Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tujuh

Matahari sudah meninggi, namun Krystal tidak menemukan sosok sang suami di kamar hotel mereka. Ponsel yang ia charger sepulang dari rumah sakit pun tak menampilkan notifikasi apa pun. Kaisar menghilang tanpa kabar berita, seolah ditelan bumi. Lehernya terasa tercekik, lantas apa ia harus peduli? Pernikahan yang ia jalani bukanlah pernikahan pada umumnya.

Sepintas bayang-bayang akan sosok suaminya yang sedang menggendong seorang perempuan di punggungnya semalam melintas di benak. Kira-kira siapa perempuan itu?

Mencoba untuk mengabaikan, Krystal memilih untuk mandi dan sarapan, semalam ia diberi pereda nyeri oleh dokter rumah sakit dan harus meminumnya pagi ini. Pria berseragam loreng yang menolongnya juga menemani Krystal hingga ia selesai berobat, dan mengantarkannya sampai lobi hotel. Ah, Krystal bahkan lupa mengucapkan terima kasih pada sang abdi negara yang telah membantunya itu. Jika takdir membawa mereka untuk bertemu kembali, Krystal berjanji untuk mengucapkan terima kasih.

Batinnya mendengus geli saat membicarakan takdir, Krystal tidak terlalu percaya mengenai hal itu, semua yang ada di dunia ini hanyalah sebuah kebetulan menurutnya.

Pintu kamar hotel diketuk, membuat Krystal mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar mandi. Ia segera beranjak ke pintu dengan langkah tertatih dan memastikan siapa pelaku pengetukan melalui lubang kecil di pintu sebelum membukanya. Ia menemukan sosok suaminya di balik pintu, ia pun membukakan pintu dan mempersilakan pria itu untuk masuk.

Kaisar masuk ke dalam kamar mereka tanpa kata, bahkan tanpa menatap sosok Krystal yang termenung di depan pintu dengan kaki yang diperban. Ia sibuk melepas membuka sepatu dan kaus kaki miliknya dan beranjak ke arah kamar mandi, mengabaikan sosok Krystal sepenuhnya.

"Udah sarapan di bawah?" Krystal bertanya untuk berbasa-basi, entah mengapa ia merasakan aura berbeda dari sosok Kaisar pagi ini.

"Sarapan duluan aja, aku cuma mandi dan harus keluar lagi," ujarnya sembari melepaskan jaket. Kemudian ia membuka koper dan membongkarnya untuk mengambil pakaian, tanpa menjelaskan apa pun pada Krystal.

Kaisar menjadi pendiam, hal itu membuat Krystal sedikit heran. Bau alkohol di tubuhnya tidak terlampau menyengat, ia pasti tidak minum banyak. Dibandingkan mabuk, Kaisar lebih tepat dideskripsikan layaknya orang frustasi. Rambut acak-acakan, pakaian yang jauh dari kata rapi dan ekspresi muram yang begitu kentara. Entah hal apa yang menimpanya semalam.

Memilih untuk mengalah dan mengabaikan kejanggalan tersebut, Krystal kembali duduk, menunggu Kaisar yang tengah mandi. Perasaannya kali ini tidak enak, seolah akan ada hal yang besar akan terjadi. Krystal menggeleng, sepanjang hidupnya ia selalu mengedepankan akal sehat dan logika, tidak menjujung hal yang berkaitan dengan perasaan atau firasat seperti ini. Namun untuk kali ini, perasaan itu seolah menyergap dan melingkupi hatinya tanpa bisa ia cegah.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok Kaisar yang sudah lebih segar sedang bertelanjang dada, ia hanya mengenakan celana jeans miliknya. Pasti tak akan ada yang menyangka umurnya menginjak angka 33, yang ada orang mengiranya masih berusia 25 tahun. Tubuhnya amat bugar dan terlihat sangat prima di usia awal tiga puluhan, harus Krystal akui tubuh suaminya merupakan dambaan kaum hawa di luaran sana.

"Hari ini mungkin aku pulang telat, selamat bersenang-senang," ujar Kaisar sambil menyunggingkan sedikit senyum. Kemudian ia pergi ke luar kamar setelah mengenakan pakaiannya.

Krystal termangu dan melihat ke arah kakinya yang diperban, bukannya ia ingin diperhatikan, hanya saja, sebegitu tidak peduli kah Kaisar terhadap keadaannya?

***

Krystal mendengkus saat melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit, jam sarapan di hotel sudah lewat. Sepertinya ia terlalu lama menghabiskan waktu di kamar mandi tadi. Ya, ini hari Sabtu, jadwalnya untuk lulur. Meski kakinya sakit, aktivitas yang sudah menjadi kebiasaannya itu tidak bisa dilewatkan begitu saja. Sensasi tubuh lebih enteng serta lembut dan wangi di kulitnya membuat Krystal rela menghabiskan waktu lebih lama untuk mandi. Harusnya ia memilih untuk memesan layanan sarapan di kamar saja tadi.

Krystal melihat sosok Kaisar dari kejauhan dari ruang makan hotelnya yang terbuat dari kaca, di tangannya terdapat banyak bungkus belanjaan dari mini market di seberang hotel. Rasa penasaran menyeruak di benak Krystal hingga memilih untuk mengikutinya. Sayangnya, Krystal harus kehilangan jejak karena langkahnya yang lambat akibat jalan tertatih.

"Kaki Anda belum sembuh, kenapa jalan-jalan keluar?"

Sebuah suara mengagetkan Krystal, ia pun menoleh dan menemukan pria yang semalam menolongnya tengah berdiri di belakangnya bersama seorang gadis cantik.

"Siapa Bang?" tanya gadis cantik itu.

Pria itu termangu sejenak dan menatap Krystal kebingungan sebelum menjawab, "Temen Abang."

"Oh, pacar? Bilang dong," ujar gadis cantik itu sembari mengambil beberapa kantung belanjaan yang pria itu bawa. "Yaudah Bang, aku duluan aja kalau begitu. Jangan lupa pacarnya dikenalin sama Mama."

Pria itu tergagap, belum sempat menjelaskan, perempuan di sampingnya telah berlari meninggalkan mereka berdua. "Maafin adik saya," ucapnya dengan tidak enak hati.

Krystal tersenyum, mengangguk memaklumi, gadis belia di umurnya memang cenderung bersikap spontan. 

"Mbaknya mau ke mana? Mungkin saya bisa antar," tawarnya.

Krystal mengangkat bahunya, ia tidak tahu ingin pergi ke mana setelah kehilangan jejak Kaisar. "Tidak, hanya saja di hotel terlalu membosankan,"

Pria itu kemudian melirik ke arah slingbag yang berwarna transparan di tubuh Krystal, di mana ia membawa bungkusan obatnya. "Itu obat kemarin? belum diminum?" tanyanya kemudian.

Krystal menggeleng. "Harus dikonsumsi setelah makan."

"Aaa... begitu. Ada restoran cukup terkenal dekat sini, mau coba?"Pria itu menawarkan dengan sopan. "Saya bisa jadi tour guide sekaligus supir pribadi Anda di sini."

Merasa tak enak untuk menolak kebaikan pria di hadapannya lagi, Krystal akhirnya menyetujui penawaran tersebut. Pria di hadapannya memiliki kepekaan yang sangat tinggi, dan Krystal bersyukur karenanya. Ia sama sekali tidak merasa kesulitan untuk berkomunikasi yang biasa dialami saat berhadapan dengan pria-pria lain.

Krystal mengikuti langkah pria itu dengan langkah terseret, pria itu ikut memelankan langkahnya untuk menyamai langkah Krystal yang semakin memelan. "pasti sakit ya karena obatnya belum diminum?"

Krystal mengangguk dengan sungkan, kakinya kini mulai berdenyut nyeri karena ia memaksakan diri untuk 'mengejar' Kaisar tadi. 

"Butuh tumpangan seperti semalam?" tawar pria itu.

Krystal menggeleng, lalu melihat sekeliling mereka yang cukup ramai penuh dengan orang yang sedang beraktivitas. Digendong di depan umum saat banyak mata yang mungkin menatap dan menilainya merupakan opsi terakhir yang Krystal inginkan saaat ini. Orang-orang mungkin menyangka mereka adalah pasangan yang sedang dimabuk cinta.

Paham dengan kerisauan Krystal, laki-laki itu lantas mendekatkan lengannya kepada Krystal untuk ia jadikan pegangan sekaligus tumpuan. "Pakai tangan saya saja kalau begitu Mbak Krystal," ujarnya. 

Krystal terpaku saat pria itu mengucapkan namanya, ia baru ingat bahwa mereka belum berkenalan dengan benar selama ini. Pria itu pasti mengetahui namanya saat mengantarnya ke rumah sakit semalam, saat dokter melakukan anamnesa terkait identitas dirinya. Kemudian ia menjulurkan tangannya dan mengajak pria itu berkenalan. "Saya Krystal, sudah dua kali Mas nolongin saya tapi kita belum berkenalan dengan baik dan benar."

Pria itu menyambut uluran tangan Krystal dengan gugup. "Ah, kemarin saya dengar nama Mbak pas di-anamnesa sama dokter," pria itu menjelaskan.

"Saya juga lihat nama Mas di seragam kemarin, jadi saya panggil Mas apa?"

"Panggil saja saya Nisam."

Pembawaan tenang pria di sampingnya membuat Krystal merasa nyaman, tak terasa mereka sudah sampai ke restoran yang pria itu maksud. "Sate lilit di sini yang terbaik," ungkapnya. Tangan Krystal masih bertaut dengan lengan Nisam, saat akan menaiki tangga Nisam membantu Krystal untuk menjaga keseimbangan dengan menopang bahunya, sambil berucap kata pelan-pelan.

Ucapan Nisam tidaklah salah, sate lilit di tempat ini merupakan salah satu yang paling lezat yang pernah ia cicipi selama bertandang ke Bali, dan Krystal cukup menikmatinya.

"Mbak Krystal rencananya berapa lama di sini?" tanya Nisam setelah menghabiskan makannya. Krystal cukup terkejut bagaimana laki-laki di hadapannya bisa makan dalam waktu yang cukup singkat namun juga rapi. Kemudian ia kembali mengingat sosok sang ayah, tentara merupakan profesi yang amat disiplin, tak heran ayahnya juga kerap menghabiskan makanan dalam sekejap mata.

"Kurang lebih saya ambil satu minggu," jawab Krystal.

"Ada agenda khusus selama ada di Bali?"

Krystal menggeleng lemah, sama sekali tidak memikirkan tentang honeymoon trip ini. "Belum ada,"

"Kebetulan saya juga lagi libur sebelum kembali dikirim ke perbatasan, keberatan kalau saya jadi guide Mbak Krystal selama di sini?"

Krystal menggelengkan kepalanya, ia sama sekali tidak keberatan, pria di hadapannya adalah pria baik yang sudah menolongnya selama dua kali dalam kurun waktu dua belas jam. "Itu ide yang bagus," ucap Krystal kemudian.

Laki-laki di hadapannya mengembangkan senyum lebar. "Besok saya jemput di hotel, saya akan bawa motor untuk memudahkan mobilisasi."

Krystal menganggukkan kepalanya, dan mulai mendengungkan nama Laynisam di otaknya. "Terima kasih, Nisam."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro