Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21

Vote, komen, dan share jika kamu suka
Terima kasih dan selamat membaca 💕

•°•°•

"MALAM, dokter Fendi." Perawat perempuan berperawakan tinggi itu segera berdiri dan membungkuk sopan ketika Efendi Candra Diwangsa menghampiri station nya.

"Malam, Mbak Putri." Sudut mata pria kepala enam itu melirik satu-satunya ruang di bangsal poliklinik yang lampunya masih menyala. "Dokter Prabu ada pasien? Saya lihat mobilnya masih di parkiran."

"Sudah selesai lima belas menit yang lalu, Dok. Dokter Prabu masih di dalam."

"Ngapain dia?"

"Kroscek RM, Dok. Katanya ada yang beda sama data di server."

Efendi mengangguk, mengetuk konter station lantas tersenyum. "Oke. Saya ke sana saja. Makasih, Mbak Putri."

Perawat bernama Putri sedikit ragu untuk mencegah namun Efendi sudah melangkahkan kaki ke tempat tujuan. Dia lupa menambahkan bahwa ada orang selain Prabu di ruangan itu, tetapi sudahlah, bukankah orang itu calon menantu sendiri? Seharusnya tidak ada masalah.

Efendi baru saja menggenggam tuas pintu ketika pandangnya jatuh pada pemandangan aneh melalui celah tirai jendela yang tertutup. Ada seseorang. Berambut panjang, mungkin perempuan. Keterbatasan pandang membuat pria itu tak dapat melihat wajah perempuan yang ada di atas tubuh putranya. Tak ada suara, tak ada kata, hanya putranya membenamkan wajah di ceruk leher si perempuan yang menggeliat gelisah.

Namun kemudian perempuan di atas melepaskan diri dan menjauh. Hilang dari jangkauan pandang Efendi. Yang dapat dia saksikan tinggallah putranya, masih setengah merebah di atas kursi, menangkup wajah dan menyugar rambut gerah. Kemudian si perempuan terlihat kembali dari celah ketika putranya meraih dan menggamit jari-jari perempuan itu.

Mereka berbicara sesuatu. Entah apa. Tetapi akhirnya Efendi dapat mengidentifikasi tampak samping perempuan itu dan menyimpulkan sebagai salah satu keponakannya. Keponakan yang pernah dia temukan di ruang Departemen Obgyn & KIA, dan juga, tengah berduaan dengan putranya.

Remasan Efendi mengendur dari tuas pintu.

Sesuatu bergemuruh dalam diri ayah itu dan bukan hal yang baik. Aktifitas yang baru saja dia saksikan tidaklah berpengaruh sebanyak itu. Bagaimana pun dia juga lelaki yang paham betul sesaknya cinta menggebu-gebu saat testosteron sedang tinggi dan ingin dilepaskan. Permasalahannya, mengapa perempuan itu?

Mengapa perempuan yang seperti itu?

Efendi memejam sesaat. Napasnya tertahan saat mengetukkan buku jari-jarinya di pintu tiga kali.

"Kamu di dalam, Pra?"

Kurang lebih sepuluh detik Efendi tidak mendapat jawaban. Hampir saja dia mengetuk lagi namun kemudian pintu dibuka dari dalam oleh putranya.

"Papa," sapanya, mundur membuka jalan bagi Efendi untuk masuk.

Efendi mendapati Paras sedang duduk di kursi pasien lalu perempuan itu segera berdiri, meraih dan mencium punggung tangannya seperti biasa.

"Baru pulang, Nduk?" tanya Efendi, tanpa melepaskan mata dari rona merah menyala pada kulit wajah dan leher Paras. Begitu pula bibir yang tampak lebih berisi dibanding biasanya.

Tanpa perlu tahu detil aktifitasnya, Efendi dapat menyatakan bahwa putra dan keponakannya baru saja melalui beberapa menit yang menyenangkan malam ini.

"Iya." Paras tersenyum rikuh. "Sehat, Pakde?"

Efendi membalas senyum itu. "Sehat. Nggak pulang, Nduk? Sudah hampir jam 11 ini."

"Pulang, Pakde." Paras meraih sling bag nya lalu membungkuk sopan. "Paras pamit, assa--"

"Nggak bagus pulang larut sendirian buat perempuan. Aku mau ngantar Paras. Aku minta dia tunggu sebentar di sini," putus Prabu yang turut menyandang ranselnya di satu bahu. "Papa ada perlu sama aku?"

Efendi terdiam sesaat menghadapi gesitnya Prabu. Sifat pantang mundur itu adalah replika yang sama persis dengan dirinya.

"Invitasi simposium kamu nyangkut di meja Papa." Efendi mengeluarkan selembar amplop putih dari saku dalam jasnya. Menyerahkan pada putranya lantas beralih pada Paras. "Papa yang ngantar Paras."

Prabu yang awalnya memindai amplop undangan otomatis berpaling pada sang ayah. Sedangkan Paras mengatup bibir. Menelan ludah.

"Bi-biar aku, Pa."

"No." Efendi menyambut tatapan lurus putranya. "Papa ada perlu sama Tantemu. Kamu ngapain? Cuma ngantar Paras habis itu langsung pergi, 'kan?"

"Pa..."

"Monggo, Pakde, kalau mau mampir ke rumah," sambut Paras dengan senyum. "Paras izin numpang mobil Pakde."

•°•°•

Paras pikir, perjalanan pulangnya dengan Efendi akan terasa sangat lama dan mencekam karena pria itu mendiamkannya. Tetapi tidak, Efendi selalu pakde yang sama dengan yang dikenalnya sejak kecil. Pakde yang ramah dan hangat terlepas dari status sosialnya yang tinggi di masyarakat.

"Kapulaga? Pakde juga suka itu. Aromanya seger-seger hangat. Kadang Budemu bikin kopi atau kue dicampur kapulaga," jelas Efendi ketika mereka membicarakan bumbu dapur, sementara tetap fokus pada ruas jalan.

"Bisa buat kopi juga, Pakde?"

"Bisa. Tapi cari kopi yang nggak asam. Kapulaga ada sedikit rasa jeruk, kalau terlalu asam nggak baik juga untuk lambung."

Paras mengangguk kecil.

Bahasan mengenai bumbu dapur terhenti setelah Prius Efendi menyusuri jalan gang dan tiba di halaman rumah adiknya. Keduanya turun dan Paras mempersilakan Efendi masuk ke ruang tamunya tetapi pria itu lebih memilih teras sebagai tempat menikmati semilir angin malam. Paras segera masuk mencari ibunya yang rupanya hampir ketiduran mengeloni Taksa.

Wanita itu segera bangun dan membulatkan mata.

"Pakdemu? Nyari Ibu?"

Paras mengangguk bersama senyum resah. Perasaannya buruk soal ini terutama karena Efendi mengetuk pintu ruang praktik Prabu setelah dia menghentikan Prabu bermain lebih jauh dengan tubuhnya. Namun semoga saja ini hanya firasat tanpa alasan kuat.

Suci mengembus panjang dan beranjak mengenakan cardigan rajutnya yang tergantung di pintu. Dia segera menemui Efendi yang sedang menengadah mengamati pohon mangga yang berbuah lebat. Menyadari kehadiran adiknya, Efendi langsung berbalik.

"Wis turu, Ci? (Sudah tidur, Ci?)"

"Hampir." Suci menutupi mulut saat menguap. "Opo'o, Mas, bengi-bengi? (Ada apa, Mas, malam-malam?)"

"Owalah, sepurane (maaf)." Efendi tertawa ringan. "Minggu depan kamu sama Pur bisa ikut arisan?"

Suci mengangguk. "Insya Allah. Bulan ini di rumah Mas bukannya?"

"Hmm." Efendi turut tersenyum pada Paras. "Paras sama Taksa dan Wiwit juga, ya? Ke rumah Pakde."

Paras membalas semringah. "Siap, Pakde. Nanti Paras ajakin Mbak Wiwit."

Senyum Efendi Candra Diwangsa kian cerah hingga berbanding terbalik dengan dinginnya malam.

"Oke. Semua bisa datang, ya? Pakde tunggu di rumah. Pakde sama Bude mau ngenalin calonnya Masmu. Sekalian minta doa restu keluarga supaya semua urusan lancar sampai hari H."

•°•°•

Aamiin jangan?

Kusatsu, Shiga, 26 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro