27
Sudah sebulan TERSIPU beredar di dunia oranye 😆 kritik dan saran kalian selalu kutunggu 😚
Vote, komen, dan share jika kamu suka
Terima kasih dan selamat membaca 💕
•°•°•
HUBUNGAN Paras dan Widuri Tanudiraja lima tahun lalu sebagai menantu dan ibu mertua bisa dibilang tidak terlalu baik. Widuri hanya bicara seperlunya. Seperlunya berarti jika lantai kotor, cucian baju menumpuk, meja makan kosong, setrikaan menggunung dan kebetulan matanya menangkap Paras lewat, dia akan memanggil menantunya itu daripada ART. Dan jika Paras di kamar menjerit kesakitan akibat perbuatan putranya, Widuri tidak merasa perlu bicara maka dia diam.
Andai saja Reksa tidak terobsesi berlebihan terhadap Paras bahkan sampai menghamili, mana mau Widuri punya menantu modal tampang seperti itu. Ah, bukan hanya modal tampang, tetapi juga modal nekat. Kucing kecil bertaring singa yang meneror karir suami Widuri demi tanda tangan di atas selembar surat perceraian. Untuk alasan apapun, Widuri dan suaminya enggan berurusan lagi dengan mantan menantu satu itu.
Hal yang sama juga berlaku untuk Paras.
Segera setelah mendeteksi kehadiran Widuri, Paras bergegas pamit dan beranjak dari sisi Rosa. Kakinya melangkah ke manapun. Kewaspadaannya meningkat. Matanya beredar ke setiap sudut terbuka water park mencari putranya, sekaligus memindai kemungkinan adanya anggota keluarga Tanudiraja yang lain.
Taksa ditemukan di area food court sedang makan popmi bersama Wiryawan dan cucu-cucu keluarga Suwarmi. Senyum Suwarmi terkembang melihat Paras menghampiri meja besar mereka.
"Meseno (pesanlah) mau apa, Nduk. Bill nya gabung di sini."
"Makasih, Bude." Mengatur napasnya yang masih memburu, Paras duduk bersama Taksa. "Ibu mana, ya, Bude?"
Suwarmi menunjuk arah loker dengan dagu. "Ngambil baju ganti."
Paras merunduk mengusapi rambut basah Taksa. "Habis ini Taksa bilas sama Mama, ya?"
Taksa yang masih kepedasan popmi melayangkan tatapan protes pada sang Mama.
"Kok sudah, Nduk? Baru sejam," tanya Wiryawan, menyesap secangkir kopi hitamnya.
"Paras... agak pusing, Pakde."
"Tiduran di situ, Nduk, ngiyup (berteduh)." Wiryawan menunjuk satu sisi kolam di mana deretan gazebo sewaan berdiri. "Bude sama Tantemu pada di sana."
Namun saat mata Paras mengikuti arah yang ditunjuk Wiryawan, udara di sekitarnya menghitam, dan napasnya terpenggal.
Gazebo keluarga Candra Diwangsa tepat bersisian dengan gazebo keluarga Sandi Tanudiraja, ayah mertua Paras, dulu.
•°•°•
Sepuluh jemari Sandi Agung Tanudiraja mencengkram keras birai balkon cottage setelah Widuri bersaksi bahwa dia melihat Paras dan Taksa, tadi pagi, di area water park resort ini.
Perempuan magnet yang menjadi obsesi setengah mati putranya. Perempuan picik yang mampu menggulingkan 30 tahun jerih payahnya membesarkan firma hukum yang saat ini ada di puncak keemasan. Perempuan yang ingin dia singkirkan selamanya, namun, hal itu berisiko terlalu tinggi maka hanya disingkirkan dari keluarganya saja.
Saat itu, Sandi rasa surat cerai saja sudah cukup untuk membungkan mulut perempuan itu dan mengusirnya. Memberi Paras kebebasan, secara de facto dan de jure, yang sangat diinginkan perempuan itu. Sandi pikir segala perkara antara keluarganya dan Paras benar-benar selesai di situ.
Hanya saja, yang jadi masalah adalah Reksa.
Lelaki itu masih bersikeras menolak fakta kepergian Paras. Sandi tidak habis pikir apa bagusnya perempuan itu kecuali dia cantik hingga Reksa menggilainya. Menentang perjodohan dengan perempuan lain yang sederajat karena pikirannya masih terikat kepada Paras. Sandi tak ingin membayangkan bagaimana jadinya jika Reksa melihat Paras di tempat ini.
Karena itu dia menatap lekat Widuri, menanamkan pemahaman pada sang istri sebelum saatnya makan malam di restoran hotel.
"Jaga Reksa. Jangan biarkan sendiri. Jangan sampai ketemu anak itu."
•°•°•
Meja makan malam reservasi khusus keluarga Candra Diwangsa diwarnai ramai obrolan dari setiap anggotanya, membahas rencana pernikahan putri ketiga keluarga Wiryawan. Pemilihan pagar ayu dan pagar bagus untuk resepsi adalah subtopik hangat saat ini. Sebagai yang bukan gadis lagi, Paras cukup tahu diri untuk tidak terlibat dan hanya sesekali melempar tawa.
Lagipula, matanya harus tetap awas mengamati semua titik restoran. Memastikan keluarga toxic Tanudiraja berada di jarak aman dari dirinya, dan terutama Taksa.
Paras melihat arloji di pergelangan yang menunjukkan hampir pukul 8 malam tetapi belum ada tanda kemunculan anggota keluarga itu. Setidaknya dia harus memastikan apakah yang ada di sini hanya Sandi dan Widuri, atau... Reksa juga?
"Ras, cari apa, tho?" bisik Suci di sebelah Paras, menyadari bahwa sejak tadi putrinya gelisah melirik pintu keluar-masuk. "Masih pusing?"
Paras menggeleng pelan. Dia enggan mengatakan pada Suci bahwa mantan mertuanya ada di sini. Lagipula Suci sama sekali belum pernah bertemu orang tua Reksa, maka, biarlah semua keburukan itu terkubur sebagai masa lalu.
Jawaban pertanyaan Paras muncul di ambang pintu restoran dan secepat itu pula Paras membalik tubuh, menghindarkan wajahnya dari keluarga Tanudiraja. Jantungnya berderap keras.
Sial. Sial sekali. Reksa Dwiputra Tanudiraja ada di sana.
Bulir keringat terbentuk di kening Paras. Perempuan itu memejam sesaat, mengatur napas. Menguatkan hati bahwa dia sudah, masih, dan akan selalu jadi pemenang atas keluarga Tanudiraja. Dia memiliki itu. Kartu as terakhir yang sangat tidak ingin dia keluarkan, tetapi jika keadaan memaksa, Paras akan memainkannya.
Bagaimana pun, sudah pasti dia akan menang.
Yang harus dia lakukan sekarang hanya mengamankan Taksa dari tangan-tangan itu. Dia menoleh sisi kiri Suci namun kursi yang seharusnya diisi Taksa masih kosong. Bukankah tadi dia mengambil es krim dengan Azalea?
"Taksa belum balik, Bu?"
"Tadi sudah, tapi pergi lagi ambil corn flakes katanya."
Paras memundurkan bangkunya dan keluar dari meja. Tujuan utamanya adalah deretan meja dessert di mana Taksa seharusnya berada.
Fokus matanya tak lepas dari gerak-gerik meja keluarga Tanudiraja yang baru diisi anggotanya. Kakinya melangkah dalam ritme cepat yang diatur senatural mungkin untuk meredam kecurigaan. Tetapi Taksa tidak terlihat di meja dessert dan secara otomatis kepanikan Paras menanjak.
Perempuan itu berkeliling. Matanya harus bergantian mencari Taksa dan mengawasi Reksa. Sialnya balita itu tidak ada di mana pun. Dia belum kembali ke meja keluarga Candra Diwangsa. Dia juga tidak ada di toilet. Yang paling ditakutkan, ketika Paras keluar dari toilet, Reksa menghilang dari meja Tanudiraja.
Paras bergegas menghampiri Suci dan membungkuk. "Paras izin keluar sebentar. Kalau Taksa kembali tolong kasih tahu, ya, Bu?"
Belum sempat Suci bertanya tetapi Paras lebih cepat berlari ke luar pintu restoran.
Kencang angin malam langsung menerpa kulit perempuan itu sesaat setelah kakinya menginjak jalan paving di luar. Tidak ada siapapun yang bertahan di udara sedingin ini, 16° celcius. Jalanan dan halaman semua cottage tampak kosong tanpa manusia. Hanya lampu-lampu taman yang jadi teman Paras mengitari satu blok cottage, sampai, langkahnya terantuk karena seseorang menangkap tubuhnya dari belakang.
Jantung Paras berhenti sepersekian detik.
"Aku kangen kamu, Ras." Bibir Reksa mengulum daun telinga Paras hingga rasa mulas dan jijik melilit perut perempuan itu. "Kenapa kamu makin can... ARGH!!!"
Gigitan keras Paras di lengan besar itu sukses membuatnya terlepas dan segera berlari. Napasnya terengah menaiki tanjakan landai. Dia berbelok menuju blok C yang merupakan deretan cottage sewaan keluarga Candra Diwangsa.
Sesekali kepalanya berputar panik ke belakang sementara tangannya mengaduk isi sling bag mencari key card, tetapi tubuhnya justru mendapat kejutan lain. Menubruk seseorang di depan.
Matanya terbeliak. "Mas?!"
"Taksa di kamarku." Prabu tersenyum.
"Bu-bukannya Mas..."
"Schedule bedah? Done. Aku langsung ke sini. Kalau di grup aku bilang ikut pasti kamu nggak mungkin ikut, 'kan?"
Gigi-gigi Paras menggertak. Seringai tengil sang abang sepupu sungguh membuat kukunya gatal ingin mencakar.
Seringai itu kemudian pudar saat Prabu menangkap sosok lain di belakang Paras, beberapa meter di sana, bergerak mendekat dari ujung blok. Pria lain yang kedatangannya menyulut ego lelaki Prabu terbakar saat itu juga. Prabu melingkarkan lengannya di pinggang Paras. Merekatkan tubuh kecil itu dengannya sementara satu tangan yang lain menekan tengkuk Paras, memudahkan bibirnya menutup bibir perempuan itu.
Paras berhenti berpikir dan menutup mata lemah.
Sedangkan Prabu memastikan Reksa melihat dengan kedua mata, sebelum turut memejam lantas menanamkan ciuman lebih dalam. Mengaliri tubuh dan hati Paras dengan kehangatan di antara dinginnya angin malam.
•°•°•
Prabu 99999 - 0 Reksa
Kalau TERSIPU terbit jadi buku apakah sepupumu mau beli?
Kusatsu, Shiga, 3 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro