Kazuna Yang Malang
"Selamat Pagi, Om Yama. Ini korannya Om."
"Ashiap, lempar aja Gan!"
Bocah pengantar koran itu melemparkan koran di tangannya yang sudah digulung-gulung kepada seorang pria berkacamata yang berdiri di depan rumah nomor 21.
"Oh, jangan lagi." Ucap seorang wanita yang baru keluar dari rumah yang sama. "Yamato! Jangan sampe lu ginjek pot-pot bunga kita lagi―"
"Gak usah khawatir, Hani bani switi . Aku dapat. Aku dapat. Aku―huwaaaa!"
Crack!
"―untuk yang ke 5 kali minggu ini."
Pagi yang cerah dan hangat untuk memulai aktivitas di kompleks itu. Udara yang segar dan harum sisa-sisa embun pagi membuat pagi di awal musim panas itu terasa sangat nyaman untuk dinikmati.
"Awal yang yang baik, Mas Yama, Mbak Mitsu."
Yamato dan Mitsuki menolehkan pandangan mereka ke rumah nomor 28 yang terletak tepat di depan rumah nomor 21 milik mereka. Yamato hanya melambaikan tangannya semetara Mitsuki terlihat masih bertahan dengan wajah kesalnya karena sang suami telah memecahkan pot-pot bunga miliknya (lagi).
"Ah, selamat pagi Bung Tomo." Sahut Yamato sambil mencoba berdiri dari posisi jatuhnya yang terduduk tidak elit. Mitsuki menarik lengan suaminya itu kasar. "Dimana istrimu yang galak―"
"APA MAKSUDMU DENGAN GALAK, YAMATO WIDODO?!"
Ketiga manusia itu sontak terlonjak begitu mendengar seruan keras dari dalam rumah bernomor 28 itu. Yamato dan Mitsuki hanya saling menatap dengan tatapan horror.
"Tomo, lu apain lagi istri lu itu?" tanya Mitsuki menatap Tomohisa yang tersenyum salah tingkah.
"Dia hanya sedikit kesal pagi ini." Jawab Tomohisa sekenanya sambil memungut koran paginya yang tergeletak di halaman.
"Pagi ini?" sahut sebuah suara dari rumah nomor 23 di samping rumah pasangan YamaMitsu. "Gue rasa Ryuji itu kesel setiap hari deh."
Seorang pria tampan berambut jingga terlihat sudah rapi dengan pakaian joggingnya.
"Mau lari pagi ya, Jun?" tanya Mitsuki kepo.
Kazuna mengangguk, "Iya, mbak."
"Sendi sehat, semangat gowess ya."
"Aamiin.."
Njirr.. korban iklan. Tapi masih mending sih daripada korban perasaan.
"Pemilihan kata yang salah, Mit. Harusnya mantan deket, semangat balikan ya. Gitu." Yamato tertawa, membuat Kazuna ingin segera mengirim bapak tiga anak itu ke alam baka.
Bukan rahasia umum lagi sih, kalo emang Kazuna ini punya mantan yang tinggal di komplek yang sama. Mau tau? Kasih tau gak yaaaaaa....
Oke, aku kasih tau ciri-cirinya deh. Mantan Kazuna itu rambutnya merah, dan dia istrinya Mikado.
"Selamat pagi semuanya."
Nah, itu dia orangnya nongol di rumah nomor 22.
"Selamat pagi, Mom." sahut Mitsuki, lengkap dengan senyum cerahnya. "Nunggu tukang sayur ya?"
Momotaro mengangguk kalem sebelum melirik sejenak pada Kazuna yang kini pura-pura sibuk membetulkan tali sepatunya. Padahal tuh sepatu gak ada talinya.
"Selamat pagi, Juna." sapa Momotaro.
Yamato berdehem dan tersenyum menggoda pada Kazuna yang kini selesai dengan alibinya.
"Selamat pagi." balas Kazuna singkat, padat dan jelas.
Yamato terkikik kayak kuda minta dicekik, "Dingin amat sama mantan, Jun."
Pletak!
Sebuah jitakan didapat Yamato. Mitsuki selaku sang pelaku penjitakan menatap galak Yamato agar suaminya itu diam. Mitsuki heran, punya laki kok mulutnya lemes banget.
"Peka dikit dong lu." bisik Mitsuki seraya mencubit perut Yamato, membuat sang korban meringis pedih mendapat kekerasan dari sang istri.
"Yur~~~ Sayurrr~~~~ Ibu-ibu, bapak-bapak, tante-tante, om-om, kakak-kakak, adek-adek, kakek-kakek, nenek-nenek, sayurnya sayurrrrrrrrrrrrrrr~~~"
Suara cempreng dari kang sayur membuat kerempongan di sekitar pasutri gaje itu sedikit mereda. Begitu fokus para wanita sedikit teralihkan, Kazuna segera ngacir untuk melanjutkan niatan awalnya buat lari pagi diikuti Yamato di belakangnya.
"Ngapain ngintilin gue, bang?" Kazuna menatap Yamato bingung, masih kzl juga sih sebenernya.
"Jangan ge-er lu. Gue juga mau sendi gue sehat tau."
"Otak lu juga harus sehat, Mat." Sahut suara ghaib yang berasal dari samping Kazuna. Begitu pria yang masih setia dengan kesendiriannya itu menoleh, ia mendapati makhluk abu-abu tengah melakukan hal yang sama dengannya.
"Cih, ngapain lu disini. Tumben amat lari pagi, biasanya juga lari dari kenyataan." Yamato mencibir. Matanya menatap sinis Gaku yang tampak adem ayem mendengar hinaan di balik pertanyaannya.
"Bodoamat, gua gak denger."
Kazuna menghela napas lelah mendengar perdebatan tidak penting dua orang di kanan-kirinya. Kenapa kok nasibnya ngenes amat, punya tetangga kampret semua.
"Eh? Rumah nomor 27 itu udah kejual?" tanya Gaku yang berhenti berjalan untuk melihat rumah nomor 27 yang tepat berada di samping rumah Tomohisa.
"Kayaknya sih udah, karena papan iklan di halamannya juga udah gak ada lagi." Jawab Kazuna sedikit mengernyit memperhatikan halaman rumah nomor 27 yang sudah ditata rapi dan nampak sangat layak huni. "Rapi banget. Padahal kemaren masih berantakan dan gak kerawat."
"Mungkin pemilik barunya udah ngerapiin tadi malem kali." Sahut Gaku sedikit terkagum melihat bunga-bunga yang sudah tetata dengan rapi dan indah di sekitar halaman dan di teras rumah mungil itu. "Seleranya bagus juga. Kira-kira siapa yang bakalan tinggal disana, ya?"
"Dilihat dari dekorasinya, mungkin seorang gadis muda yang cantik~" ucap Yamato sambil tersenyum aneh. "Lumayan nih buat―"
Pletak!
"AWWW!"
"Jangan kegatelan lu jadi laki. Mau gue laporin ke bini lu, hah?!" Gaku melotot pada Yamato setelah menghadiahi bapak tiga anak itu dengan jitakan mautnya.
"Lagian, kalo emang itu cewek cantik yang single, biarin Kazuna yang bertindak."
"Lah? Ngapa bawa-bawa nama gue, bang?" Kazuna menoleh pada Gaku.
"Ya, kan di komplek ini yang jomblo elu doang." jawab Gaku enteng, "Lagian, gua bingung deh. Elu kan ganteng nih ya, meski gantengan gue sih (ketika ngomong gitu, Kazuna sama Yamato langsung muntah pelangi) Gua heran aja sampe sekarang kok lu masih jomblo?"
"Awalnya sih nyoba-nyoba jadi jomblo, eh lama-lama asik juga. Saking asiknya sampe sekarang gak punya-punya." Kazuna meringis di akhir kalimatnya. Iya, dia itu ngenes. Kazuna tau kok.
"Gue kira, lu gagal move on." Yamato ikutan nimbrung.
Kazuna menghela napas, "Gini ya, bang. Pacar itu termasuk titipan. Jadi kalo udah putus, anggep aja dia udah dipanggil Tuhan. Lagian nih ya, gue jomblo bukan karena gak laku. Tapi karena gue terlalu indah untuk dimiliki."
Gaku dan Yamato saling lirik sebelum bisik-bisik tetangga terdengar.
"Keseringan bergaul sama elu nih pasti. Jadinya narsis gitu." Bisik Yamato seraya melirik Kazuna yang lagi jalan ke pos ronda buat ngaso.
"Enak aja. Keseringan gaul sama elu lah, makanya dia jomblo sampe sekarang." Balas Gaku yang ga terima disalahin.
"Hey, iskyusmi mister. Fyi, gue udah gak jomblo lagi. Gue udah punya bini, plus 3 ekor anak. Emangnya elu. Anak baru satu. Kalah banyak dari gue lu." Yamato tersenyum bangga. Sedangkan Gaku udah gatel pengen nampol wajah songong lakinya Mitsuki itu.
Kedua bapak-bapak itu saling menyalurkan kilatan imajiner satu sama lain, sampai keduanya saling membuang muka dengan kompak sebelum berjalan ke arah pos ronda dan mendudukkan diri di antara Kazuna yang kembali menghela napas lelah.
Kuatkan Kazuna dalam menghadapi segala jenis tetangganya, ya Allah.
"Ayah lagi ngapain?"
Ketiga orang dewasa itu menoleh serentak pada seorang anak berambut biru yang rupa-rupanya adalah anak bontotnya si Yamato.
"Ayah lagi duduk." Jawab Yamato apa adanya.
"Yheu, aku juga gak buta kali. Aku tau kok kalo Ayah itu lagi duduk kayak pengangguran."
Gaku dan Kazuna terlihat menahan tawa, sedangkan Yamato udah melototin anak kampretnya itu.
"Lah kamu ngapain disini? Mana kakak-kakak kamu?" tanya Yamato keki.
"Mereka lagi main di rumahnya Tenten."
"Trus kamu ngapain di sini? Ikut main sono."
"Aku ada perlu sama Ayah."
"Perlu apaan?"
"Aku mau minta uang buat jajan."
Yassalam ...
Harusnya Yamato udah bisa nebak motif terselubung anaknya ini. Apalagi sih emangnya keperluan Tamaki sama dia kalo bukan buat malaque minta jajan.
"Ayah gak bawa uang."
"Ga bawa, apa gak punya?" tanya Tamaki antara polos dan songong, "Gak bosen apa Ayah gak punya uang terus? Aku aja bosen minta uang sama Ayah yang ujung2nya gak pernah dikasih."
Plis lah, Gaku sama Kazuna udah gak kuat nahan tawa mereka. Akhirnya, keduanya hanya bisa cekikikan kayak kuntilanak menyaksikan perdebatan Ayah dan anak itu.
"Yaudah nih, mas Juna kasih." Kazuna berkata setelah selesai dengan tawanya. Pria itu segera merogoh saku hoddie-nya sebelum menyerahkan uang senilai 20ribu rupiah pada Tamaki yang girang bukan main.
"Wah, makasih mas Juna. Mas Juna baik deh. Gak pelit kayak Ayah." ucap Tamaki yang membuat Yamato kembali melotot padanya.
"Sebagai ucapan terimakasih, aku mau nyanyi buat mas Juna."
"Nyanyi apaan?" tanya Kazuna penasaran.
Tamaki berdehem sejenak sebelum mulai bernyanyi dengan suara cemprengnya yang nyaring, "PENGUMUMAN PENGUMUMAN SIAPA YANG PUNYA ANAK BILANG MAS JUN. MAS JUN YANG SUDAH MALU PADA TEMAN-TEMANNYA, KARENA CUMA DIRINYA YANG GAK LAKU-LAKU. WO-O-O, PENGUMUMAN PENGUM-mmpphh..."
Kazuna segera melakukan tindakan untuk menghentikan nyanyian absurd Tamaki dengan cara membekap mulut anak itu. Sedangkan Gaku dan Yamato udah sakit perut karena menertawakan lagu Tamaki yang sungguh fenomenal.
Dasar ya, bapak sama anak sama-sama kampret emang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro