Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Senapan

Seoul, Korea Selatan. Maret 2008.

Anak itu bermain pisau Swiss tajam milik ayahnya. Dia tidak sadar betapa berbahayanya menggunakan benda tajam dan mematikan itu. Salah gerakan sedikit, urat tangan Lee Heesung bakal terkoyak.

Tidak ada jaminan nyawanya selamat jika bermain sendiri dengan benda-benda berbahaya selagi di luar, ada yang lebih berbahaya.

Heesung hanya bosan menanti ibunya datang membawakan salad buah dan patbingsu yang dijanjikan sejak sore tadi. Dia tidak bisa pula menuju dapur untuk menagih patbingsu. Larangan tegas sang ibu terakhir kali membuat Heesung menganggukkan kepala. Dia tidak boleh menimbulkan suara ataupun berusaha membuka pintu. Walau pintu kamar tidak dikunci dari luar, anak itu bahkan tidak panik. Sebab, ibunya janji bakal membawakan banyak makanan enak.

Heesung tidak curiga dengan permintaan aneh ibunya agar tetap diam. Dia tidak bertingkah nakal ataupun diberi hukuman dengan kurungan di dalam kamar. Heesung terbiasa berdiam diri di dalam rumah, jadi hukuman kurungan tanpa alasan itu bukan ancaman.

Namun, kamar Heesung benar-benar berantakan. Dia tidak tahu bahwa kamar yang dia tempati itu memiliki banyak kotak harta karun. Entah bagaimana ayahnya sembrono membiarkan pisau yang kini tergenggam di tangan Heesung terletak di bawah ranjang. Tidak cukup dengan pisau, ada banyak senjata berbahaya di kotak-kotak itu. Terlihat dari debu tebal menempel di kotak, barang-barang itu tersimpan sangat lama di bawah ranjang Heesung. Berikut tumpukan pakaian usang dan berbau apak yang dijadikan klamufase kalau isinya tidak lain adalah kotak pakaian. Rupanya kotak senjata.

Ada bungkus jarum suntik steril dan beberapa vial berisi zat tidak dikenal. Silet, palu, senapan dan segala senjata yang tidak bisa Heesung sebut namanya.

Anak kecil bertampang lugu itu hanya tertarik dengan pisau Swiss yang sangat diketahui kegunaannya. Dia akan menyerut ujung pensil agar gambarnya lebih baik lagi.

Demi patbingsu enak buatan sang ibu, yang dikombinasikan dengan pisang, Heesung berjinjit ke arah meja belajar. Dia mengerjakan PR yang diberikan dari sekolah dan parahnya harus dikumpulkan besok pagi. Dia teringat tugas setelah melihat tasnya. Padahal tadi Heesung tidak kepikiran mengerjakan tugas. Dia terlalu bersenang-senang dengan keluarga di ruang tengah. Berkat ketukan pintu, ketenangan seketika menyusut. Ayahnya bergegas ke lubang pintu dan mengintip siapa tamunya. Seketika raut wajahnya tegang. Dia mengambil sesuatu di kamar Heesung lalu berbisik kepada istrinya. Saat itulah Heesung ditarik ibunya agar diam di kamar dan tidak boleh keluar kamar.

Heesung bisa membaui udara aneh dari tamu tidak dikenal. Orang tuanya selalu tegang setiap menerima kunjungan. Karena itu, Heesung belajar untuk tidak bertanya soal apa yang terjadi, apalagi dengan sekilas wajah bertampang aneh yang sempat Heesung lihat sebelum pintu kamar ditutup. Tamu itu berjumlah empat orang, tetapi sosok paling mencolok perhatian adalah orang yang mengenakan jaket parasut hitam, bertopi fedora dan memiliki seringai sangat panjang sampai ke ujung telinga. Yohan melirik ke orang tuanya yang panik luar biasa detik itu pula.

Apakah mereka rentenir sampai orang tuanya selalu pindah-pindah rumah? Jujur saja, Heesung suka lingkungan baru. Dia bisa beradaptasi dengan orang-orang di sini. Mereka sangat terbuka dengan orang baru. Jika harus pindah lagi, Heesung harus mengenal orang baru lagi. Itu sangat melelahkan.

"Eomma lama sekali. Padahal aku sudah lapar," gerutu Heesung terus menyerut pensilnya yang selalu patah. Dia memang belum pandai menyerut pensil. Dengan telaten, Heesung menyerut. Namun, isinya patah gara-gara Heeseung memegangnya dengan cara yang salah.

Ayahnya yang selalu meruncingkan ujung pensil setiap malam agar keesokannya di sekolah, Heesung bisa menulis aksara hangeul dengan baik.

Perasaan tenang yang dirasakan Heesung itu tidak berlangsung lama. Dia justru mendekat ke kotak senjata dan mengambil senapan angin. Heesung membidik dan mendengarkan suara klik aneh. Dia berfantasi bakalan menembak penjahat, selayaknya dalam permainan ponsel yang dilihat di ponsel teman-teman sebaya.

Agak menyedihkan bahwa Heesung tidak diizinkan punya ponsel. Ayahnya berdalih belum punya cukup uang untuk ponsel. Mau bagaimana lagi. Mereka selalu pindah-pindah tempat tinggal dan membayar deposit rumah. Uang mereka juga habis untuk transportasi pindah barang yang lumayan banyak jumlahnya.

"Apakah mereka penjahat? Bagaimana kalau kutembak?" Heesung berputar, masih dengan moncong senapan menghadap ke pintu. Siapapun yang membuka pintu, dor! Heesung siap menembak. Sayangnya, tidak ada isinya di dalam. Hanya terdengar suara klik berulang setiap Heesung menekan tuas.

Heesung suka dengan pistol barunya. Dia akan pamerkan pistol ke teman-teman barunya. Lalu berburu tentang makanan, obat, dan senjata sejenis untuk permainan kejar-kejaran. Pasti lebih seru daripada bermain di balik layar ponsel.

Bayangan teriakan anak-anak bergema di mana-mana. Seru sekali jika punya pistol di dekapan Heesung sekarang. Dia tersenyum bahagia.

Namun, muncul masalah sekarang. Sangat mendesak dan tidak bisa ditahan lagi. Padahal di ruang tengah sebelumnya, Heesung sengaja menahan diri dari keinginan buang air. Siapa sangka kemunculan tamu mengubah rencananya.

Sekarang dia merapatkan kedua kaki, berjibaku dengan larangan sang ibu agar tidak berisik di dalam kamar. Heesung mengerutkan wajah, bertahan agar perut bergejolak itu hilang. Akan tetapi, ini tidak bisa ditahan lagi. Mulasnya sangat menyakitkan. Heesung berjingkat pelan ke kotak itu dan menemukan untaian kawat dan gunting.

Menelisik tontonan acak di situs pertahanan kehidupan, Heesung mengambil kawat. Dia tidak boleh berisik apapun yang terjadi. Sebagai gantinya, Heesung bakal menyelinap diam-diam dan membuka pintu kamar setenang mungkin.

Semoga tidak bersuara, batin Heesung penuh harap. Wajahnya berkerut penuh konsentrasi. Dia sibuk menyusun pola. Betapa menyenangkan sekali adrenalin yang menderas di pembuluh darahnya.

Larangan ibunya adalah tantangan. Apalah makanan enak bila perutnya mulas. Berikut tidak boleh berisik. Heesung bakal membuktikan bahwa dia tidak akan ketahuan untuk kabur dari kamar. Nanti, kalau urusan perutnya tuntas, Heesung bakalan kabur dari jendela dengan senapan milik ayahnya. Dia akan pamer. Boleh saja Heesung tidak punya ponsel untuk bersenang-senang layaknya anak lain. Namun, Heesung punya senjata yang membuat teman-temannya iri. Dia akan menjadi pemimpin revolusi dari perang-perangan. Punya anak buah yang mengikuti segala instruksinya.

Bukan lagi jadi anak gampang diusir ataupun dimaki-maki. Amat menyedihkan bahwa dia tidak boleh bergabung dalam kerumunan anak yang punya ponsel.

"Aku akan main habis ini." Heesung menyengir penuh bangga, berikut dengan suara klik pelan selagi pintu yang terkunci di luar, kini bisa dibuka.

Heesung menarik napas dalam-dalam. Dia mengintip orang-orang dewasa.

Namun, sekujur tubuhnya seperti terjun ke lantai. Heesung membeku ketakutan selayaknya orang tuanya tadi. Pantas saja dia tidak boleh keluar kamar. Apa yang terlihat di depan matanya jauh lebih menakutkan lagi.

Senapan di dalam kamar tadi bukanlah senapan sembarangan. Apalagi senjata yang ditodongkan ke orang tuanya dengan penuh ancaman.

***********
Disclaimer:

Novel ini sebelumnya berjudul Idol's Life Secret dan tayang di Cabaca dengan cast Kim Yohan. Beberapa tokoh-tokoh lainnya menggunakan cast dari member Wanna One dan Infinite. Demi kepentingan cerita karena banyak yang akan dirombak, maka kuputuskan pakai cast dari Enhypen. Semoga suka ya.

Banyuwangi, 02 Maret 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro