Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PROLOG

Amerika Serikat, 2005

"Apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu? Eris bukanlah sebuah planet! Mustahil bagi benda sekecil itu, yang terletak hampir lima belas miliar kilometer dari Matahari, bisa mengorbit di sekitar matahari!" Suara keras dan penuh kemarahan memecah keheningan ruangan, diiringi dengan lemparan kertas-kertas berisi perhitungan kompleks yang berserakan di meja. Pria berseragam NASA itu, wajahnya merah padam, menunjukkan betapa frustrasinya ia dengan penjelasan di hadapannya.

Di hadapannya berdiri Mike, seorang ilmuwan muda berbakat yang mengenakan jas almamater Institut Teknologi California (Caltech). Dengan wajah yang penuh tekad, Mike menolak untuk terpengaruh oleh kemarahan koleganya. Dengan gesit, dia meraih sebuah spidol hitam dan mulai menuliskan hasil penelitiannya di papan tulis putih yang telah dipenuhi diagram dan angka-angka.

"Eris bukanlah bintang," katanya dengan nada penuh keyakinan, sambil menulis dengan tangan yang tidak pernah berhenti bergerak. "Eris adalah planet, dan aku memiliki bukti untuk itu."

Di papan tulis, Mike dengan teliti mencatat ukuran jari-jari Eris yang diperkirakan antara 1.300 dan 1.500 kilometer, dengan massa yang dihitung sekitar (1,67 ± 0,02) × 10^22 kg, dan gravitasi permukaan di khatulistiwa sekitar 0,8 m/s². "Aku telah mempelajari ini dengan seksama," lanjutnya. "Planet ini memiliki periode orbit yang sangat panjang, sekitar 203.600 hari atau 557 tahun. Kecepatan orbit rata-ratanya, jika dibandingkan dengan Bumi, adalah 3,436 km/s. Eris bahkan memiliki satelit yang mengelilinginya, yang aku beri nama Dysnomia."

Namun, bukti-bukti yang ditunjukkan Mike tampaknya tidak mempengaruhi para astronom lain di ruangan itu. Sebaliknya, mereka malah tertawa mengejek dan beberapa bahkan berdiri dengan ekspresi yang menunjukkan ketidakpercayaan. Luis, pemimpin NASA yang tampak semakin bersemangat dengan tawa, berkata, "Mike, ini jelas lelucon di bulan Juli, bukan? Kau kelihatan seperti mabuk, terlalu banyak minum. Di siang bolong seperti ini, kau datang dengan penelitian yang konyol dan tidak masuk akal!"

Di tengah tawa yang mengisi ruangan putih tersebut, seorang astronom dengan rambut acak-acakan tiba-tiba masuk. Kehadirannya langsung memecah keributan, dan tatapannya yang tajam menghentikan perdebatan yang tengah berlangsung. Dengan langkah mantap, pria itu mendekati Luis dan Mike, dua sosok yang kini menjadi pusat perhatian.

"Objek angkasa ini pertama kali terlihat pada tahun 2003," ucap astronom itu dengan nada tegas dan meyakinkan. "Penemuan ini dilakukan melalui teleskop Samuel Oschin di Observatorium Palomar dan teleskop 8M Gemini di Mauna Kea, Hawaii."

Mike, yang awalnya penuh keyakinan, kini terlihat bingung. "Bagaimana kamu tahu semua itu?"

Astronom tersebut membuang setumpuk kertas hasil penelitiannya ke arah Mike, sambil menjelaskan, "Aku adalah orang yang menamai benda luar angkasa ini Eris. Eris pertama kali terdeteksi pada 21 Oktober 2003, namun menghilang dari pantauan selama 15 bulan. Kemudian, pada 8 Januari 2005, Eris kembali terlihat. Selain aku, penemu lainnya adalah Chad Trujillo dari Observatorium Gemini di Hawaii dan David Rabinowitz dari Universitas Yale."

Mendengar penjelasan tersebut, wajah Mike semakin tampak bingung dan frustrasi. Perdebatan yang sengit dan penuh emosi itu masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda, sementara fakta baru yang terungkap menambah lapisan kompleksitas dalam diskusi yang tengah berlangsung.

"Itu tidak mungkin, aku adalah orang pertama yang menemukan Eris!" Mike berkata dengan nada penuh kemarahan, suaranya memuncak seiring dengan emosinya yang memuncak. Keputusasaannya terlihat jelas, tampak seperti dia hampir kehilangan harapan.

Dengan senyum sinis dan tatapan yang penuh rasa curiga, pria yang baru saja memasuki ruangan itu menjawab dengan nada dingin, "Oh, jadi kau berpikir kau yang pertama kali melihat Eris? Lucu sekali. Apakah kau berani mengklaim bahwa kau telah mencuri data yang kumiliki di observatoriumku?"

Tawa hambar pria itu terasa menghantam suasana ruangan yang sudah tegang. Tatapannya yang tajam dan mengintimidasi membuat semua orang di ruangan merasa tidak nyaman. Mike merasakan beratnya kata-kata itu, tetapi dia tetap berdiri tegak, meskipun kebingungannya semakin mendalam.

Sementara itu, astronom Rusia yang telah mengikuti perdebatan dengan penuh perhatian mengajukan pertanyaan penting. "Jadi, berdasarkan seluruh perdebatan ini, apakah kita bisa menyimpulkan bahwa Eris adalah sebuah planet?"

Pria yang baru saja masuk tersenyum misterius, wajahnya penuh dengan rahasia yang belum terpecahkan. Dia memandang ke seluruh ruangan, memastikan bahwa semua orang mendengarkan jawabannya dengan seksama. "Sebenarnya," ucapnya dengan nada penuh keyakinan, "Eris lebih tepat disebut sebagai planet katai. Ini disebabkan oleh jaraknya yang sangat jauh dari Matahari, sehingga tidak mungkin ada kehidupan di sana."

Tepat di saat itu, di dalam pikirannya yang tersembunyi, pria itu membatin, "Aku tidak akan membiarkan mereka terus meneliti Planet Eris. Ada lebih banyak hal yang harus mereka ketahui sebelum mereka benar-benar memahami apa yang sedang terjadi."

***

Judul koran keluaran 22 Oktober 2003: "KASUS WANITA HILANG MISTERIUS"

Koran pagi itu membawa berita mengejutkan tentang kasus seorang wanita yang menghilang secara misterius. Sebuah keluarga dokter yang hidup terasing di tengah hutan telah menemukan seorang bayi perempuan berusia dua tahun. Keluarga ini dikenal karena keputusannya untuk hidup jauh dari masyarakat selama bertahun-tahun. Tiba-tiba, mereka menghubungi pihak kepolisian dan melaporkan penemuan bayi perempuan tersebut. Ada dugaan bahwa bayi itu adalah anak dari seorang ilmuwan yang tinggal tidak jauh dari hutan tersebut.

Menurut laporan, diduga istri dari Leo Centaurus meninggalkan rumahnya dengan membawa bayi mereka dan menuju ke dalam hutan. Namun, di tengah perjalanan, sesuatu terjadi yang membuatnya meninggalkan anaknya di sana. Kepolisian mengonfirmasi bahwa sebelum ia pergi, ada pertengkaran hebat di rumah. Hingga berita ini dipublikasikan, keberadaan Lacerta Columba, istri dari Leo Centaurus, masih belum ditemukan. Baik jasad maupun jejaknya masih misterius.

Leo Centaurus, dengan perasaan putus asa, melemparkan koran yang baru dibacanya ke atas meja dengan keras. Ia terlihat sangat berantakan; kemeja yang dikenakannya sudah kotor dan kumal, tampak tidak diganti sejak istrinya menghilang. Rambutnya kusut dan matanya merah serta kulitnya pucat, menandakan bahwa ia sudah tidak tidur selama berhari-hari. Pikiran Leo kembali berlari ke minggu yang lalu, saat istrinya, Lacerta, menunjukkan perilaku aneh yang sama sekali tidak bisa dijelaskan olehnya.

Dia memandang ke arah Lacerta, yang sedang sibuk mengemas barang-barangnya dengan cemas. Koper hitam yang dibawanya tampak penuh sesak dengan pakaian bayi dan pakaian wanita yang dipadatkan secara sembarangan. Beberapa pakaian tampak tidak terlipat dengan rapi, menyiratkan bahwa proses pengemasan dilakukan dengan tergesa-gesa.

"Apa yang sedang kau lakukan, sayang?" tanya Leo dengan nada penuh kebingungan, suaranya bergetar karena ketidakpastian dan kekhawatiran. Dia mengamati Lacerta yang sedang sibuk dengan wajah yang basah oleh air mata, matanya sembab merah, dan pipinya masih tampak basah oleh tangisan.

"Aku harus pergi dari sini, maafkan aku, Leo," ucap Lacerta dengan suara yang penuh kesedihan, air mata masih mengalir di pipinya yang halus. Kesedihannya jelas terlihat, dan setiap kata yang diucapkannya seolah merupakan sebuah pengakuan yang menuntut pengertian dan maaf dari suaminya.

"Kenapa kamu harus pergi dari rumah? Apa sebenarnya yang sedang terjadi?" tanya Leo dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Dia memandang istrinya dengan intens, wajahnya menunjukkan keputusasaan. Lacerta terlihat sangat tertekan, rambutnya yang biasanya tertata rapi kini terikat dengan sembarangan menjadi cepol yang tidak teratur, dan riasan wajahnya telah luntur, menambah kesan bahwa ia telah melalui malam yang sangat buruk.

"Maafkan aku, Leo. Aku tidak bisa memberitahumu tentang ini," Lacerta menjawab dengan suara bergetar, tubuhnya tampak bergetar. Air mata yang sudah mengering di pipinya menambah kesan keputusasaan pada ekspresinya. "Maafkan aku, aku harus pergi dari sini. Aku harus membawa anak kita." Dia tidak bisa menyampaikan alasan sebenarnya kepada Leo, seolah ada sesuatu yang lebih besar dan lebih menakutkan daripada apa yang bisa diungkapkannya.

Leo, yang merasa sangat tertekan oleh situasi ini, melangkah mendekat dan merangkul Lacerta dengan lembut, berusaha menenangkan wanita yang sangat ia cintai. "Kita sudah menikah, kita telah berjanji untuk saling terbuka dan jujur satu sama lain. Tidak ada yang harus kamu sembunyikan dariku. Aku berjanji akan selalu menjaga kamu dan anak kita."

Namun, Lacerta menepis tangan Leo dengan lembut namun tegas, melepaskan pelukan suaminya. "Maafkan aku, kali ini kamu tidak bisa menolongku. Aku hanya ingin kamu hidup bahagia."

"Jadi, apa sebenarnya yang terjadi?" Leo bertanya dengan nada lembut namun penuh kesabaran. Dia berusaha berbicara dari hati ke hati, berharap ada penjelasan yang bisa mengungkapkan kesalahan yang mungkin ia buat sehingga istrinya merasa perlu untuk pergi. Dia merasa ada sesuatu yang mendalam dan mungkin menyakitkan di balik keputusan Lacerta untuk meninggalkan rumah mereka.

"CUKUP, LEO! KAMU TIDAK AKAN PERNAH MENGERTI, MESKIPUN AKU MENJELASKANNYA!" Lacerta tiba-tiba membentak suaminya dengan suara keras, meluapkan frustrasi yang telah menumpuk dalam dirinya selama ini. Setelah tiga tahun menikah, Lacerta merasa terpaksa menggunakan nada yang penuh kemarahan. Sebenarnya, dia tidak ingin bersikap kasar pada Leo, tetapi tekanan dan kebingungannya membuatnya terpaksa berteriak untuk mendapatkan perhatian.

"LACERTA, KAU BERANI MEMBENTAK SUAMIMU?" Leo bertanya dengan ekspresi terkejut dan tidak percaya. Ia merasa terkejut dan terluka, tidak percaya bahwa wanita yang sangat ia cintai dan hargai bisa memperlakukannya dengan cara seperti itu.

Lacerta menggelengkan kepala beberapa kali dengan penuh penyesalan, "AKU TIDAK BERNIAT MEMBENTAKMU. AKU HARUS PERGI, LEO! BIARKAN AKU PERGI!"

"AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU PERGI BERSAMA ANAK KITA!" Leo mulai kehilangan kesabaran, suaranya naik dengan emosi yang tidak tertahan. Ia tidak bisa menerima alasan Lacerta yang tidak jelas dan sangat mengganggu pikirannya. Leo merasa perlu tahu apa yang membuat Lacerta sangat ingin meninggalkan rumah mereka, yang telah menjadi tempat tinggal mereka selama pernikahan mereka.

Lacerta, yang merasa sangat tertekan dan lelah, akhirnya membentak Leo dengan keras. Frustrasi dan keputusasaannya membuatnya merasa tidak ada pilihan lain. "AKU HARUS PERGI, LEO!"

"APA ALASAN KAMU HARUS PERGI, LACERTA? APAKAH AKU KURANG MEMBUATMU BAHAGIA?" Leo bertanya dengan nada penuh penyesalan, pikirannya berputar dengan berbagai kemungkinan. Ia mulai meragukan dirinya sendiri, merasa mungkin ada sesuatu yang salah dengan dirinya yang membuat Lacerta tidak bahagia. Ia khawatir bahwa sebagai ilmuwan dan suami, ia mungkin gagal memenuhi harapan Lacerta.

Lacerta, dengan tatapan yang tulus dan penuh kasih, menggendong putrinya dan menatap Leo dengan penuh cinta. "Leo, kau adalah pria terbaik yang pernah aku temui. Aku sangat bahagia hidup bersamamu, aku mencintaimu dengan sepenuh hati. Aku sangat mencintaimu."

"Kalau begitu, kenapa kamu ingin pergi?" Leo masih tidak bisa memahami alasan Lacerta yang keras kepala ingin meninggalkan mereka. Keputusasaannya untuk pergi meninggalkan rumahnya dan anak mereka membuat Leo merasa sangat bingung dan sakit hati.

"Aku tidak ingin melihat Planet Bumi hancur," ucap Lacerta dengan nada yang mengandung kepanikan mendalam, yang langsung membuat Leo menatapnya dengan mata terbelalak. Bagi Leo, yang merupakan seorang ilmuwan sains dengan pemikiran rasional, pernyataan Lacerta tampak sepenuhnya tidak masuk akal. Bagi Leo, setiap klaim harus disertai dengan teori yang kokoh, bukti nyata, dan data yang bisa diukur. Baginya, ucapan tanpa dasar ilmiah atau bukti visual tidak layak untuk dianggap serius.

Leo hanya bisa tertawa sinis, merasa takjub dengan alasan yang menurutnya sangat tidak rasional, "Itu benar-benar tidak masuk akal. Kau bukan Tuhan yang bisa meramalkan kehancuran planet."

Lacerta tidak terpengaruh oleh ejekan Leo dan berusaha lagi untuk meyakinkannya, "Memang aku bukan Tuhan, tetapi ancaman terhadap Planet Bumi itu nyata. Cobalah untuk memahami, Leo!" Ia berusaha dengan segala kemampuan untuk menjelaskan dan membuat Leo percaya, namun Leo yang selalu menuntut bukti nyata, tetap keras kepala dan skeptis.

Leo hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum sarkastik, merasa tidak bisa memahami penyebab tingkah laku istrinya yang tiba-tiba aneh ini. "Kau sudah gila. Aku harus membawamu ke dokter untuk pemeriksaan."

"TIDAK, AKU TIDAK GILA!" teriak Lacerta dengan penuh emosi, mendorong Leo menjauh dari dirinya. Ia bersikeras bahwa apa yang ia katakan adalah kenyataan, meskipun Leo tampaknya tidak bisa menerima hal tersebut.

"Lacerta, berhentilah dengan semua ini. Kembali ke pelukanku. Aku tidak ingin kita bertengkar tentang hal-hal yang tidak masuk akal!" Leo mencoba tetap tenang, berharap untuk meredakan situasi dan mengembalikan ketenangan di antara mereka.

"Tapi kau tidak mengerti, Leo. Aku bukan manusia biasa. Aku memiliki sesuatu yang lebih, sebuah anugerah dari kekuatan yang jauh melampaui manusia biasa. Ada ancaman yang mengincar kita, dan aku harus pergi agar anak kita tetap selamat. Jika aku tetap di sini, ancaman itu bisa datang dan menghancurkan semuanya, termasuk kita dan umat manusia!" Lacerta mengungkapkan ketakutannya yang mendalam dan urgensi situasinya.

Leo, masih tidak percaya, menanyakan lebih lanjut, "Siapa yang memberitahumu hal-hal konyol seperti ini?"

Lacerta menatap Leo dengan tatapan penuh keseriusan, "Aku ingin kau percaya padaku, seperti biasanya."

"Tapi kali ini, aku tidak bisa mempercayai apa yang kau katakan. Aku lebih cenderung percaya bahwa kau meninggalkanku karena aku gagal membuatmu bahagia atau karena kau memiliki pria lain, dibandingkan dengan klaimmu tentang kehancuran Bumi!" Leo merasa dikhianati, berpikir mungkin Lacerta memiliki alasan tersembunyi untuk meninggalkannya.

"Aku sangat mencintaimu, Leo. Aku tidak pernah menduakanmu. Aku akan terus mencintaimu selamanya. Itu sebabnya aku harus pergi. Aku tidak ingin dia membunuhmu atau menghancurkan umat manusia. Aku harus membawa anak kita ke tempat yang aman. Mungkin saat ini kau menganggapku gila, tapi suatu saat nanti, kau akan memahami maksudku. Aku mohon, izinkan aku pergi dengan anak kita. Jika aku tidak kembali, aku ingin kau terus hidup di sini. Rumah ini penuh dengan kenangan dan cinta kita."

Suara tangisan bayi yang tiba-tiba menyadarkan Leo dari lamunan panjangnya. Ia menggenggam bayi perempuannya, yang ditinggalkan oleh Lacerta di pinggiran hutan dan ditemukan oleh seorang dokter yang tinggal di dekat sana.

"Lacerta, ke mana kamu pergi? Kenapa kamu meninggalkan anak kita di pinggiran hutan? Apakah ini ada hubungannya dengan keluarga dokter aneh itu?" Leo bertanya dengan penuh kekhawatiran, berusaha mencari jawaban atas tindakan istrinya yang misterius.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro