9. Selenophile: Sembilan
"Kau yakin?"
Oscar tahu, Philo selalu teliti. Keliru dalam mengerjakan tugas adalah hal mustahil untuknya. Namun, ia refleks saja bertanya ketika Philo tuntas melaporkan informasi yang diinginkannya.
"Aku yakin, Alpha. Amias bukanlah manusia serigala."
Oscar meremas jari-jari tangannya. "Bagaimana dengan ibunya? Ehm. Sylvie?"
"Aku tidak tahu, Alpha," jawab Philo merasa bersalah, lalu ia menjelaskan. "Sylvie sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Aku mengecek ke pemakaman dan membongkar kuburnya, tetapi tak ada petunjuk sama sekali. Tulang belulangnya benar-benar telah hancur."
Oscar mendengkus. "Tentu saja kau tidak akan mendapatkan petunjuk apa pun. Sudah barang tentu tulang belulangnya hancur lebur."
Philo diam sementara Oscar terus berpikir. Lalu ia pun memberi perintah.
"Panggil Ursa."
Philo mengangguk. "Baik."
Ursa datang sekitar lima menit kemudian. Sekilas ia melirik pada Philo, seolah meminta petunjuk untuk apa dirinya dipanggil. Setidaknya ia ingin mempersiapkan diri.
Sayangnya Philo tak sempat memberi petunjuk apa pun. Datang-datang, Ursa langsung ditodong pertanyaan oleh Oscar.
"Kau tidak bisa melacak siapa penyihir yang mengikat jiwa serigala Era?"
Ursa tertegun sejenak, lalu mengerjap. "Maafkan aku, Alpha, tetapi tidak bisa. Sepertinya dia bukan penyihir biasa dan mengingat jiwa serigala Era tidak terlepas walau usia dewasanya telah lewat sudah cukup menandakan bahwa itu adalah sihir yang kuat. Aku hanyalah jembatan penghubung untuk manusia serigala dan Dewi Bulan. Berhadapan dengan penyihir bukanlah keahlianku."
"Jadi, intinya adalah aku tidak bisa melacak asal-usul Era?"
Ursa membeku. Demikian pula Philo. Keduanya sama-sama bingung harus menjawab apa. Jadilah Oscar berdecak.
"Aku tidak menyukai misteri seperti ini. Ketidaktahuan membuatku jadi resah. Lagi pula aku tidak bisa mengambil risiko kalau itu berhubungan dengan Kawanan. Pertaruhannya sangat besar. Keberlangsungan Kawanan ada di tanganku. Aku tidak boleh gegabah."
Wajah Ursa terangkat. "Alpha, kau tidak bermaksud untuk menolak Era bukan?"
"Apa yang kutolak kalau kami saja belum berpasangan?"
Ursa diam, Oscar memang benar. Walau demikian bukan berarti ia tak bisa meraba arah pikiran Oscar.
"Terlepas dari asal-asulnya, tetapi ramalan itu jelas, Alpha. Era memang adalah calon lunamu. Selain itu, aku pun yakin kau telah mengakuinya."
Kali ini Oscar yang diam. Logikanya bertarung dengan hasrat hati. Di satu sisi, memastikan keamanan Kawanan adalah hal utama. Di sisi lain, ia pun mengakui kebenaran perkatan Ursa.
Bila menggunakan istilah yang sempat digunakannya pada Era semalam maka Oscar akan mengakui bahwa dirinya tak ubah anak anjing yang menemukan pemiliknya. Jiwa serigalanya melompat-lompat. Untungnya ia masih bisa menahan diri untuk tidak berubah dan bergelendotan pada Era.
Ck! Oscar membayangkan dirinya yang berubah menjadi serigala besar, tetapi malah bergelayut manja pada Era. Benar-benar memalukan.
Oscar membuang napas panjang dan kembali fokus pada inti persoalan. "Kau, Philo, tetap usahakan untuk mencari asal-usul Era. Sementara kau, Ursa, usahakan apa yang bisa kau lakukan. Kalian tentu mengerti. Pengikatan jiwa serigala Era menandakan ada sesuatu yang terjadi di masa lalu dan aku tidak berniat untuk menyimpan bom waktu."
Philo dan Ursa mengangguk. Oscar bangkit dan keluar dari ruang kerja. Disusurinya lorong panjang dengan pikiran yang ke mana-mana dan ketika sadar, ia dapati dirinya telah berada di kamar Era.
Oscar memejamkan mata. Dalam hati, ia merutuk habis-habisan. Ia berbalik dan berencana untuk langsung keluar, tetapi tiba-tiba saja aroma wangi menyentuh indra penciumannya.
Dada Oscar seketika bergemuruh. Darahnya berdesir dengan telinga yang menajam, didengarnya kecipak air yang tentu saja ia ketahui dari mana asalnya.
Oscar mengingatkan diri bahwa Era pasti tak akan menyukai keberadaannya. Namun, egonya meledak. Ia adalah seorang alpha.
Jadilah Oscar benar-benar masuk ke kamar mandi dan inilah yang terjadi sesaat kemudian. Ia melompat ke belakang dengan air yang tumpah ke mana-mana. Tangan berkacak pinggang, ia menyeringai.
"Jadi ini yang kau lakukan, Era? Kau berani menyerangku?"
Era berdiri di hadapan Oscar bukan dalam bentuk manusianya, melainkan serigala. Tubuh polosnya sekarang tertutupi oleh bulu-bulu bewarna keperakan yang basah karena air. Ia menggeram dan matanya menatap tajam. Namun, itu sama sekali tidak membuat Oscar gentar.
"Oke! Kalau itu memang maumu, aku tak masalah. Seranglah aku, Era."
Moncong Era membuka. Ia melolong dan Oscar tersenyum, lalu bertepuk tangan.
"Bagus. Itu cukup membuatku terkesan."
Pujian Oscar ditangkap Era sebagai bentuk ejekan. Jadilah Era melompat keluar dari bak mandi. Kaki depan terangkat dengan niatan ingin menubruk Oscar.
Oscar menghindar dengan gesit. Ia melompat dan sesekali berlari mengitari kamar mandi yang luas itu. Dibiarkannya Era menyerang sesuka hati dan membuat kekacauan tanpa berniat sama sekali untuk balas menyerang, bahkan meladeninya pun tidak.
Suara ambruk terdengar ketika Era menabrak wastafel. Kaca pecah, berikut dengan dindingnya yang retak. Semen-semen berguguran dan Oscar berdecak.
"Kau benar-benar penuh semangat, Era. Aku jadi penasaran, apakah dua puluh empat jam cukup untuk kita berpasangan?"
Geraman Era semakin menjadi-jadi. Ucapan Oscar membuat emosinya kian tersulut. Jadilah ia kembali melompat dan cakar-cakarnya keluar. Ia bersiap untuk mencabik-cabik Oscar dan lalu ....
Wajah geli Oscar berubah. Dilihatnya bentuk serigala Era perlahan memudar. Era berubah kembali menjadi manusia dan ia dengan cepat menangkapnya.
Mata Era memejam. Ia pingsan dalam pelukan Oscar.
"Kau benar-benar anak anjing yang merepotkan."
*
Landon meyakinkan Oscar bahwa Era hanya kelelahan. Perubahan bentuk memang akan mengura tenaga dan Era masih belum bisa mengendalikan diri. Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Oscar memang telah memperkirakannya, tetapi ia butuh jawaban valid. Untungnya Landon selalu siaga bila itu berkenaan dengan perintah sang alpha.
"Kalau begitu, aku permisi, Alpha."
Oscar mengangguk. "Sekalian kau panggilkan Julie. Suruh dia ke sini."
"Baik."
Julie datang tak sampai lima menit kemudian. Didapatinya Oscar yang duduk di tepi tempat tidur dan terus memandangi Era. Ia bertanya.
"Ada apa, Alpha?"
Oscar menjawab santai. "Rapikan kamar mandi. Aku yakin Era membutuhkan kamar mandi untuk besok."
"Baik."
Julie pergi ke kamar mandi dan lalu terperangah. Pantas saja Oscar menyuruhnya untuk merapikan kamar mandi. Keadaannya benar-benar hancur!
Tentunya Julie membutuhkan bantuan. Ia tak bisa merapikan kekacauan itu seorang diri. Jadilah ia keluar dan berniat untuk memanggil beberapa manusia serigala lainnya.
Bertepatan dengan itu, Oscar pun tampak akan pergi. Namun, ia tak lupa untuk mengingatkan Julie.
"Lakukan dengan tenang. Era butuh istirahat."
Julie mengangguk. "Baik, Alpha."
Oscar keluar dan untuk sesaat, Julie bergeming. Ia belum beranjak dan malah berpaling pada Era yang terbaring di tempat tidur. Tatapan lurus tanpa kedipnya tertuju pada Era.
*
Kembali, ingatan memalukan menjadi pembuka hari Era. Ia mengatupkan mulut rapat-rapat dan mengepalkan tangan kuat-kuat, tetapi tak urung juga geramannya menggetarkan tenggorokan.
Oscar sialan!
Era tegaskan diri untuk tidak mencari tahu apa yang terjadi sehingga ia bisa berbaring di tempat tidur pagi itu. Ingatannya berakhir dengan wajah khawatir Oscar, setelahnya gelap.
"Kau sudah bangun?"
Era mencoba untuk tidak meninju kasur. Itu adalah tindakan memalukan.
"Kemarilah. Kita sarapan. Aku yakin kau butuh makan banyak setelah aktraksi yang kau lakukan semalam."
Era menguatkan diri dan bangkit. Mulanya ia ingin membalas perkataan Oscar, tetapi ada hal lain yang menarik perhatiannya. Jadilah ia bertanya. "Siapa yang memakaikanku baju?"
"Menurutmu siapa?" tanya Oscar sambil mengambil selembar roti gandum. Dilihatnya Era dengan mimik geli dan ia menyobek roti gandum itu dengan gigi seri. "Tentu saja aku dan karena itulah mengapa kau tidak mengenakan pakaian dalam. Kuyakinkan kau kalau aku ahli dalam melepaskannya, tapi tidak dengan mengenakannya."
Rasa malu menampar Era bertubi-tubi. Jadilah kedua pipinya merah semerah-merahnya. Panas pun hadir dan ia sempat berpikir bahwa kepalanya akan mengeluarkan asap.
"Sudahlah. Tak perlu kau pikirkan. Lebih baik kau sarapan sekarang. Kau harus mengisi tenaga kembali. Siapa tahu kau akan melakukan atraksi lagi bukan?"
Era meremas selimut. Dibalasnya Oscar. "Terima kasih, tetapi tidak. Aku tidak berniat untuk menikmati sarapan satu meja dengan pria yang berusaha untuk memperkosaku."
Oscar tersedak. Ia buru-buru minum dan matanya memelotot. "A-apa kau bilang? Aku berusaha memperkosamu?"
"Kalau bukan, lalu apa yang kau lakukan semalam? Kau telanjang."
"Aku juga ingin mandi, Era. Siapa orangnya yang mandi dengan menggunakan pakaian?"
"Kau bisa mandi di kamar mandimu dan ah! Jangan lupa! Kau menciumku tanpa izin dan itu adalah bukti bahwa kau menyerangku secara seksual."
"Sementara kau menyerangku secara fisik?"
"Itu pertahanan diri. Aku mencoba melindungi diri."
Oscar berdecak. "Kau mengada-ada. Lagi pula tidak ada sejarahnya seorang alpha memperkosa calon lunanya sendiri."
"Sejarah baru saja tercipta dan itu semakin membuatku yakin," balas Era seraya menarik napas dalam-dalam. "Aku memang tidak ingin menjadi lunamu."
"Ingin atau tidak, itu bukan urusanku. Sayangnya, itulah takdirmu. Cepat atau lambat, kau pasti akan luluh juga. Jadi, kuputuskan untuk menunggu hari itu. Kalau aku bisa menunggu selama 14 tahun maka sebulan atau dua bulan tak akan menjadi masalah."
Nyatanya tidak begitu. Jiwa serigala Oscar memberontak ketika ia mengatakan itu. Pun dalam hati, ia merutuk habis-habisan. Menderitalah ia bila Era benar-benar membuatnya harus kembali bersabar.
Di lain pihak, Era justru merasa ketar-ketir. Terlebih lagi ketika didapatinya Oscar yang tampak santai. Jadilah ia meremang dengan ketakutan yang mulai membayang.
Semua kemungkinan bisa terjadi kalau aku tinggal di sini lebih lama. Kemarin dia tidur bersamaku, setelahnya dia berendam bersamaku. Lalu apa yang akan terjadi besok?
Era memejamkan mata dan berusaha mengusir bayangan yang muncul di benaknya. Oscar melihatnya dan mendengkus geli.
Satu jalan keluar muncul di waktu yang tepat. Wajah takut Era seketika berubah menjadi mimik penuh harapan.
"Sebenarnya aku juga penasaran, Oscar. Apa saja yang akan kau lakukan untuk membuatku luluh?"
Oscar menyipitkan mata. "Apa maksudmu?"
"Kalau kita selalu bersama, mungkin saja aku akan luluh. Sayangnya, kupikir aku akan pergi dari Istana dalam waktu dekat."
"Kau ingin mencoba kabur lagi? Apa kau lupa dengan penjara bawah tanah yang kukatakan? Kau pikir aku bohong?"
Era menggeleng dengan penuh irama. "Tidak sama sekali dan aku tidak berniat kabur, tetapi aku memang harus pergi. Liburan musim panasku akan selesai."
"Liburan musim panas?"
"Ya," angguk Era seraya tersenyum lebar. "Aku harus kembali ke . Ehm. Kau tidak tahu bukan? Aku adalah seorang mahasiswi dan semester baru telah menungguku."
Oscar diam sementara Era merasa di atas angin. Ekspresi penuh rasa kemenangan yang Era pamerkan membuat ia berkata di dalam hati.
Aku ingin tahu, apakah kau nanti masih bisa tersenyum atau tidak?
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro