Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EMPAT

Isobel menyeimbangkan tubuhnya dengan menempelkan tangannya di dinding ketika ia berjalan kembali ke koridor. Kedua kakinya terasa lemas.

Kehilangan suami dan anak pasti sangat sulit.

Ia ingat terbangun dari pertarungan itu dengan sakit kepala dan jantung yang berdetak kencang sambil memandangi ibunya. Kau aman sekarang, sayang. Kita akan baik-baik saja. Ia percaya itu, tapi dengan cara yang salah.

Ia menemukan ibunya di dapur, wajahnya penuh dengan air mata.

"Bu."

Kening Maggie berkerut, ia tidak melihat ke arah anaknya.

"Bu, ayo bicara."

Tidak ada jawaban. Isobel duduk di depan ibunya. "Ibu memberitau semua orang bahwa aku sudah meninggal? Aku tidak sadarkan diri dan ibu bilang aku meninggal." Ia merasakan adanya sesuatu di tenggorokannya yang membuatnya sulit bicara. "Dan itu kenapa kita harus pindah rumah, dan kita tidak bisa memberitau siapapun di mana kita tinggal sekarang."

Ibunya tidak menjawab, Isobel melanjutkan. "Selama ini, aku kira untuk keselamatan kita—aku kira aku tidak boleh bertemu teman-temanku, karena aku bisa cepat pulih. Tapi mereka kira aku meninggal?" Suaranya terdengar parau. "Ginny, Neville, Luna, mereka kira aku meninggal?"

Ibunya menatapnya. "Maaf, Isobel."

"Ibu pikir ibu bisa menutupiku di sini selamanya? Ibu pikir itu bisa membantuku? Bu, aku sangat kesepian." Air mata membendung di mata ibunya; Isobel mendengus kesal. "Aku mau cari angin."

Ia membuka pintu belakang rumahnya, melangkah ke kebun. Ia berjalan mondar mandir di sana, berusaha mencerna semuanya. Semua yang terjadi setelah perang, ternyata sangat berbeda dengan apa yang ia pikirkan. Teman-temannua mengira ia meninggal selama satu tahun belakangan ini—mereka berduka dan merelakan kepergiannya. Mungkin mereka sudah melanjutkan hidup mereka; kembali ke sekolah, mulai bekerja. Dan ia ada di sini selama ini, tidak melakukan apapun.

Ia merasa tenggorokannya terganjal lagi, ia berhenti berjalan dan menggigit keras bibirnya. Ia pikir ini semua normal. Normal untuk memberi dirinya waktu untuk pulih; ia akan bertemu teman-temannya sebentar lagi. Selama setahun, ibunya sudah menjadi sahabatnya. Berapa lama lagi ibunya akan menutupi ini?

Pintu terbuka di belakangnya. Ibunya bergerak perlahan ke arahnya, menggenggam tangan Isobel. Ia tidak menghiraukan ibunya.

Maggie berkata dengan perlahan. "Isobel, kau harus mengerti. Saat pertarungan itu berakhir... situasi saat itu tidak jelas kapan semua akan kembali aman. Banyak Death Eater yang masih hidup—tidak ada yang yakin jika mereka tidak akan bangkit kembali. Dan ibu sudah kehilangan ayahmu, dan untuk beberapa saat ibu pikir ibu akan kehilanganmu juga. Dan ibu tidak bisa—" ia berhenti sejenak. "Ibu tidak bisa menghadapi itu, ibu egois, iya—tapi saat itu, keputusan ibu adalah yang terbaik yang kau butuhkan—"

"Yang aku butuhkan?" Isobel mengulang. "Bu, ibu yang mengambil hidupku."

"Kau harus pulih," Maggie menjawab. "Kau butuh waktu, dan selama berbulan-bulan kau sangat lemah, tidak ada pikiran ibu untuk mengembalikanmu ke dunia sihir, dan masih banyak Death Eater yang bebas—"

"Tapi aku bisa pulih dan kembali baik-baik saja tanpa memberitau semua orang bahwa aku sudah tidak ada!" Ia memojokkan ibunya. "Aku bisa—diam di rumah, seperti orang normal, di rumah lama kita, berhubungan dengan teman-temanku-"

"Kau tidak bisa." Maggie menggelengkan kepalanya. "Orang-orang akan mencarimu; ada orang-orang yang tidak mau kau hidup. Mereka akan mencarimu—"

"Itu paranoid, bu. Tidak ada yang mau mencariku."

"Isobel, kau harus percaya," kata Maggie. "Apa yang ibu lakukan memang impulsif, benar, tapi ini semua hanya untuk melindungimu."

"Ini semua—" Isobel meninggikan suaranya, "hanya untuk ibu. Bukan untukku. Semua seperti ini agar ibu bisa mengontrol habis-habisan."

Ibunya selalu terlihat kecil, tapi kali ini, ia terlihat bahkan lebih kecil. Air matanya membendung lagi: Isobel merasa bersalah.

"Ibu tidak membenarkan sikap ibu," kata Maggie dengan lembut. "Ibu hanya berusaha menjelaskan. Ibu berusaha membuatmu mengerti. Mengingat bahaya yang mengancam saat itu, rasanya keputusan yang tepat."

"Yah, aku yakin orang tua teman-temanku tidak memalsukan kematian anak mereka," balas Isobel. "Dan aku tidak lebih dalam bahaya dibanding mereka."

"Iya, kau dalam bahaya."

"Maksudnya?"

Maggie menggelengkan kepalanya lagi. Ia terlihat lelah. "Tidak—seharusnya ibu tidak berkata begitu,"

"Bu," Isobel memohon. "Bagaimana maksud ibu? Bagaimana aku jadi target?"

Maggie terlihat pucat. "Ibu mohon, percaya ibu. Kau dalam bahaya saat itu, dan bahaya itu tidak berhenti saat pertarungan berakhir. Ibu berusaha menyelamatkanmu... Mungkin ibu akan menjelaskannya, suatu hari, dan kau akan mengerti. Tapi tidak sekarang."

Isobel menjauh dari ibunya, menatap tajam ke sekitar kebun; dalam dirinya berteriak. "Bagaimana bisa ibu mengambil semuanya dariku, tapi ibu tidak bisa menjelaskan sebabnya?"

Ibunya terdiam. Ketika Isobel menatapnya, Maggie sedang dalam keadaan berlutut di rumput.

Isobel melangkah cepat menghampiri ibunya. "Bu?" ketika Maggie tidak menjawab, Isobel berlutut di sebelahnya. Ia memegang wajah pucat ibunya dan berkata dengan panik, "Bu."

"Maaf." Maggie menatap anaknya, berkedip perlahan. "Sakit kepala. Ibu harus berbaring."

Isobel menuntun ibunya dengan menggenggam salah satu lengannya dan ia berdiri dengan kaku. Mereka berjalan perlahan; dengan berat ke kamar ibunya, di mana Isobel membantunya menaiki tempat tidur. Kemudian ia berjalan kembali ke dapur dan terduduk di kursi. Ia terduduk di sana selama berjam-jam; pikiran dan pertanyaan berputar di sekitarnya.

Malam itu, ia menarik selimut hingga menutupi kepalanya dan memeluk kedua kakinya. Ia menangis tersedu-sedu dengan suara yang sangat kecil, memohon agar dunia bisa menjadi sedikit lebih baik.

-

Tidak ada keluarga Malfoy yang menghabiskan lebih dari satu bulan di Azkaban setelah pertarungan selesai.

Lucius segera ditangkap, tapi berhasil mempercepat pembebasannya dengan menyediakan informasi tentang Death Eater yang kabur. Karena mereka meninggalkan Voldemort di tengah pertarungan, pengkhianatan Narcissa, dan Draco yang masih berusia muda, ketiganya dibiarkan berjalan bebas dari kejahatannya. Kesimpulannya adalah keluarga Malfoy tidak lagi berbahaya; mereka tidak lagi tertarik untuk berada di pihak Voldemort.

Kementerian mengambil keputusan ini dengan pemberitahuan dengan segala kesalahan keluarga Malfoy selama dua dekade terakhir ini, mereka tidak akan benar-benar bebas, dan masyarakat juga mengetahui itu. Ketika Malfoy itu jarang menampakkan diri, kalaupun mereka muncul, mereka dikucilkan dan dipojokkan. Di mana yang berpapasan dengan mereka selalu memiliki ekspresi ketakutan, sekarang mereka semua terlihat percaya diri dan penuh kebencian. Kapanpun mereka menginjakkan kaki di komunitas dunia sihir, tatapan tajam dan bisikan selalu mengikuti langkah mereka. Maka, untuk waktu yang lama, Lucius dan Narcissa menjaga keluarga mereka untuk tidak terlalu terlihat, berusaha menemukan jalan mereka untuk kembali ke komunitas sihir di mana mereka tidak lagi diinginkan.

Segera setelah pertarungan berakhir, Draco mengurung diri di kamar. Ia tidak tidur, tidak makan; hanya berbaring di tempat tidur. Berhari-hari, mungkin berminggu-minggu terlewatkan sebelum Narcissa masuk dan berusaha berbicara dengannya. Untuk pertama kali di hidupnya, ia berteriak pada ibunya. Ia mengunci pintu, dan membasahi bantal dengan air matanya.

Di luar pintunya, ada persidangan dan penangkapan; teman-teman dan anggota keluarga divonis mati. Draco tidak tau siapa yang kabur dan siapa yang disidang. Baginya, tidak akan ada beda. Ayahnya datang ke dan pergi dari Azkaban, dan ia tidak peduli. Tidak ada yang penting sekarang, di dunia di mana Isobel tidak ada.

Beberapa minggu berlalu lagi dan kehadiran Narcissa semakin sering. Ia membawakan makanan untuk anaknya, dan terkadang duduk dan mengelus punggungnya untuk beberapa saat. Ia memohon pada anaknya untuk membiarkannya membuka tirai, membuka jendela, beres-beres sedikit, tapi tanpa menjawab ia mengambil bantal dan menutup kepalanya, dan menyuruh ibunya pergi.

Bukti-bukti dari kenangannya dan Belly masih tersimpan di sekitar kamarnya dengan variasi yang berbeda: sweater yang tergeletak di kursinya, beberapa kunciran rambut di daun jendela. Di sebelah tempat tidurnya terlihat parfum yang biasa digunakannya. Draco berhati-hati untuk tidak memindahkan barang-barang ini, berharap untuk membiarkan mereka di tempatnya seperti biasa. Dengan begitu, Belly akan menjadi orang terakhir yang menyentuh mereka. Mereka diposisikan sebagaimana mereka karena Belly menempatkan mereka seperti itu. Draco menyukai itu.

Di hari persidangan, Draco melepaskan kaus yang sudah dipakai selama seminggu, dan menggantinya dengan pakaian formal yang sudah disiapkan oleh ibunya.

Persidangan berjalan seharian. Ia bergumam jawaban "iya" dan "tidak" untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan padanya. Walaupun Draco tidak begitu peduli, ia sadar dari awal bahwa Kementerian tidak ada keinginan untuk menahannya, tapi mereka hanya menginginkan informasi yang bisa membantu mereka untuk kasus selanjutnya. Mereka ingin informasi tentang sesama Death Eater; teman sekolahnya; keluarganya. Mantra-mantra apa saja yang ia pelajari dari Voldemort dan sihir gelap apa yang pernah ia lakukan. Ia menatap mereka dengan ragu, memikirkan banyaknya energi yang mereka miliki. Ia merasakan tatapan kekecewaan padanya seiring ia meninggalkan ruangan, merasa ia baru saja menyia-nyiakan hari mereka. Ia kembali ke Malfoy Manor dengan harapan bisa kembali ke tempat tidurnya untuk, paling tidak, seminggu lagi.

Tapi ketika Draco kembali ke kamarnya, semua sudah rapi. Furniture rapi dan tertata, dan baunya sangat steril. Jendela terbuka lebar, membiarkan angin kencang masuk ke dalam. Dan semua kepunyaan Belly--semua barang yang Draco miliki--hilang.

Itu kedua kalinya Draco berteriak pada ibunya. Ia menggunakan mantra 'packing' untuk memasukkan seluruh barangnya ke sebuah koper dan menghabiskan malamnya di sofa lantai bawah. Ia memutuskan untuk pindah ke London secepatnya.

Sebelum meninggalkan kamarnya dan menghilang, ia melirik kembali ke kamarnya, untuk bernostalgia--Draco menyadari sesuatu berwarna putih dan sangat kecil terletak di bawah tempat tidurnya. Itu adalah bunga kecil--bunga salju--yang Belly selipkan di belakang telinga Draco, di Great Lake. Ia langsung menyimpannya setelah itu dengan menggunakan mantra mengeringkan, ia langsung memasukkannya ke dalam kopernya, tidak berpikir panjang.

Air mata menyentuh ujung mata Draco. Ia memasukkan bunga itu ke dalam kantong mantelnya, dan menutup pintu kamarnya. Ia meninggalkan rumah, dan tidak menengok ke belakang. Tidak ada rencana: ia tidak tau apa yang ia lakukan, atau berapa lama ia akan pergi. Yang ia tau adalah jika ia bisa, ia tidak akan kembali ke Malfoy Manor untuk waktu yang sangat, sangat lama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro