tyler kembali hadir, dan Reliy harus segera mengenyahkan hal tersebut.
"Tidak. Tidak. Tidak. Jangan menjilat ludah sendiri, Reliy. Itu memalukan dan kau tahu ... Tyler adalah masalah untukmu," ucap Reliy berulang kali, seolah kalimat tersebut adalah mantra paling ampuh sedunia.
Reliy memeluk lengannya. Merasa kedinginan, seorang diri-di antara lautan manusia-pada pukul tujuh malam-seperti pecandu narkoba yang sedang sakau karena sekarang, cuaca Las Vegas sedang panas-panasnya. Ia berjalan mundur beberapa langkah, sambil terus memandangi apartemen Tyler lalu memaki.
Dilihat sepintas, orang-orang akan berpikir bahwa Reliy adalah gadis malang pecandu narkoba, yang baru dicampakkan oleh kekasihnya dengan cara paling menyedihkan.
Very dramatic right?
Alright, alright ... Reliy tidak peduli dengan pandangan mereka karena tiba-tiba saja, hal paling mengejutkan terjadi. Sepasang mata hijau army di balik kacamata tebal itu melebar, mulut ternganga tanpa sadar, dan refleks Reliy memutar tubuh hingga berlari sekuat mungkin.
"Fuck off Dude! Jangan mengejarku," kata Reliy, sambil terus berlari. "Aku tidak akan memaafkanmu."
Reliy kembali menoleh ke belakang-hanya hitungan detik-dan melihat mobil Tyler terpampang jelas di belakang Reliy. Tidak jauh, tetapi akan segera menyusul meski Reliy tengah berlari sekuat tenaga.
"Oh, shit!" maki Reliy lagi dan terus berlari. Ia tidak ingin Tyler menangkapnya dan jika ini film, bisa saja lelaki itu akan menculik, menyekap, lalu lebih parahnya membunuh.
Oh my God, Reliy bahkan lebih memilih Tyler meminta tebusan atau ganti rugi apa pun, daripada mengalami ketiga hal paling menyeramkan itu.
Karena percayalah, Reliy tidak bisa membayangkan jika ketiga hal tersebut terjadi pada dirinya. Ibunya dan Peter di Mesquite pasti akan menangis tersedu-sedu kemudian mengalami gangguan mental, hingga Tyler akan menjadi orang pertama yang akan Reliy temui di neraka demi membalas dendam.
Overacting? Yes. So, please ... jauhkan Tyler dan buat lelaki itu tidak melihat Reliy.
Lalu tepat dihitungan ke enam puluh delapan versi Reliy, keajaiban itu terjadi. Tyler mengabaikan keberadaan Reliy di jalur pejalan kaki sebelah jalan raya, mengendarai mobil super cepat, dan ....
... seketika perasaan benci menyeruak di dalam diri Reliy. Semakin lama, semakin memuncak, hingga kedua tangannya gemetar-menahan amarah.
"Kau baik-baik saja, Reliy," bisiknya sembari menggeleng pelan kemudian melanjutkan perjalanan pulang menuju apartemen lusuhnya. "Tidak perlu memikirkan ataupun khawatir. Bukankah, itu yang seharusnya terjadi?
"Yes, you right," bisik Reliy sambil melepas kacamata tebalnya dan menyangkutkannya di saku depan celana jins.
Gadis itu mendengkus kesal kemudian menendang kerikil. Ia tidak habis pikir mengapa Tyler mengabaikannya? Padahal kalau dipikir-pikir pun, Tyler bisa saja memaksa Reliy. Namun, di waktu bersamaan untuk apa Reliy mengharapkan hal lain dalam artian kesal luar biasa, di saat Tyler membiarkannya? Ini tak masuk akal dan benar-benar gila!
Tidak mungkin hanya karena ciuman dan mustahil jika Reliy peduli dengan Tyler karena ia meninggalkan lelaki itu sendirian, dalam keadaan terluka. Sial! Lagi pula Reliy pikir lukanya termasuk ringan sebab Tyler masih bisa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, hingga mengabaikannya.
Oh, shit! Beraninya kau mengabaikanku. Pikir Reliy ketika cuplikan beberapa menit lalu itu kembali terlintas.
Sesampainya di halte bus, Reliy duduk di salah satu bangku kosong, keningnya mengernyit-semakin lama semakin dalam, seolah kebingungan tingkat akut. For God sake, mengapa keinginan sang dewi batin serta logikanya selalu bertabrakan, jika hal itu menyangkut Tyler. Ini memusingkan dan Reliy kesulitan untuk memilih.
"Dia-Tyler Kavinsky-benar-benar masalah dan kau, tidak seharusnya khawatir. Gah ... damn!" Reliy kembali mendecak, mengetuk-ngetukkan kaki di trotoar lalu mengambil earphone dari saku celana jins dan menyambungkannya pada ponsel-sekadar mendengarkan mp3, sembari menunggu bus.
Lagu Happy Song dari Band asal Inggris-BMTH-memenuhi kepala Reliy. Ia menggoyang-goyangkan kepala, sambil sesekali bersenandung dan seperti idiot, tidak menyadari bahwa ada orang lain yang sedang mengamatinya, hingga kilatan kamera akhirnya berhasil menyadarkan Reliy.
Reliy menoleh, terkejut, dan sadar bahwa orang itu adalah orang asing-tampak mencurigakan, sehingga buru-buru Reliy berdiri sembari mencengkram erat tali tasnya.
"Apa kau mengambil fotoku?! Apa kau penguntit?!" tuduh Reliy dengan nada cepat, membuat orang itu terkejut dan langsung berlari.
Itu sungguh pertanyaan bodoh, tetapi saat melihat reaksi orang tersebut Reliy pun turut mengejar. Mengikuti orang itu ke mana saja-berharap, setidaknya bisa melihat wajah di balik tudung hoddie itu-hingga tiba-tiba saja langkah Reliy terhenti. Mata Reliy melebar, ia kembali menggelatuk dengan tubuh gemetar luar biasa, seakan telah menyadari bahwa dia sedang digiring ke kawasan sepi dan ....
... dalam hitungan detik suara kamera itu kembali terdengar.
Semakin lama, semakin banyak hingga membuat Reliy harus menebarkan pandangan ke segala arah-mencari di mana asal suara kamera tersebut.
Lalu beberapa detik kemudian Reliy merunduk, tampak kacau. Bahkan percayalah, ia terlihat nyaris menangis.
"No. No. Please, stop ... akh-"
Ucapan Reliy terputus saat seseorang menyekap bibirnya, membuat Reliy ingin menjerit dan sekuat tenaga melakukan pemberontakan. Namun, sial! Orang itu mengunci seluruh anggota geraknya dengan tenaga yang berbanding jauh.
Relly meronta-ronta dengan suara nyaris tak terdengar, hingga sebuah bisikan terdengar jelas di telinga kanannya.
"Sstt, be quite honey and let's have fun for few minutes."
*****
Hope you like it gaes. ^^
Ig: augustin.rh
Anyway, I wrote this chapter cz I saw that pic lol. He's cool. Just it 😅
Dan kalau kalian liat feeds ig-ku captionnya cuma "Lihat, tapi pura-pura gak lihat."
Bocoran, gambar ini adalah inspirasi untuk chapter ini dan chapter besok. ^^
See u later.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro