Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Selenophile: Tujuh

Aku pasti bermimpi. Ini semua pasti tak nyata.

Itulah yang Era pikirkan ketika ia membuka mata. Dilihatnya langit-langit dan ia membutuhkan waktu beberapa saat untuk mencerna keadaan.

Pertama, Era berada di kamarnya. Ini bukanlah kamar Oscar dan ingatannya berbalik ke tiga puluh hari sebelumnya, di mana ia diselamatkan oleh Philo dan berakhir dengan beristirahat di tempat tidur sang alpha. Selang sehari berlalu, ia berhasil membujuk Aaron untuk menyiapkan kamar pribadi. Jadilah ia berhasil memupuskan harapan Oscar yang ingin bermalam bersama dan memanfaatkan keadaan untuk merayunya.

Kedua, Era yakin ada sesuatu yang terlewatkan olehnya. Seingatnya ia bersiap untuk mengikuti Upacara Suci. Ursa mendandaninya dan mereka pergi. Ia sempat bertatapan dengan Oscar sebelum ....

Era meringis. Mata terpejam rapat dan ia memegang kepala. Beragam kilasan tak pasti memenuhi benak dan membuatnya kesakitan.

"Kau sudah bangun."

Era membuka mata. "Landon."

"Aku harap kita bisa bertemu dengan situasi berbeda," ujar Landon sambil memeriksa keadaan Era. Diperiksanya mata Era dengan bantuan senter kecil, lalu ia pun mengecek detak jantungnya. "Kau baik-baik saja."

Era mengerang ketika berusaha bangun. Landon membantunya untuk menyandarkan punggung di kepala tempat tidur.

"Aku juga berharap kita bisa bertemu dengan situasi berbeda. Entah mengapa, tetapi rasa-rasanya aku sering sekali sakit," keluh Era sambil melirik sekilas pada cairan infus yang menetes dengan teratur. "Jadi, apa yang terjadi padaku? Seingatku, aku mengikuti Upacara Suci. Badanku panas dan tulang belulangku serasa remuk. Setelahnya, aku tidak ingat apa pun."

Landon tersenyum. "Begitulah yang terjadi pada perubahan pertama. Tubuhmu nanti akan beradaptasi. Kau tak perlu cemas."

Jawaban Landon justru membuat Era cemas. Dilihatnya Landon dengan sorot penuh tanya, lalu Lanton mengangguk.

Era membeku. "Tidak mungkin."

Landon ingin menenangkan Era, tetapi pintu membuka di waktu yang tepat. Ia tahu siapa yang datang bahkan tanpa berpaling. Sebisa mungkin, ia langsung menyingkir dan menyapa dengan sopan.

"Dia sudah bangun, Alpha."

Oscar membalas acuh tak acuh. "Aku tahu."

Landon putuskan untuk tak mengatakan apa-apa lagi. Ia bergabung dengan Ursa dan Aaron yang turut datang.

"Bagaimana keadaanmu?"

Oscar duduk di tepi tempat tidur. Diraihnya tangan Era dan dipejamkannya mata, ia merasakan suhu Era.

"Kau baik-baik saja."

Era mengerjap, lalu buru-buru menarik tangan. Situasi terasa canggung dan ia tak tahu harus bersikap seperti apa.

"Y-ya. Aku baik-baik saja."

Oscar menyipitkan mata. Ditangkapnya gelagat tak biasa Era, gadis itu menghindari tatapannya. Jadilah ia mendeham.

"Jadi, sekarang kau sudah percaya kalau kau adalah manusia serigala? Kuharap kau tidak lupa dengan apa yang terjadi sebelum kau mengamuk dan akhirnya pingsan."

Bola mata Era membesar. "Aku mengamuk?"

"Mungkin tidak bisa dikatakan mengamuk. Lebih tepatnya kau seperti anak anjing yang kegirangan karena lepas dari kandang. Kau melompat ke mana-mana dan nyaris berlari jauh kalau tidak kukejar."

"Be-benarkah?"

"Menurutmu, sebagai alpha, aku akan berbohong?"

Era tak menjawab. Ia pun ragu. Jadilah ia beralih pada Landon, Ursa, dan Aaron. Sayangnya mereka tidak memberikan indikasi yang diharapkan.

"Maaf."

Oscar semakin menyipitkan mata. "Kau bisa mengucapkan maaf. Ehm, menarik."

Era tak tahu maksud Oscar dan memutuskan untuk tak peduli. Terlebih karena sesaat kemudian Oscar pun langsung memindahkan pembicaraan ke topik lain, topik yang tidak diinginkan oleh Era.

"Jadi, sekarang kau sudah melihat kenyataannya bukan? Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, kau adalah salah satu bagian dari kami. Kau adalah manusia serigala."

Era ingin membantah, tetapi ingatan di benaknya membuat ia jadi bungkam.

"Lebih penting lagi, kau adalah calon lunaku."

Kali ini, Era sontak membantah. Dipelototinnya Oscar dengan ekspresi garang. "Walaupun aku manusia serigala, itu bukan berarti aku adalah calon lunamu."

"Wow! Menurutmu begitu?"

Wajah Era mengeras. "Aku tak peduli, entah kau adalah alpha atau bukan, tetapi kau tidak bisa seenaknya memutuskan takdirku."

"Sepertinya Ursa benar. Kau masih butuh waktu untuk beradaptasi."

"Aku tidak butuh beradaptasi."

"Jelas kau butuh. Setidaknya dia akan mengajarimu banyak hal mengenai dunia serigala, termasuk dengan apakah aku bisa seenaknya memutuskan takdirmu atau tidak."

Era menggeleng. "Tidak. Aku tidak mau dan aku tidak ingin tinggal lebih lama lagi di sini."

"Apa maksudmu?" tanya Oscar bingung. Dilihatnya Era yang mencabut paksa jarum infus dan ia langsung melompat turun dari tempat tidur. "Era! Jangan berani untuk kabur."

Bukan hanya Oscar, melainkan yang lain pun sama-sama kaget dengan tindakan Era. Tak diduga oleh mereka bila Era benar-benar akan memberontak.

"Era, kumohon. Jangan pergi. Tempatmu di sini."

Era berpaling pada Ursa yang mencoba untuk mendekatinya. Ia menjauh dan menggeleng. "Terima kasih untuk kebaikanmu selama ini, Ursa, tetapi maafkan aku. Aku tidak mungkin begitu saja menjadi pasangan Oscar. Aku masih kuliah dan aku sama sekali tidak berpikir untuk menjadi pasangan siapa pun dalam waktu dekat."

Penolakan itu membuat Oscar menggeram. Jadilah Aaron buru-buru menghampirinya, berusaha menenangkannya.

"Alpha, kemarahan tidak akan membuat keadaan lebih baik."

Oscar mendelik. "Aku tidak marah."

Aaron hanya bisa menelan kata-kata yang sudah mengantre di ujung lidah. Diputuskannya untuk tidak mengatakan apa-apa lagi. Perkataan Oscar barusan justru adalah bukti nyata kalau ia sudah memasuki fase marah.

Oscar tak bisa ditenangkan. Jadilah hanya satu kemungkinan yang bisa diusahakan.

"Era," ujar Aaron dengan kedua tangan terangkat, mencoba untuk membujuk. "Emosimu pasti tidak stabil. Itu lumrah terjadi pada manusia serigala yang baru berubah, tetapi pergi dari sini bukanlah jalan keluar."

Era terus mundur. Dilihatnya Aaron, lalu ia menggeleng tanpa mengendurkan kewaspadaan. Ia melirik tajam pada Philo yang berusaha mencari kesempatan dan hasilnya sang beta pun menghentikan langkah.

Sekilas, Era mendengkus. Berat untuk mengakui, tetapi ia bisa merasakan keanehan di dirinya. Perubahan itu membuat ia jadi lebih responsif dan cekatan. Jadilah tak aneh bila ia bisa merasakan niat Philo yang ingin mendekatinya diam-diam atau Lando yang menyiapkan obat penenang.

"Sepertinya kau butuh istirahat lebih lama, Era," ujar Lando tak kuasa. Ekspresinya menyiratkan sesal. "Maafkan aku."

Era kembali menjauh dan saat itu ia jadi bersyukur karena kamar di Istana memiliki ukuran luas. Jadilah ia bisa menciptakan jarak sesukanya.

"Kalian semua gila."

Oscar kembali menggeram. "Aku yakin kau memang ingin melihatku gila kalau kau benar-benar kabur dari sini."

Aaron menelan ludah. Ursa bergidik. Landon hanya bisa berdoa agar ia tak mendapatkan pekerjaan tambahan malam itu. Sementara Philo fokus pada setiap kemungkinan yang bisa terjadi, ia harus memastikan calon luna tidak terluka sedikit pun.

"Aku tidak akan kabur dari sini," lanjut Era seraya menilai situasi. Keadaannya benar-benar terdesak. Ia semakin mundur tak ubah hewan buruan yang terkurung oleh para predator. "Kalau saja kau membiarkanku pergi."

"Membiarkanmu pergi? Jangan bicara omong kosong! Lagi pula apa kau tidak tahu balas budi? Kau ingat? Kalau aku tidak menyelamatkanmu maka sekarang kau pasti menjadi penghuni kelab malam Mosha."

Era membalas. "Philo yang menyelamatkanku, bukan kau."

"Aku yang menyuruhnya untuk menyelamatkanmu!"

Bentakan Oscar menciptakan gejolak udara. Angin berembus dengan membawa panas yang tak kira-kira, beberapa perabotan terpelanting ke mana-mana. Era terdesak dan refleks balas menggeram. Jadilah Aaron memucat, ia sama sekali tidak berniat untuk menghabiskan malam di antara pergulatan dua manusia serigala.

"Ya Tuhan."

Situasi semakin tak terkendali, tetapi Aaron, Ursa, Landon, dan Philo tak bisa berbuat apa-apa. Salah bertindak, bisa-bisa mereka yang jadi sasaran Oscar.

"Tidak seharusnya kau menggeram di depan alphamu, Era."

Era tak gentar. "Kau bukan alphaku."

Wajah Oscar semakin keras. Tajam matanya semakin menusuk. Namun, Era memang tak menunjukkan takut sama sekali.

Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang? Menurutmu, bagaimana caranya agar aku bisa kabur dari sini?

Era berusaha untuk mengulur waktu ketika ia bertanya pada diri sendiri. Ditunggunya sejenak, tetapi tak ada jawaban yang didapat.

Halo! Apa kau tak mendengarku?

Akhirnya suara itu terdengar. Ia membuang napas seolah lelah. Aku tidak ingin pergi, Era. Aku ingin di sini.

Bola mata Era membesar. Apa kau sudah tertular gila mereka?!

Bukan begitu, tetapi bukankah di sini menyenangkan? Ada matahari dan taman berumput hijaunya sangat luas.

Era mengatupkan mulut rapat-rapat. Ia tak lagi bertanya dan di waktu bersamaan, Oscar malah tergelak.

"Mengapa? Apa jiwa serigalamu tidak bisa diajak bekerja sama?"

Wajah Era berubah. "Apa maksudmu?"

"Jangan berpura-pura," tukas Oscar seraya menyeringai miring. Diejeknya Era dengan berkacak pinggang. "Aku bisa melihat di matamu. Kau ingin pergi, tetapi ada bagian di dalam dirimu yang ingin tetap di sini."

Era tak bisa membantah. Ia hanya bisa mengepalkan tangan, merasa malu.

"Jadi mengapa kau harus repot-repot untuk kabur? Lebih baik kau terima saja takdirmu. Tinggallah di sini dan jadilah lunaku."

Era menguatkan diri. Diredamnya gejolak yang terjadi di hati. Ia menggeleng. "Tidak. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap pergi dari sini."

Tuntas mengatakan itu, mata Era langsung beralih pada jendela. Oscar memelotot, tetapi Era keburu berlari dan melompat.

"Era!"

*

"Aku yakin kalau dia memang benar-benar adalah calon lunaku. Hanya calon luna yang segila itu berani melompat dari atas Istana! Apa dia tidak tahu kalau di bawah ada batu-batu yang siap menghancurkan badannya? Apa dia pikir menjadi manusia serigala artinya memiliki nyawa cadangan?"

Tak ada yang berani menanggapi kemarahan Oscar. Semuanya diam dan bergeming. Hanya Landon yang berani bergerak, itu pun karena ia harus memastikan keadaan Era.

Tentunya, Era baik-baik saja. Sekarang ia terbaring di tempat tidur murni karena obat penenang yang disuntikkan Landon tadi, tepatnya ketika Oscar berhasil mencegah niat gila Era.

Era memang berlari ke arah jendela. Ia memang melompat dalam tujuan menghancurkan jendela dan berniat untuk loncat, tetapi Oscar bertindak dengan cepat.

Oscar hanya butuh satu kali lompatan saja untuk bisa menjangkau Era. Tangannya menyambar pinggang Era dan ia memeluknya dengan erat.

Era berusaha berontak. Kaki menendang ke mana-mana, tangan memukul tak tahu arah. Lalu semua berakhir setelah Landon turun tangan.

Jadilah sekarang Oscar mondar-mandir sambil terus meluapkan amarah. Setelah beberapa saat, barulah ia membuang napas dan berdecak. Dilihatnya Era dengan sorot kesal, tetapi tak urung juga ia bertanya.

"Bagaimana keadaannya?"

"Baik-baik saja, Alpha," jawab Landon yakin. "Ia akan tertidur paling tidak sampai besok siang."

Oscar mengangguk. "Bagus. Itu artinya kalian punya waktu untuk beristirahat sampai besok siang."

"Baik, Alpha."

Setelahnya semua keluar. Pintu ditutup. Tinggallah Oscar dan Era di sana.

"Benar-benar gadis keras kepala. Tipe pemberontak."

Oscar menghampiri Era. Ia duduk di sisi tempat tidur, lalu mengulurkan tangan. Dibelainya wajah Era dan pelan-pelan ekspresi wajahnya berubah.

Tidak, Oscar. Kau pasti tidak akan melakukannya ketika dia sedang tidur bukan?

Oscar meragukan dirinya sendiri. Disadarinya dengan jelas bahwa empat belas tahun bukanlah waktu yang sebentar. Itu adalah penantian yang melelahkan dan sekarang, apa lagi yang harus ia tunggu? Ia tak bisa mengambil risiko bukan mengingat Era telah menunjukkan tanda-tanda penolakan?

Tangan mengepal. Mata memejam. Oscar menahan geraman hingga dadanya bergemuruh hebat.

Aku pasti bisa bertahan sebentar lagi, tetapi ....

Oscar membuka mata. Dilihatnya lekat-lekat wajah damai Era dan ia pun menundukkan wajah.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro