Bagian 4 - Jiwa yang hangat
Kau yang mendekap hangat tubuhku
Menyalurkan sebuah rasa bahagia yang nyaman dan menjadi candu
Yang tak pernah beralih dan pergi, tetap menyimpan hangat rasamu untukku
Kau yang selalu ingin terbaik untukku, kau yang ada, benar ada, kau untukku
Aku harap,
akan selamanya
Selalu untukku
***
"Kau kenapa lama sekali menetap di sana, bodoh. Aku sangat merindukanmu," kata Merah yang semakin mengeratkan pelukannya.
Dia sangat amat merindukan sosok yang dipeluknya sekarang. Sosok pria baik yang selalu berpikir hal-hal positif, tidak suka menghakimi orang lain dan senantiasa berpikir sebelum bertindak. Begitu dewasa dan menawan. Merah suka dia.
Sangat.
"Hei, bagaimana kabarmu dan apa kau sudah melakukan saranku?" tanya pria itu sambil mengelus helai demi helai rambut Merah. Yang begitu halus dan lembut.
Itu adalah satu kebiasaan yang disukai pria itu.
Dan Merah juga suka.
Saat tangan hangat menyentuh lembut rambutnya.
Memberikan sensasi hangat dan menyenangkan.
Begitu nyaman.
Merah mulai melonggarkan pelukannya pada pria tersebut. Kemudian menatap pria itu sedih dan mengerutkan bibirnya.
"Sudah. Dan hasilnya seperti yang aku perkirakan," jawab Merah kemudian kembali memeluk pria itu.
Merah suka berdekatan dengan pria itu.
Memeluknya.
Melihat senyumnya.
Memperhatikan wajah sebal pria itu saat Merah iseng mengganggunya.
Tapi pria itu tak pernah marah ataupun kesal.
Dia tetap ada untuk Merah.
Hanya dia satu-satunya yang paham akan Merah.
Walau dunia menolak Merah, namun pria itu tetap mendekapnya.
Membawa Merah dalam pelukannya.
Hati Merah terasa hangat dan nyaman.
Hal yang tak biasa dirasakan Merah.
Atau mungkin belum?
Entahlah.
Pria itu perlahan melepas pelukannya. Membingkai wajah Merah dengan tangannya yang besar dan hangat.
Pria itu mengambil napas sebelum berucap. "Dengar, sayang. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Dan apapun yang mereka lakukan atau yang aku dengar dari orang-orang, tak akan merubah rasaku padamu," kemudian tatapan pria itu makin dalam. "Aku mencintaimu. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Jadi, cobalah membuat aku tenang dengan kau selalu memposisikan dirimu pada sisi aman. Bisakah kamu?" lanjut pria itu dengan manik mata tak lepas tegas dan hangat.
Mata yang menggambarkan sebuah kejujuran.
Dari hati yang baik.
Merah terdiam sebentar. Kemudian berpikir. Beberapa menit kemudian Merah menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis pada pria itu.
"Aku akan mencobanya lagi, Rama. Tetaplah di sisiku dan jangan pernah pergi," gumam Merah penuh dengan pengharapan.
"Tidak akan sayang. Jadilah kekasih yang baik," jawab Rama mantap, kemudian kembali membawa Merah dalam dekapannya.
Pelukan hangat yang begitu nyaman.
***
Merah berjalan menuju sekolah dengan wajah berbinar bahagia. Karena kepulangan Rama. Dan Rama yang tak pernah berubah. Kecuali rasa sayangnya dan cintanya pada Merah yang semakin besar dan dalam.
Merah dapat melihat itu.
Rama adalah satu-satunya yang membuat Merah merasa dia diinginkan.
Yang mau menemaninya tanpa sesuatu di balik itu.
Rama adalah pria langkah yang begitu diidam-idamkan kaum hawa.
Dia satu-satunya pria menyenangkan dari seribu pria yang hidup di dunia ini.
Dan beruntungnya Merah bisa mendapatkan Rama.
Merah merasa menjadi wanita paling bahagia karena memiliki Rama.
"Hai, semua. Pagi," sapa Merah ramah pada siswa-siswa yang dilewatinya di koridir sekolah.
Mereka menatap heran pada Merah. Kemudian menjauh dari Merah tanpa sepatah kata pun.
Merah hanya acu.
Setidaknya Merah sudah mentaati saran Rama.
Toh, Merah bisa hidup tanpa mereka.
Berhasil tidaknya Merah tak begitu peduli.
***
"Kalian tidak akan bisa menyelesaikan tugas sekolah bila terus saja bergosip. Cobalah fokus mengerjakannya. Dengan bergosip kalian hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga tanpa menghasilkan apa-apa," kata Merah tiba-tiba terhadap segerombolan perempuan seusianya yang sedang duduk-duduk di meja panjang di depan panti.
Merah mendekat pada mereka, kemudian menatap soal pada buku yang tergolek begitu saja di atas meja.
"Hmm, sepertinya aku tahu rumus penyelesaiannya yang mana. Apakah kalian mau kubantu?" tawar Merah dengan senyum manis.
Perempuan-perempuan itu menatap sebal Merah. Merah itu pengganggu, perusuh. Dan kedatangan Merah hanya merusak mood mereka saja.
Merah sok tahu dan suka bersikap sok pintar, hal itulah yang ada dalam benak segerombolan perempuan-perempuan itu.
"Tidak. Kami bisa menyelesaikan sendiri. Ayo kita pergi teman-teman," jawab salah satu dari perempuan itu, lalu pergi bersama teman-temannya.
Meninggalkan Merah yang masih berdiri dan menatap mereka yang semakin menjauh.
Yang terpenting Merah sudah mencobanya bukan?
***
Silakan masukannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro