Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Psithurism: Tiga

Sepertinya jarang sekali Kawanan Xylvaneth mengadakan dua perayaan dalam waktu berdekatan. Seringnya perayaan dilakukan dengan jarak waktu tertentu, bahkan bila ada perayaan tak terduga maka itu pun mustahil terjadi dalam waktu sedekat ini, nyaris tak sampai dua bulan.

Agaknya baru saja sebulan yang lalu Kawanan Xylvaneth merayakan pemberkatan luna dan sekarang mereka kembali melakukan perayaan lainnya, yaitu penobatan gamma. Jadilah tak mengherankan bila kawanan benar-benar bersuka cita. Pasalnya, pihak Istana tak pernah gagal dalam menyelenggarakan perayaan yang pastinya menyenangkan semua pihak.

Upacara Suci yang dipimpin langsung oleh Ursa baru saja selesai. Dom telah resmi menjadi gamma Kawanan Xylvaneth. Orang-orang mengucapkan selamat padanya, tak terkecuali Oscar dan Era. Setelahnya, mereka pun meninggalkan Hutan Lunaria dan berbondong-bondong menuju ke Istana.

Aaron menyambut kedatangan mereka dengan kemeriahan yang telah dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Makanan tersaji dalam beragam menu, semuanya nyaris berbahan dasar daging, terkecuali menu khusus untuk Era yang merupakan seorang vegetarian. Minuman dan musik pun turut ambil bagian sehingga perayaan pun menjadi lebih bewarna. Jadilah semua bersenang-senang dengan penuh gembira.

Satu di antara yang paling bergembira adalah Oscar. Penobatan Dom telah menuntaskan keresahannya selama beberapa hari belakangan ini. Posisi gamma telah terisi kembali. Dengan demikian maka Bogy dan Thad bisa kembali fokus pada tugas masing-masing tanpa perlu memecah prioritas.

Selain itu, kehadiran Dom memberikan keuntungan tersendiri untuk Oscar, sesuatu yang cenderung lebih sentisitf dan pribadi. Jadilah sekelumit resah yang sempat mengisi benaknya selama masa seleksi gamma pun hilang sudah ketika adalah Dom yang terpilih.

"Ehm."

Oscar berpaling seketika tatkala mendengar dehaman samar Era. "Ada apa?" tanyanya sembari menebak dengan mata yang menatap lekat. "Apakah kau sudah lelah? Kau sudah mengantuk?"

"Tidak," jawab Era dengan lirikan sekilas yang tertuju pada Oscar sebelum fokus matanya kembali tertuju pada Dom. "Aku hanya tidak mengira kalau Dom yang menjadi gamma."

Ternyata Era belum mengantuk seperti dugaan Oscar. Walau begitu tak urung jawaban Era membuat dahi Oscar mengerut. "Memangnya mengapa kalau dia yang menjadi gamma?" Dia pun ikut-ikutan melihat Dom yang tengah berbincang-bincang dengan Philo dan Aaron. "Kulihat, dia memenuhi kriteria untuk menjadi seorang gamma. Dia pintar, sehat, dan pastinya, dia terkuat di antara yang lain."

"Aku tahu itu. Lagi pula aku juga melihat seleksi itu selama dua minggu ini," ujar Era sambil menarik napas dalam-dalam. Lalu dia justru mendeham lagi dengan ekspresi tak yakin. "Namun, setahuku posisi gamma lebih berfokus pada urusan domestik Istana. Juga, hubungan antar Istana dan kawanan. Kupikir, itu lebih mirip dengan tugas ibu rumah tangga dan Dom sama sekali tak terlihat seperti orang yang cocok dengan posisi itu."

Spontan saja Oscar tertawa mendengar ucapan Era. Dia terbahak hingga pundaknya bergetar, menunjukkan lucu yang tak tertahankan. "Mungkin kau ada benarnya. Lihat saja dia." Tangan terangkat dan ditunjuknya Dom dengan geli. "Kepala botak, tubuh kekar, dan bertato. Dia memang terlalu menakutkan untuk posisi ibu rumah tangga."

Era cengar-cengir. "Aku tidak bermaksud mengatakan kalau dia menakutkan. Lagi pula sepertinya dia tidak semenakutkan itu."

Dugaan Era berdasarkan fakta bahwa selama ini dilihatnya Dom cenderung mudah bergaul pada siapa saja. Bukan hanya sesama peserta seleksi gamma saja yang disapanya, melainkan nyaris semua penghuni Istana yang ditemuinya pun disapa olehnya tanpa terkecuali.

Dom juga tampaknya memiliki selera humor yang bagus. Sebabnya, tak jarang Era melihat teman bicara Dom yang tertawa. Jadilah menurutnya kata menakutkan tak benar-benar tepat untuk disematkan pada Dom.

Namun, di lain sisi fakta-fakta itu seolah tak cukup meyakinkan Era bahwa Dom memang adalah orang yang tepat untuk posisi gamma. Di matanya, Dom lebih cocok menjadi ketua geng motor yang sering berkumpul dengan teman-temannya di sudut jalan yang gelap ketimbang mengurusi perihal Istana.

"Oh, tak apa kalaupun kau memang bermaksud demikian. Karena kenyataannya memang demikian. Coba saja kau bayangkan dia mengenakan celemek dan lalu memarahi anak-anak dengan sutil. Aku yakin, tak ada anak yang tidak akan menangis."

Era tidak berniat, tetapi sontak saja celotehan Oscar berubah bentuk menjadi imajinasi di dalam benaknya. Jadilah dia buru-buru mendeham agar tawanya tidak ikut-ikutan tersembur seperti Oscar.

"Lihat?" Oscar menuding Era dengan tuduhan yang tak dapat dielak. Matanya tampak berkilat. "Kau pasti juga membayangkannya."

Tak ada gunanya juga untuk Era membantah. Jadilah dia hanya mengangkat pundak sekilas dan membiarkan Oscar untuk terus berceloteh.

"Dia pasti akan lebih menakutkan kalau saja dia tidak memiliki hobi tertawa sampai matanya hilang begitu," lanjut Oscar terbahak. Lalu dia manggut-manggut sembari mengusap dagu. "Kau tahu? Firasatku justru mengatakan kalau tak ada orang lain yang lebih tepat ketimbang dia untuk mengisi posisi gamma. Sepertinya, dia adalah bapak rumah tangga yang dibutuhkan Kawanan Xylvaneth."

Istilah yang digunakan Oscar membuat Era mau tak mau menjadi terusik. "Bapak rumah tangga?"

"Mengapa?" Oscar menyeringai. "Bukankah kita sudah hidup di era kesataraan? Kau akan berdecak kagum ketika mengetahui betapa hebatnya pria mengurus rumah tangga. Kaum kami tak kalah telaten dan rajin seperti kaummu."

Era mendengkus dan setelahnya malah menyipitkan mata. "Benarkah?"

"Kau akan lihat buktinya nanti. Aku punya firasat bagus mengenai Dom," ujar Oscar dengan penuh keyakinan. Jadilah tatapannya pada Dom berubah menjadi tajam. "Selain itu, terpenting adalah Dom membuatku terbebas dari kegelisahan tanpa sebab belakangan ini."

"Ada yang membuatmu gelisah?"

Oscar mengangguk, lalu berpaling dan menatap Era. "Aku lega karena gamma terpilih adalah seorang pria."

Wajah Era seketika berubah dan tatapan Oscar membuatnya jadi membeku. Agaknya dia paham ke mana arah pembicaraan Oscar akan bermuara.

"Kupikir, aku memang harus menghindari para wanita sebisa mungkin. Cukup kau dan Ursa saja wanita yang dekat denganku sekarang. Bagaimana menurutmu?"

Era tak menjawab, melainkan hanya tersenyum kaku. "Ehm. Itu—"

Segera saja Oscar meraih tangan Era. Dikecupnya jemari Era tanpa menghiraukan tatapan nelangsa para jomlo di sana.

Era meneguk ludah dengan salah tingkah. "Oscar."

"Jadi, bukankah Dom adalah gamma terbaik yang kita miliki saat ini?"

Butuh kewarasan lebih dari biasa untuk Era mengingatkan diri bahwa topik pembicaraan mereka saat itu adalah Dom, bukan yang lain. Jadilah dia buru-buru mengangguk. "Sepertinya kau benar. Dom adalah orang yang tepat mengisi posisi gamma."

"Aku senang kita sepakat."

Era lebih dari sekadar senang. Diyakininya diri untuk menyepakati apa pun bila itu berkenaan dengan Oscar. Interaksi mereka selama berbulan-bulan telah menyadarkannya bahwa tak berguna mendebat Oscar. Itu hanya menguras tenaga dan lagi pula kewarasannya membuktikan bahwa Oscar memang benar untuk beberapa kejadian.

Sekarang terpenting bagi Era adalah menyudahi pembicaraan yang telah menunjukkan indikasi perubahan suasana itu. Udara di sekitarnya mulai terasa berbeda. Tubuhnya pun mulai menunjukkan gejala tak asing yang belakangan ini kerap melanda bila mereka tengah berdua.

Era mendeham dan menarik tangannya dari genggaman Oscar. Lalu tangannya saling mengusap satu sama lain, tak ubah upaya untuk menyingkirkan jejak-jejak Oscar yang tertinggal di sana. Sementara di dalam hati, dia mulai berdoa, semoga saja ada sesuatu yang bisa menjadi pengalih perhatian sehingga topik bisa segera berpindah.

Untungnya harapan Era terkabul tak lama kemudian. Perayaan yang meriah membuatnya dan Oscar tak bisa berlama-lama menarik diri dari kawanan. Pembicaraan pribadi berakhir ketika kawanan mulai menarik mereka berdua dalam kebersamaan yang penuh kehangatan.

Canda dan tawa masih menggema di udara. Kemeriahan terus berlanjut hingga larut malam. Waktu seolah berhenti sejenak, seperti ingin memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus menikmati momen itu.

Era dan Oscar mendapati diri tersenyum lebar, terlibat dalam percakapan menyenangkan kawanan. Dirasakan oleh mereka rasa nyaman yang mengalir dengan begitu alami di antara mereka.

"Jadi." Suara Jonathan terdengar seiring dengan tangannya yang terulur demi meraih garpu. Ditancapkannya garpu di sepotong daging, lalu dilahapnya dalam satu suapan besar. "Kudengar, selama ini kau sering bepergian. Apakah itu benar?"

Dom mengangguk sembari menaruh gelas bir yang kosong di atas meja. "Benar sekali. Selama ini aku memang sering bepergian. Jadi, biasanya aku tak pernah menetap di tempat yang sama lebih dari tiga bulan."

"Wow!" kesiap Irene dengan keisengan yang tak pernah bisa dihilangkannya sedari dulu. Jemarinya memainkan kulit kacang, lalu melemparnya entah ke mana. "Agaknya kau menjalani hari-hari yang menyenangkan."

Dom manggut-manggut sembari bersedekap, jadilah otot di sepanjang lengannya bertonjolan tak kira-kira. "Bisa dikatakan begitu."

"Kuharap, itu tidak menjadi kebiasaan," timpal Oscar kemudian. Jadilah semua mata tertuju padanya. "Karena sekarang kau jelas harus menetap di Istana sampai batas waktu yang tak ditentukan."

Senyum merekah di wajah Dom. "Tentu saja, Alpha. Aku sudah memikirkan semuanya dengan matang sebelum turut mendaftar seleksi. Kau tak perlu khawatir."

Oscar mengangguk. "Bagus."

"Sekarang, coba kau ceritakan pengalamanmu berpindah-pindah tempat." Irene menepuk kedua tangannya demi membersihkan remah-remah kacang. Punggungnya menegap, tampak antusias. "Aku ingin mendengarnya, apakah kau ada pengalaman menarik?"

Mata Dom menyipit. "Sepertinya kau sangat tertarik."

"Kau harus memakluminya," ujar Thad sembari melirik Irene sekilas. Lalu dia menyeringai tipis. "Dia mabuk perjalanan. Jadi, kupikir dia tak pernah pergi ke mana pun seumur hidupnya."

Wajah Irene berubah. Jadilah dia melempar Thad dengan sebutir kacang ketika yang lain justru tertawa. "Sudah, jangan kau pedulikan, Thad. Aku ingin mendengar ceritamu."

Antusiasme Irene membuat yang lain jadi ikut tertarik, termasuk di dalamnya adalah Era. Agaknya dia menyadari bahwa dirinya dan Irene memiliki sedikit persamaan walaupun dengan alasan yang berbeda. Dia tak pernah pergi ke mana-mana memang bukan karena mabuk perjalanan, melainkan karena tidak ada kesempatan.

Jadilah Era pun menyamankan posisi. Dinantikannya cerita Dom dengan sepiring camilan sehat ala vegetarian yang tersaji di hadapannya.

"Baiklah. Tampaknya kalian ingin mendengar pengalamanku selama ini. Jadi, aku tak akan mengecewakan kalian," ujar Dom sembari mengusap kedua tangan dengan ekspresi penuh semangat. Sekilas, dia mendeham sebelum lanjut bicara dengan senyum yang terus merekah di wajah. "Sebagai permulaan, aku akan menceritakan beberapa mitos yang sempat kudengar selama perjalananku berkeliling dan mitos menarik pertama yang ingin kubagi dengan kalian adalah berkenaan dengan keberadaan kita sebagai manusia serigala. Tepatnya adalah mengenai asal-usul kita."

Dom jelas tahu cara untuk menarik perhatian. Cara bercerita dan pemilihan topiknya benar-benar memikat sehingga mereka yang semula acuh tak acuh menjadi ikut tertarik pula. Jadilah sekarang tak ada lagi tawa dan suara yang terdengar. Semua diam dengan fokus yang tertuju padanya.

"Dari cerita yang sempat kudengar, konon kita berasal dari hubungan antara manusia dan serigala yang penuh dengan keajaiban. Jadilah kita memiliki dua darah di dalam satu tubuh, perpaduan antara kekuatan dan kebijaksanaan dari kedua dunia yang berbeda. Namun, ada mitos lain yang menceritakan hal berbeda." Dom sedikit mengambil jeda. Ditariknya napas sembari mengingat mitos lain yang sempat didengarnya selama ini. "Mitos ini mengatakan bahwa keberadaan manusia serigala adalah berkat campur tangan penyihir. Kabarnya, penyihir mengutuk sekelompok orang menjadi serigala karena terjadi perselisihan di masa lalu. Jadi, itulah alasan di balik permusuhan kita dan penyihir selama ini."

Beberapa orang tampak manggut-manggut. Agaknya mitos kedua lebih masuk di akal mereka. Sebabnya, itu pun menjelaskan asal muasal perseteruan antara manusia serigala dan penyihir yang telah terjadi sejak dulu.

Di lain pihak, mitos pertama terdengar seperti dongeng pengantar tidur anak-anak saja untuk mereka, persis seperti kisah Cinderella. Terlebih lagi mereka tak bisa menemukan logikanya ketika ada manusia dan serigala yang jatuh cinta, sungguh mustahil.

Dom sempat mengisi kembali gelas birnya yang sempat kosong. Dibasahkannya tenggorokan yang terasa kering karena ternyata bercerita lumayan ampuh dalam menciptakan dahaga.

"Walau begitu harus kuakui bahwa dari sekian banyak mitos yang kudengar, tak akan pernah ada mitos yang lebih menarik dibandingkan dengan mitos yang berasal dari Kawanan Selunar."

"Kawanan Selunar?"

Dom berpaling pada Bogy yang bicara dengan nada bertanya. Jadilah dia mengangguk. "Ya. Kau pernah mendengar nama kawanan ini bukan?"

"Tentu saja," jawab Bogy sembari mengangguk pasti, bahkan suaranya terdengar penuh dengan keyakinan. "Bukankah Kawanan Selunar adalah kawanan tertua? Sepanjang yang kuketahui, Kawanan Selunar adalah kawanan pertama yang menjadi cikal bakal dari semua kawanan yang ada di dunia."

"Tepat sekali!" Dom membenarkan perkataan Bogy tanpa lupa memberikan jentikan jari yang berbunyi nyaring. Setelahnya, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ditatapnya kawanan satu persatu dengan sorot yang dibuat semisterius mungkin. "Kawanan Selunar adalah kawanan tertua dan mendiami tempat terdalam di Hutan Shadon. Mereka adalah penjaga rahasia dan pengetahuan kuno yang tak tertandingi. Selain itu, kabarnya mereka memiliki kebijaksaan dan kekuatan yang melebihi manusia serigala biasa."

Tatapan dan nada suara Dom membuat keheningan yang sudah menyelimuti sedari tadi terasa semakin menjadi-jadi. Tak ada yang bersuara, bahkan bergerak pun tidak, seolah mereka khawatir untuk terlewatkan hal menarik yang akan diceritakan olehnya. Semua diam, terpaku dengan rasa penasaran yang mendadak tercipta dengan begitu saja.

"Kawanan Selunar adalah pelindung Batu Bulan, artefak magis yang diyakini memiliki kekuatan untuk mengubah takdir. Namun, sayangnya tak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan Batu Bulan sekarang," lanjut Dom sambil membuang napas panjang. Ekspresinya menunjukkan keprihatinan yang membuat orang-orang menjadi semakin penasaran. "Dari kabar burung yang kudengar, hilangnya Batu Bulan berkaitan dengan tragedi berdarah masa lalu. Kalian tahu? Sekarang Kawanan Selunar tengah menderita dalam kutukan."

Irena menggigit bibir bawah, tak mampu menahan rasa ingin tahu. "Kutukan?"

"Ya." Dom menjawab dengan mata yang menyipit. Raut wajahnya pun berubah serius seiring dengan nada suaranya yang kian merendah. "Kutukan karena telah mengkhianati alpha dan luna mereka."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro