Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 15

"Aras, udah jadian sama Fira?"

"Hah?!"

Mamanya terkekeh sejenak. "Kamu, Ras, sama Fira udah pacaran atau belum?" tanyanya lebih jelas lagi.

Aras sedikit bingung dengan pertanyaan Mamanya. Tidak biasanya beliau menanyakan hal seperti ini. Biasanya juga, hanya bertanya tentang teman-temannya atau sekolah. Jika menanyakan perihal Fira, hanya sesekali saja.

"Nggak pacaran, Ma," jawabnya dengan mantap.

Mamanya sedang masak untuk makan malam. Zara sedang bermain di ruang tengah. Sedangkan Aras duduk di meja makan sambil menggigit buah pir yang tersisa setengah. Jadi, Aras dan Mamanya mengobrol hanya di sekat oleh bar dapur saja.

"Kalau mama kasih tahu sesuatu ke kamu, apa itu bakal ngerubah status kalian?"

Aras menekuk alis. Sedikit risih karena mamanya terus memancing dirinya. Ia juga tidak suka karena dirinya justru merasakan penasaran apa yang akan diberi tahukan oleh mamanya itu.

Apa mamanya itu tahu sesuatu tentang Fira?

Atau, sesuatu yang menyangkut Fira dan dirinya?

Tapi, apa?!

Oke, rasa penasarannya sudah tidak bisa dibendung lagi karena membawa-bawa nama Fira dan statusnya dengan gadis itu. Padahal, bisa saja ia bersikap cuek, namun nyatanya ... tidak bisa.

"Apa, Ma?"

"Tapi, kalau mama kasih tahu hal ini, kamu bakal percaya gak?"

Aras menggigit pirnya lagi. "Percaya, Ma, aku selalu percaya kalau sama mama," jawabnya dengan gereget. Hatinya menjerit, Ayo dong, Ma, kasih tahu hal apa yang mama tahu!

"Waktu malam Minggu itu, yang Fira ke sini, kamu tahu kalau Fira masuk kamar kamu gak?"

Apa?!

"Fira masuk kamar aku? Dan Mama ngijinin? Ma, yang bener aja?!" Aras menatap Mamanya yang masih asyik menatap isi panci. Karena tidak tahan lagi, ia bangkit dan mendekati Mamanya. Ia duduk di atas bar dapur dekat westafel dan dekat dengan mamanya juga.

Mamanya mengangguk mengiyakan. "Mama suruh Fira bangunin kamu karena udah sore dan kasihan kalau dia nungguin kamunya nanti lama. Tahunya, lima menit gak balik lagi. Mama khawatir dia diapa-apain sama kamu, Ras," ucapnya menoleh sebentar pada Aras yang memasang raut penasaran.

"Aku gak tahu Fira masuk kamar atau nggaknya, kan pas aku bangun juga dia ada di bawah, main sama Zara, Ma. Dan, aku gak bakal berani apa-apain tuh orang. Gak ada terbesit niat aneh-aneh kalau sama cewek, Ma," sahut Aras.

"Iya, mama juga tahu kalau itu. Cuma, emangnya anak laki-laki remaja enam belas tahun kayak kamu nggak ngerti apa itu bibir ketemu bibir, hah? Mustahil kalau nggak tahu artinya apa, Aras," keukeh Mama Aras dengan opini keibu-ibuannya itu.

Aras mendengus. "Aku nggak pernah macem-macem ya, Ma. Pacaran aja baru sekali dan itu cuma satu minggu."

Benar, Aras hanya pernah berpacaran sekali dan itu waktu kelas 2 SMP. Pacaran hanya iseng-iseng saja. Lalu, seminggu kemudian putus karena Aras merasakan risih. Lalu, setelah itu tidak berpacaran lagi karena belum ada keinginan. Padahal, yang menyukainya ada saja, meski tidak banyak.

Mamanya tertawa. Wanita itu mematikan kompor dan menutup panci. Beralih ke kompor sebelahnya. Menaruh wajan dan menuangkan minyak goreng. Ia akan menggoreng ayam tepung.

"Iya, habis itu kamu gak pernah pacaran lagi. Kenapa, sih, nggak pacaran? Betah banget jadi jomblo!"

"Gak minat aja."

"Kalau sama Fira, minat?" goda Mamanya sambil menyalakan api.

"Ma ... udah, deh!"

"Hahaha ... tuh, kan, ketahuan. Nggak tapi iya, udah kayak cewek aja kamu, Ras."

Aras jadi menyesal karena sudah penasaran dan pembahasannya jadi melantur seperti ini. Alih-alih beranjak, ia malah bertanya, "Yang tadi itu, suatu hal tentang apa sih, Ma?"

Sambil menunggu minyaknya panas, Mama Aras menatap ayam-ayam yang sudah terselimuti oleh tepung itu sambil menjelaskan, "Fira itu suka sama kamu. Kalau kamu kasih perhatian dikit aja sama dia, dia itu makin suka sama kamu. Bahasa lebaynya kaum cewek itu klepek-klepek. Kemarin waktu dia di kamar kamu itu, pintunya nggak ditutup, terus dia lagi ngomong sendirian dan mama nguping."

"Mama nguping?" tukas Aras.

"Penasaran, apalagi bawa-bawa nama kamu. Ternyata, dia itu emang beneran suka sama kamu. Tindakan atau hal yang udah dia lakuin ke kamu selama ini, ya itu demi menarik perhatian kamu." Ada jeda sejenak, Mama Aras mulai menggoreng ayam itu. Lalu melanjutkan, "Mama sama sekali nggak merasa ilfil sama Fira, nggak tahu juga kenapa, mungkin karena dia udah nunjukin sifat aslinya sejak awal."

"Ya, mama sih gak ngatur-ngatur kamu mau deket atau pacaran sama siapapun. Cuma, kalau ada perempuan yang baik dan suka sama kamu, ya dibalas atuh perasaannya tèh! Jangan dianggurin gitu! Kalau udah ngilang orangnya aja, baru dicari!"

Aras terdiam. Tidak menanggapi apapun. Masih menelaah lebih dalam lagi apa yang diucapkan mamanya. Tentang Fira, tentang perasaan gadis itu untuknya, tentang semua sikap dan tindakan yang Fira lakukan padanya, apa benar itu berlandaskan rasa suka?

Argh! Memikirkannya saja sudah membuatnya pusing!

Tapi, satu yang tidak Aras lewatkan. Ia dan Fira berbeda dua tahunan.

Sial! Aras tidak bisa menampik kenyataan itu.

Dan lagipula, kenapa Fira bisa menyukainya yang usianya di bawah gadis itu?!

Oh, iya, Aras lupa. Fira memang berbeda.

...

Mungkin, Fira terlalu fokus pada 'rasa sukanya' pada Aras. Terlalu fokus pada 'cara bagaimana Aras bisa tertarik padanya'. Tapi, ia lupa akan perhatian atau tindakan kecil yang setiap hari tidak pernah dilewati oleh lelaki itu.

Salah satunya; ketika Aras memasang dan melepaskan helm di kepala Fira.

Ya, itu yang Fira tidak perhatikan.

Jika Fira teliti--sangat-sangat teliti, maka ia tidak akan merasa kalau Aras tidak peduli padanya. Karena nyatanya, laki-laki itu peduli. Bahkan, sesuatu yang Fira lupa, justru Aras yang akan mengingatkannya.

Hari-hari berlalu begitu cepat, Aras bahkan tidak sadar jika ia sudah satu bulan menetap di Jakarta, selalu bersama Fira dan hal-hal lain yang kini sudah mulai terbiasa ia jalani.

Pagi ini, ketika Aras dan Fira sampai di parkiran sekolah, di sekitarnya sudah ramai. Fira turun dari motor dan berdiri menghadap Aras yang baru saja melepas helm. Lelaki itu menyisir rambut sambil melihat kaca spion.

"Sisir terus sampai rontok!" sindir Fira dengan tatapan sebalnya. Lalu, ia mencebikkan bibirnya karena melihat ke sekitar banyak siswi yang menatap Aras--terpesona akan ketampanan lelaki itu.

Aras menoleh dan segera melepaskan pengait helm Fira. Rambut gadis itu sedikit berantakan karena selalu digerai, tidak pernah diikat. Bahkan, Aras tidak pernah melihat Fira mengikat rambut atau mengepangnya.

"Rambut lo kenapa gak pernah diikat?" Aras bertanya dengan mempertahankan posisinya. Ia menatap Fira yang sedang merapikan rambutnya. Meski dirapikan tetap saja terkena tiupan angin pagi membuatnya menjadi berantakan lagi.

"Ini rambut, bukan hati atau hubungan yang harus diikat," jawab Fira dengan mantap.

Masih pagi, tolong jangan munculkan sisi idiot dan gilanya yang satu itu. Aras tidak mau moodnya pagi-pagi ini anjlok!

"Kalau diikat rambut lo bakal rapi terus, nggak berantakan, Ra," kata Aras.

Fira menatap Aras sambil menyipitkan matanya. "Peduli banget, sih! Jadi gemes! Pengin nendang!" Kakinya menyenggol kaki Aras di bawah sana. Lalu, ia tertawa geli. Aras mendengus sebal.

"Mundur!"

Fira mundur. Aras berdiri dan mengacak rambut Fira dengan gemas. "Rasain! Cocok kayak gitu daripada rapi!" ujarnya.

Fira mengeram kesal. "ARAS!" pekiknya.

Aras tertawa sambil berlalu begitu saja. Tidak tahu kalau bukan hanya rambut Fira saja yang diacak, tapi hati gadis itu juga.

"Rasanya bikin pengin nyebut nama Tuhan aja."

"Aras! Tungguin!" Fira mengejar Aras yang sudah berada beberapa meter di depan sana.

Aras berjalan saja, tidak peduli akan teriakan Fira. Lalu, detik-detik selanjutnya, ia dapat merasakan kalau Fira menyenggol lengan kanannya.

"Aras, kok kamu ... itu ...." Fira dengan sengaja menggantung ucapannya. Gadis itu menunjuk tangan Aras yang masuk ke dalam saku hoodie yang lelaki itu pakai.

Aras memberhentikan langkahnya. Ia menatap Fira penuh tanda tanya. "Apa sih, Ra?"

Fira menunjuk lagi saku hoodie Aras. "Kantungnya ... tangan kamu juga ... itu ...." Ia memasang wajah yang sangat sulit ditebak.

Aras menekuk alis dan mengeluarkan tangannya dari saku hoodie yang ia pakai. Kemudian ia menatap tangannya sendiri. "Kenapa, Sapi?!" tanyanya dengan geram.

Lalu, Fira memutar tangan Aras. Membuka telapak tangannya secara paksa dan meletakkan telapak tangannya sendiri di sana. Ia tersenyum lebar menatap genggaman tangan itu.

"Udah. Ayo, ke kelas!"

What the ...?

Alih-alih melepaskan genggaman itu secara paksa atau membiarkannya, Aras justru membalas genggamannya--meski tidak erat.

Fira dapat merasakan jika Aras membalas genggamannya--meski sedikit. Dengan perlahan pipi gadis itu bersemu. Ia menahan bibirnya agar tidak tersenyum lebar seperti orang gila. Padahal, jika tidak tersenyum pun, dirinya memang sudah dicap orang gila.

Hah! Ini pagi yang sangat-sangat membuat Fira senang. Sudut hatinya berbunga-bunga. Ia jadi berpikir, Aras itu malu-malu tapi mau, ya?

Hahaha. Oke.

Jika Aras pasif, maka Fira yang aktif. Seimbang! Cocok!

...

Jumlah word : 1386

Hahaha udah mulai nnihhhhhh

Berondong atu itu emang pinter ngobrak abrik perasaan Fira heyyyyy😭

Ini nung juga baper ya Allah wkwkwk

Jangan lupa vote dan komennya yyaaaaa

Indramayu, 20 sep 20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro