Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Aliansi Tak Waras

Sepulangnya Max dari unit apatemennya, Vonda segera membersihkan diri. Mengisi air hangat di bak mandi, lalu berendam di sana. Untuk beberapa saat lamanya, menjelang tengah malam itu Vonda menikmati rasa nyaman dengan aroma rileksasi bunga lavender dan busa-busa yang lembut di kulitnya.

Ehm ... Vonda merasa begitu nyaman. Seraya memainkan busa-busa di tubuh polosnya, berulang kali terdengar helaan napas leganya. Walau ada beberapa hal di luar rencana yang terjadi malam itu, tapi keterbukaan Max membuat perasaan Vonda menjadi tenang seketika.

Ya aku memang nggak mungkin nikah beneran sama Max sih. Dan kayaknya jadi pacar pura-pura dia nggak buruk juga kok.

Kedua tangan Vonda meraup sebongkah busa. Meniupnya hingga gelembung sabun itu beterbangan.

Ketimbang aku jomlo dan sedih mikirin yang sudah-sudah ya kan? Mending aja kesempatan ini aku bawa happy. Lagian ... Mama Max juga enak kok.

Mendadak saja senyum terbit di bibir Vonda. Itu adalah karena ia teringat undangan Reny agar Vonda datang ke rumah.

Kalau aku datang, katanya mau dimasakin makanan enak lainnya. Hihihi. Siapa yang nolak makanan enak coba kan?

***

Enam hari lamanya Vonda kehilangan tidur yang berkualitas. Mimpi buruk karena Max sukses membuat ia selalu terjaga di tengah malam dan berujung pada insomnia. Namun, kali ini tidak.

Sabtu pagi itu-yang tidak bisa dikatakan benar-benar pagi mengingat jam sudah menunjukkan pukul 10 WIB-Vonda bangun dengan senyum terkembang di wajah. Menguap beberapa kali untuk mengusir sisa-sisa kantuk di sepasang kelopak mata, Vonda menyadari betapa nikmatnya tidur yang ia dapatkan kali ini.

Masih di atas tempat tidur, Vonda merenggangkan tubuh beberapa kali. Kembali menguap dan barulah turun dari tempat tidurnya.

Hal pertama yang Vonda lakukan adalah mengecek ponsel. Enam hari hidup tanpa ponsel membuat Vonda penasaran untuk apa saja yang terjadi di luar sana.

Berniat untuk mengecek pesan di aplikasi Whatsapp, Vonda mendapati ada tiga pesan baru yang membuat dahinya berkerut. Ada nama Ando di pesan ketiga, tapi ada dua nomor baru di atasnya. Mengabaikan pesan Ando, Vonda langsung membuka pesan dari nomor baru itu.

Pesan itu masuk tadi malam. Tepatnya di pukul dua belas malam lewat sepuluh menit dan di saat itu Vonda entah sudah melanglang buana ke mana saja di dalam alam mimpinya.

+62 811 xxx xxxx :
Von. Kalau ada Mama hubungi kamu,
nggak usah panik ya.

Cuma itu. Tanpa ada perkenalan diri terlebih dahulu. Oh, tapi tentu saja Vonda bisa menebak nomor siapa itu.

"Max?"

Segera saja Vonda berpindah pada pesan yang paling atas. Pesan itu dikirimkan beberapa saat yang lalu. Tepatnya di pukul tujuh pagi. Nah, saat itu Vonda masih berkeliaran di mimpi-mimpinya.

+62 811 xxx xxxx :
Vonda. Ini Mama, Nak. Mama Reny.
Udah bangun?

Mulut Vonda membuka dalam longoan yang tak mampu ia cegah. Buru-buru ia menutup mulut dengan satu tangan. Khawatir kalau ada nyamuk tersasar masuk ke dalam mulutnya. Kan gawat.

"Ya Tuhan. Aku beneran dihubungi sama Mama."

Berusaha untuk tetap tenang, Vonda melangkah pelan keluar dari kamar. Menuju ke dapur seraya memikirkan balasan untuk pesan Reny.

Vonda :
Eh, Mama. Aku udah bangun, Ma.
Tidur aku semalam nyenyak. Mungkin karena kenyang abis makan masakan Mama.

Vonda meninggalkan ponsel di kitchen island sementara ia beranjak membuka kulkas. Mengeluarkan sekotak stroberi beku dan yoghurt, ia membuat segelas jus sederhana. Tepat ketika kembali, balasan dari Reny sudah masuk.

Mama Reny :
Ya ampun. Segitunya. Kalau kamu mau, sering main ke rumah Mama deh. Mama nggak bohong. Nanti Mama masakin yang lain.

Vonda meminum segelas penuh air putih sebelum beralih pada jusnya. Ia meneguk sekali minuman bewarna merah muda itu dan barulah memberikan balasannya.

Vonda :
Aduh, Ma. Kalau ditawarin kayak gitu, aku jadi merasa enak. Hehehe. Nanti aku main deh, Ma.

Vonda melihat pesannya sudah dibaca oleh Reny. Selama menunggu balasan pesannya, Vonda mendadak geli sendiri.

Di mana coba ada yang kayak gini? Belum pernah chat dengan anaknya, eh malah lancar komunikasi dengan ibunya duluan. Hihihi.

Mama Reny :
Mama tunggu ya. Oh iya.
Hari ini kamu ada rencana apa, Von?

Vonda menyisihkan jus stroberi yang sudah ia tandaskan. Hanya menyisakan gelas kosong. Sementara ujung lidah mengusap sisa-sisa rasa di bibir, kedua tangannya mengetik balasan.

Vonda :
Nggak ada rencana apa-apa sih, Ma.
Paling di unit aja.

Usai pesan itu terkirim, mendadak saja benak Vonda memikirkan sesuatu. Mengapa Reny sampai menanyakan hal tersebut pada dirinya? Seperti ia yang mendapat firasat bahwa Reny akan ....

Ting!

Balasan pesan Reny masuk dan Vonda dengan cepat membacanya.

Mama Reny :
Kita jalan yuk? Kamu shareloc, biar Mama jemput. Daripada Mama main dengan Moci terus di rumah.

Moci?

Vonda tergelak. Teringat langsung dengan nama kucing itu. Namun, sejurus kemudian ia berpikir.

Jalan? Ehm nggak rugi juga sih sebenarnya.

Vonda pun mengirimkan lokasinya pada Reny dan membalas pesan itu.

Vonda :
Mau pergi jam berapa, Ma?

Vonda pun tak membutuhkan waktu lama hingga pesan itu dibalas oleh Reny.

Mama Reny :
Jam sebelas? Bentar lagi.
Sekalian kita makan siang di luar.

Vonda mengangguk-angguk seraya mengirim balasan.

Vonda :
Oke, Ma.
Aku siap-siap dulu.

***

Di tempat yang berbeda, Max selesai berolahraga dengan treadmill selama tiga puluh menit lamanya. Ketika matahari sudah meninggi, ia beranjak mengambil sebotol kecil air mineral. Membuka tutup dan meneguk isinya dengan rakus.

Beberapa bulir keringat terlihat membanjiri wajah Max. Begitu pula dengan tubuhnya yang tertutupi oleh kaus tipis tanpa lengan. Membuat pakaian itu lengket di tubuhnya. Mencetak dengan pasti lekukan di dalam sana.

Max membawa botol air minumnya, beranjak, dan memilih duduk di ruang televisi. Menghirup udara dalam-dalam untuk menenangkan napasnya yang masih sedikit memburu. Ia lalu melihat pada ponsel. Tepatnya pada pesan yang dikirimkan ke Vonda.

Dahi Max berkerut. Menyadari bagaimana dua centang abu-abu di pesan itu telah berganti warna menjadi biru. Pertanda bahwa pesan itu sudah dibaca.

"Kenapa dia nggak balas pesan aku?"

Wah!

Max menyisihkan botol air minumnya di atas meja. Kedua ibu jari tangannya bergerak mengetik pesan untuk Vonda.

Max :
Von.
Mama ada hubungi kamu?

Max menunggu dengan rasa tidak sabar. Sungguh! Kalau ingin mengikuti sifat tak sabarannya, ingin sekali Max menghubungi Vonda Namun, tidak. Ia tidak ingin terlihat begitu panik. Walau ... sebenarnya, memang panik.

Bagaimana tidak panik jika Max mendadak dihubungi Reny tepat sebelum ia tidur? Sementara baru saja beberapa jam ibunya itu pulang dari unitnya.

Namun, ternyata ditelepon Reny belum benar-benar membuat Max panik hingga akhirnya cowok itu tahu alasan ibunya menelepon. Apalagi kalau bukan karena Reny meminta nomor ponsel Vonda.

Untungnya Max sudah memiliki nomor ponsel Vonda. Dari hari pertama ia menginjakkan kaki sebagai ketua departemen yang baru, tentu saja dirinya sudah mendapatkan nomor ponsel Vonda. Melalui orang di bagian kepegawaian pastinya. Dengan maksud mempermudah Max jika membutuhkan bantuan kala itu.

Perasaan Max tak karuan, tapi ia tak bisa menolak untuk memberikan nomor ponsel Vonda pada Reny. Tidak alasan untuk menolak, lebih tepatnya. Dirinya tidak bisa mengatakan bahwa ia tidak memiliki nomor ponsel Vonda. Itu terlihat sekali bohongnya.

Kesal menunggu balasan, Max nyaris saja benar-benar lepas diri dan memilih untuk menelepon cewek itu. Namun, sejurus kemudian pesan Vonda masuk. Tak hanya pesan balasan yang masuk. Melainkan satu foto pun turut hadir ke ponselnya. Foto yang membuat ia menjadi menganga, terkesiap tak percaya, bahkan nyaris jantungan di tempat. Komplit sekali.

Vonda :
Sorry baru balas. Ini weekend kali ya,
jadi sibuk nyantai gitu.
Nih lagi makan siang sama Mama kamu.

Ingin sekali Max tidak percaya dengan isi pesan itu. Namun, bagaimana dengan fotonya? Bukti valid itu membuat Max benar-benar syok.

"Ya Tuhan. Ini kenapa Vonda malah makan siang sama Mama?"

Masih terlalu syok dengan foto yang menampilkan Vonda dan Reny dengan bibir yang sama-sama mengerucut sok imut, Max justru mendapatkan panggilan video di ponselnya. Lesu, Max mengangkat panggilan video tersebut.

"Mama."

Reny melambai di sana. "Max! Udah makan siang?"

Meneguk ludah, Max hanya bisa geleng-geleng kepala dengan ekspresi tak percaya. Terutama ketika ia mendengar Reny kemudian berkata.

"Von. Sini, Von. Mama lagi video call sama Max."

"Eh? Mama hubungi Max?"

Ya ampun. Kenapa mereka yang jadi kayak akrab kayak gini?

Jika masih ada sedikit keraguan saja di benak Max tentang keakraban Reny dan Vonda yang bisa terjadi dalam waktu singkat itu, maka penglihatannya langsung menyingkirkan keraguan tersebut dalam sekejap mata. Itu adalah ketika Vonda muncul juga di layar ponsel. Terlihat begitu senang dengan senyumnya yang lebar.

"Max!"

Astaga! Sadar atau tidak, Vonda menyerukan namanya di sana. Bahkan ikut-ikutan melambai seperti Reny.

"Mama hari ini rencananya mau belanja bareng Vonda," kata Reny kemudian. "Iya kan, Von?"

Vonda mengangguk.

"Ke salon juga. Mama ada uban dikit," kata Vonda dengan ekspresi sedikit berbisik yang dimaksudkan memang hanya untuk menggoda.

"Calon mantu durhaka ini, Max," ledek Reny. "Makanya ntar biar Mama suruh bawa barang belanjaan. Biar kapok."

"Hahaha. Ntar belanjaannya aku bawa balik ke tempat aku aja deh ya?"

"Eh, ngelunjak ya jadi calon mantu."

Astaga!

Max benar-benar hanya bisa melongo melihat bagaimana dua orang wanita berbeda zaman itu tertawa-tawa di seberang sana. Entah apa saja yang Reny dan Vonda katakan, Max tidak tahu lagi. Yang ia tahu adalah beberapa saat kemudian dirinya menyadari sesuatu. Bahwa entah apa alasannya, tapi mendadak saja Max merasa seperti ketiban kesialan seumur hidup.

Aliansi wanita nggak waras telah terbentuk, Pemirsa. Siap-siap aja aku semakin gila.

*

bersambung ....

Semuanya, aku ucapin makasih karena kalian masih bertahan buat baca cerita ini.

Btw aku mau kasih info dikit nih ya. Tahun 2023 ini aku mau kembali disiplin. Aku berusaha untuk update sesuai jadwal dan meminimalisir keterlambatan. Kalau masih ada kurang, aku minta maaf.

Terus aku juga mau kasih kabar. Karena aku mau menerapkan lagi kebiasaan lama aku (update sesuai jadwal), untuk itu kebiasaan aku yang lainnya juga ikut mucul lagi. Yaitu, aku akan libur di dua hari terakhir.

Jadi bab hari ini adalah bab terakhir di bulan Januari. Kita ketemu lagi di tanggal 1 Februari. Kalau kalian nggak tahan nunggu, boleh banget kok baca di KaryaKarsa atau pesan novel/PDF sama aku (^・ェ・^)

Makasih banyak (。・ω・。)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro