Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

i. Circa


first published march 20th 2014

.

.

.

13 Februari 2014.

Kalender di hadapannya jelas mempersembahkan tanggal tersebut. Nyata, sama sekali bukan mimpi atau rekayasa. Memangnya siapa yang mau repot-repot mengubah tanggalan di kalender hanya untuk menipunya? Kadang-kadang, pikirannya memang terlampau berlebihan; atau malah pemahamannya tak sampai. Kadang-kadang—ya, kadang-kadang—Ok Jinhee sendiri tidak mengerti bagaimana pola pikirnya.

Di dorm sendirian. Tentu saja, lima gadis lainnya tengah berpartisipasi dalam acara Valentine Pepero event bersama dengan boyband senior mereka, KNOX. Jinhee sendiri tidak ikut serta. Acara ini penuh dengan fanservice, jelas, sementara untuk memberikan yang ekstra seperti itu, dia tidak sanggup. Masih, bayang-bayang sepuluh tahun yang lalu membekas di kepalanya. Seolah-olah sampai kapan pun ingatan itu akan selalu menjejak dan membuatnya menciptakan dinding yang tak akan dilepas pertahannya.

Ok Jinhee mengerucutkan bibir dan kembali mematrikan pandangan pada angka 13, lalu beranjak menjauhi kalender.

.

.

.

"Jangan pergi jauh-jauh."

"Hng."

"Jangan terlibat hal yang aneh-aneh."

"Neeee."

"Kenapa tidak ikutan acara itu saja, sih? Kan lumayan meningkatkan pamor."

Gadis itu bergerak-gerak gelisah, kakinya diayun-ayunkan dengan cepat. Pembicaraan seperti inilah yang dihindarinya. Haelmoni selalu tahu kalau ketakutan Jinhee begitu susah dicegah kemunculannya, sehingga pada suatu waktu pasti akan membatasi pekerjaannya juga. Hari ini, misalnya, gadis itu memohon-mohon kepada agensinya untuk tidak ikut serta dengan alasan yang mereka tahu jelas. Tidak ada yang menyanggah, namun tentu saja gadis itu tahu bahwa mereka kecewa. Idol sepertinya tentu tidak akan terlalu terkenal di kalangan penggemar nantinya. Jarang muncul, jarang disorot kamera, jarang menyebar skandal. Mau dikenal dari mana?

"............" Tak ada yang bisa diberikannya sebagai jawaban. Gadis itu malahan menunduk untuk menghindari tatapan dari wanita tua yang sudah bersamanya sejak bertahun-tahun lalu. Haelmoni kenal Jinhee lebih baik daripada Eomma dan Appa mengenalnya. Tanpa Jinhee banyak bicara pun, wanita itu sudah bisa menarik kesimpulan.

Haelmoni cenayang, dulu dia pernah bilang begitu.

Ada desahan napas pelan di depan sana, dan Jinhee tahu kalau neneknyalah yang menghela napas. Mungkin sudah tidak tahu mau bilang apa lagi, karena putri Ok jelas tidak akan mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan. Keberadaannya di sini sebenarnya merupakan izin dari manajernya karena Jinhee mengatakan sudah kangen sekali dengan neneknya, tapi sesampainya di sini, ia malah menyatakan ingin berjalan-jalan sendirian di luar sana. Sudah lama ia tak menghirup udara segar; sehari-harinya dipenuhi oleh ruang dorm yang terlampau sempit untuk enam orang gadis dan juga beberapa tempat yang mengharuskannya tampil dengan titel HoneyDay Jinhee. Gadis itu masih belum berani mengangkat kepala hingga akhirnya terdengar kalimat yang semula diharap-harapkannya diucapkan oleh sang nenek walaupun lisannya agak berbeda.

"Pulangnya jangan malam-malam. Gih."

Gadis Ok langsung mendongak dengan wajah tak percaya. Lantas, ia melompat turun dari tempat duduknya dan segera memeluk leher neneknya, lalu memberikan kecupan ringan di pipi.

Singkat kata, setengah jam kemudian ia sudah berjalan-jalan di Myeongdong. Perlu penyamaran ekstra baginya karena bisa-bisa akan timbul kegemparan soal Ok Jinhee yang 'melalaikan' tugas untuk tampil di acara Valentine Pepero Event bersama HoneyDay lainnya. Rambutnya dimasukkan ke dalam topi rajut sementara masker bergambar Hello Kitty terpasang menutupi batang hidung hingga ke rahang. Pakaiannya dibuat setomboy mungkin—beda jauh dengan kesehariannya—dan ia membawa ransel besar. Khas bocah petualang. Banyak-banyak diusahakannya untuk tidak bergerak seperti seorang 'Jinhee' dan sampai sejauh ini, ia berhasil. Belum ada yang memergokinya dan memekik, 'Jinhee-ya!' dengan heboh dan minta tanda tangan. Hng, biasanya juga tidak begitu, sih. Keberadaan Jinhee seolah tak kasatmata, entah kenapa. Mungkin karena ia paling muda, mungkin karena ia kalah cantik, mungkin karena memang jarang terpampang di media.

Intinya sih, Ok Jinhee memang tidak istimewa; baik dulu maupun sekarang.

Pikiran-pikiran semacam itu dijauhkannya dari kepala. Sekarang bukan waktunya untuk mulai membanding-bandingkan diri dengan yang lain. Jinhee ke sini mau jalan-jalan, mau mengisi waktu yang kosong sebelum waktunya kembali ke dorm. Jadi, ditepuknya pipi keras-keras dengan kedua tangan, lalu ia melangkah melanjutkan perjalanannya.

Suasana khas Valentine, ramai sekali. Berkali-kali Jinhee mengecek jam tangan digitalnya, memastikan bahwa hari ini masih tanggal 13 dan bukannya 14. Masih besok, kan? Tapi ada begitu banyak pasangan yang ditemuinya, semuanya bergandengan tangan atau berangkulan. Wajah-wajah yang bahagia dan malu-malu terlihat begitu jelas. Mungkin tanggal 13 bisa dibilang sebagai pre-Valentine—dia tidak paham. Belum pernah merasakan hal-hal semacam itu, mengingat untuk bersentuhan seujung jari dengan lawan jenis saja bisa membuatnya gatal-gatal selama beberapa jam.

Begitu ya, kalau jatuh cinta?

Kala frase 'jatuh cinta' melintas, dalam kepalanya langsung terbayang olehnya wajah seseorang. Napasnya langsung berhenti beberapa saat sebelum bayangan itu buru-buru dihapusnya. K-kok bisa terpikir begitu? Nona Ok mengerutkan keningnya sambil terus berjalan. Dari sekian banyak orang yang dikenalnya, mengapa wajah itu yang muncul saat ia memikirkan soal 'jatuh cinta'?

Jinhee tidak mengerti.

Kakinya terus menciptakan jarak dari titik awal perjalanannya bermula. Nuansa merah muda ada di mana-mana, mungkin sekarang Valentine sudah setara dengan hari nasional. Sepanjang jalan, ia melihat toko-toko memakai dekorasi berwarna merah jambu dengan etalase-etalase yang memamerkan segala hal yang berhubungan dengan kasih sayang. Pakaian wanita bermodel manis dengan mayoritas warna putih dan pink, boneka-boneka yang memeluk bantal hati, pajangan yang menampilkan pasangan kartun, juga berkotak-kotak cokelat yang telah dihias dengan cantik dan diberi pita. Dua orang gadis berjalan ke arahnya dari direksi yang berlawanan, membawa kantung belanjaan dan tampak senang sekali. Ketika melewatinya, Jinhee bisa mendengar mereka akan membuat cokelat bersama untuk diberikan pada "...Sunbae di klub basket kira-kira mau terima gak, ya? Hihihi," sementara dia hanya bisa mengerutkan kening.

Sepenting itu ya, memberi cokelat pada orang yang disukai?

Bertanya-tanya sendiri dan pada akhirnya Ok Jinhee masih tidak menemukan jawabannya. Ne, baiklah, ia memutuskan untuk terus berjalan, lupakan, Ojin gak ngerti yang begituan. Namun sepanjang jalan ia tetap memikirkan cokelat, cokelat, dan cokelat. Dua gadis yang barusan terlihat begitu antusias dan berbunga-bunga dengan wajah yang bersemu kemerahan. Is that what they call 'fall in love'? Untuk seorang gadis yang belum pernah menemukan bukti bahwa laki-laki itu patut diberikan kasih sayang, ia berpikir terlalu banyak.



—sampai-sampai ia tak sadar sudah masuk ke sebuah toko cokelat dan membeli blok cokelat masak.

Ketika sadar telah mendapatkan struk bukti pembayaran cokelat beserta cetakannya (dan pita, kotak, dan kertas kado), Jinhee tercenung selama beberapa saat. Memangnya untuk apa dia beli semua ini? Tidak ada yang mau diberikannya cokelat; tidak ada yang disu—wajah itu muncul lagi di kepalanya dan tahu-tahu pipinya terasa panas. Setelah mengucapkan terima kasih pada penjaga toko dan keluar, ia kembali memikirkan orang yang terus-menerus muncul di kepalanya. Apa Ojin 'suka' dia?—dan retorika itu tak mendapatkan jawabannya. Kepalanya digelengkan kuat-kuat sehingga topinya jadi miring dan beberapa helai rambutnya keluar dari tempat.

Gak, gak suka, kok. Mana mungkin mau kasih coklat. Pasti 'dia' dapat banyak... Hng...

Ia merapikan topi dan rambutnya sambil kembali berjalan ke arah halte. Tidak ada tujuan lain, jadi ia memutuskan untuk pulang saja. Mungkin Haelmoni bisa memberikan pencerahan soal cokelat ini.

Bus yang ditunggunya datang dan ia menunggu dengan sabar orang-orang yang menumpang keluar karena telah tiba di tujuan. Gadis itu mengangkat kaki untuk memijak anak tangga ketika pandangannya terpaku pada seorang pemuda yang baru saja akan turun. O-oh. Mundur lagi untuk memberikan jalan, namun matanya terus mengobservasi sang pemuda.

Sepertinya pernah lihat, entah di mana.

Pemuda itu turun tanpa memedulikan keberadaannya, dan Jinhee sempat memalingkan kepalanya untuk mengikuti ke mana si pemuda bergerak. Ada perasaan yang familier dari sosok jangkung itu, namun ia tak tahu bagaimana bisa ia merasakan hal tersebut. Pernah bertemu sebelumnya? Entahlah, memorinya tak menyimpan pertemuan semacam itu.

Ok Jinhee mengedikkan bahu, lalu memasuki bus tepat sebelum pintunya tertutup.

.

.

.

"Terserah kau."

He? Jinhee tidak percaya hal ini. Setelah ceritanya yang panjang lebar soal bagaimana kronologinya ia membeli segala perlengkapan untuk membuat cokelat Valentine dan mengajukan pertanyaan 'bagaimana enaknya' untuk menentukan masa depan cokelat tersebut, neneknya malah menjawab dua kata tersebut.

"Haelmoni gak ada usul Ojin harus kasih cokelat ke siapa?" Pertanyaannya masih sama, karena memang ia tidak tahu sama sekali pada siapa cokelat itu akan ditujukan. Belinya juga secara tidak sadar, jadi bagaimana bisa ia menentukan? Hng, penyangkalan sedikit, ya. Sebenarnya ada sebercak rasa ingin memberikan cokelat itu pada seseorang, namun niat itu diurungkannya karena malu. Cokelat buatan tangan tentunya akan dipandang sebelah mata, apalagi yang membuatnya hanya gadis enam belas tahun yang sama sekali tidak pandai memasak. Orang itu jelas akan menerima cokelat-cokelat mahal dan jumlahnya banyak, apalah artinya cokelat buatan Jinhee di matanya?

Jinhee cemberut.

Jelas tidak mungkin memberikan cokelat, lah.

"Terserah, Jinhee-ya. Siapa yang sedang dekat denganmu sekarang?"

Tak perlu waktu lama bagi Nona Ok untuk menjawab, "Haelmoni."

Tawa wanita itu berderai ketika mendengar jawabannya. Ok Jinhee tidak berpikir jauh-jauh—dan jelas sebenarnya tidak nyambung—soal kedekatan. Baiklah, mereka berdua memang sedang duduk berhadapan di meja makan dengan belanjaan Jinhee terserak di antara mereka. Namun pertanyaan dari sang nenek jelas bukan itu maksudnya.

"Laki-laki yang dekat denganmu... tidak ada?"

Laki-laki... Jinhee terpekur. Memang harus memberi pada laki-laki, ya? Dua gadis yang tadi pun demikian. Pasti 'sunbae' yang mereka maksud adalah kakak kelas mereka yang laki-laki, bukan perempuan. Tadi mikir apa dia, sampai-sampai sekarang seperti baru sadar.

"Itu..."

"Kalau yang datang kemari waktu tahun baru kemarin, bagaimana?"

Gadis itu tersentak. O-oh ya, bisa juga. Kalau yang itu, sepertinya kalau mendapat cokelat juga tidak sebanyak orang yang terus terpikir olehnya barusan. E-eh, bukannya Jinhee meragukan, tapi—

Pipinya digaruk-garuk, lalu ia menunduk.

"Berikan saja padanya, untuk pertemanan. Dia cukup baik untuk ukuran—mmm, kenapa pipimu merah, Jinhee-ya?"

...mana Ojin tahu.

.

.

.

14 Februari 2014.

Harinya. Hari H. Secara serentak seluruh dunia mendeklarasikan pink sebagai warna seragam khusus satu hari itu. Ke mana pun mata memandang, terlihat jelas bahwa untuk hari itu semua mengusung tema 'kasih sayang'. Cokelat dan bunga berseliweran, tangan-tangan yang bertautan semakin banyak. Di kantor WB Entertainment pun, Valentine terlihat menjamah setiap sudutnya—walau tidak terang-terangan memenuhi kantor dengan dekorasi yang selaras.

Ok Jinhee melangkahkan kaki cepat-cepat di lobi, mengulaskan senyum sekilas pada resepsionis dan orang-orang yang dilewati. Ia menuju papan pengumuman yang menempelkan jadwal kelas, kemudian mencari-cari satu nama. Kelasnya hari ini—ah. Lalu ia buru-buru berlari ke ruangan yang dimaksud.

Ruangan itu kosong, kepagian dia sepertinya. Ketika ia melongokkan kepala ke dalam kelas, yang tampak hanyalah beberapa tas—ada yang rajin sekali, ternyata—namun tak tampak seorang pun di sana. Mungkin sedang singgah ke kafeteria, atau mungkin ke toilet. Atau malah tas-tas ini ketinggalan? Pikirannya semakin melantur ke mana-mana dan ia tangkap semua khayalannya sebelum meleber ke mana-mana.

Orangnya tidak ada, mungkin Jinhee harus kembali lagi ke sini nanti malam; itu juga kalau pemuda itu masih bertahan di sini, sih.

Baru saja ia hendak keluar kelas lagi, berniat untuk menitipkan bungkusan kecil yang sudah dihiasnya sebaik mungkin ke resepsionis, ketika ekor matanya menemukan sebuah tas yang familier. Kalau tidak salah, itu ranselnya. Sepatunya menimbulkan decit di lantai saat Jinhee berbalik, berikut adanya bunyi tap-tap ringan menuju ke arah tas yang diletakkan begitu saja di atas kursi. Berhenti.

Hng...

Ia celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan, menemukan bahwa tidak ada tanda-tanda orang lain masuk ke sana. Baiklah, gadis itu menahan napas sebelum memulai aksinya. Tangannya menarik pelan risleting tas, kemudian ia menyurukkan kotak tersebut ke dalamnya. Setelah tas itu ditutup dengan baik, ia berlari keluar dari kelas.

.

.

.

Harabeoji,




Happy valentine c:

.

.

.

END



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro