Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20

Vote, komen, dan share jika kamu suka
Terima kasih dan selamat membaca 💕

•°•°•

PENGETAHUAN Paras tentang kuliner middle eastern bisa dibilang meningkat selama bekerja di Ge Cafe. Paling tidak sekarang dia tahu apa itu hummus, shawarma, manakish, falafel, dan lain-lain yang bukan sekadar kebab pinggir jalan jajanan Taksa. Dan tentu saja setiap menu memiliki variasi masing-masing, seperti, shawarma yang asalnya adalah menu daging bisa juga diolah menjadi menu vegetarian.

"Tau siapa yang sering pesen shawarma vegan ini, Ras? Mas-mas Mbak-mbak langganan gym yang bodinya subhanallah bikin dengki kaum rebahan. Padahal shawarma paling masuk kalo filling utamanya lamb atau beef, tapi yaa... kalo mereka istiqomah sama serat, malah keren nggak, sih?"

Paras mengangguk-angguk menyimak penjelasan Zahra tanpa mengurangi fokusnya meracik seasoning shawarma dalam skala besar. Mungkin benar Rosa sengaja menempatkan Paras sebagai asisten chef untuk mengurangi interaksinya dengan Prabu, tapi nyatanya posisi ini lebih menyenangkan dari perkiraan.

Jika sebagai PU Paras harus berurusan dengan debu dan bau sampah, sebagai asisten chef dia harus terbiasa dengan macam-macam bahan makanan. Tetapi yang paling dia suka tentu saja aroma rempah. Ada satu bumbu dasar yang digunakan untuk hampir setiap masakan middle east, disebut baharat, terdiri dari 7-8 rempah yang di grind jadi satu. Pelajaran kedua untuk Paras hari ini setelah pengenalan menu.

"Hmm." Dia mengibas pelan di atas grinder, menghirup aroma yang menguar dari serbuk baharat. "Belum dimasak udah strong banget, Mbak. Ini boleh buat mandi nggak, sih? Kayaknya enak berendam wangi rempah gini."

Zahra tertawa di sela memotong paprika. "Cobain gih. Habis itu kamu dimakan dokter Prabu."

Paras bergidik ngeri membayangkan lengannya digigit Prabu.

Istirahat makan siang Paras hanya 30 menit bergantian dengan Zahra. Keduanya sepakat untuk beristirahat setelah rush hour makan siang kantoran berakhir, sekitar pukul satu atau dua siang. Makan siang? Ya, sebagai asisten chef yang memiliki jam kerja lebih dari PU, Paras mendapat 2 kali jatah makan.

Masih ada 10 menit sebelum jam istirahatnya selesai. Paras memeriksa ponsel yang sejak pagi tidak disentuhnya, dan entah mengapa, notifikasi chat nya membludak.

Ibu
ras, ibu invite ke grup keluarga ya
diajakin bude warmi

Kontan saja Paras mendelik.

Chat group keluarga besar Candra Diwangsa. Apa dia sudah diterima? Maksudnya, apa kehadirannya di tengah-tengah keluarga sudah normal kembali seperti dulu?

Ibu added you

+628xxx ~Wiryawan C Diwangsa
sopo ci? @Ibu

+628xxx ~Suwarmi Tambak Asri
🤔

Ayu
hore ada paras @Parasayu Larasati

+628xxx ~Anindyastuti
ALLAHU AKBAR @Ayu masih hidup, le?
selamat datang nduk @Parasayu Larasati
😘

Ayu
lagi gabut tante hehe

+628xxx ~Wiryawan C Diwangsa
owalah paras..
selamat datang nduk sini ke rumah pakde

+628xxx ~Suwarmi Tambak Asri
rumah pakdemu baut oli thok
@Parasayu Larasati sini tempat bude ada gurame dabu2

Mbak Prita
@Ayu rapat koordinasi antardivisi itu gabut? cc: @Efendi Candra Diwangsa

+628xxx ~Anindyastuti
mateng kon wkwk @Ayu

+628xxx ~Ariani Damayani
eh ada @Parasayu Larasati
cipika cipiki dulu sini
@Ayu nongol mek nyapa paras thok 😑

+628xxx ~Anindyastuti
iyo ancene mbak
nyapa paras thok lalu sider kembali

Obrolan grup semakin panjang yang didominasi oleh para tetua. Dan Prabu, seperti kata mereka, kembali ke jalan ninjanya sebagai silent reader. Tidak mengetik apapun lagi.

Paras memijati pelipis yang berdenyut. Sudah pasti Prabu melakukan ini demi dirinya untuk mengantisipasi kecanggungan yang mungkin terjadi. Agak aneh sebenarnya, namun entah mengapa Paras merasa senang.

Parasayu Larasati
matur nuwun bude2, pakde2
tante, mas, mbak 😁
monggo main ke Ge Cafe
ditraktir pake gaji pertama paras

Setelah mengunci layar, Paras menyimpan ponselnya dan kembali ke dapur.

•°•°•

Kalau boleh jujur, Angga kecewa.

Bukankah seharusnya selama masa training Paras posisi PU tetap dibiarkan kosong sampai dua minggu ke depan? Jika Paras tidak cocok di dapur, dia akan dikembalikan sebagai PU. Ya, seharusnya. Lalu mengapa Rosa sudah membuka lowongan baru--dan bahkan sudah menerima seorang gadis untuk posisi itu?!

Andai gadis baru itu memiliki spontanitas sebaik Paras mungkin Angga tidak sesenewen ini. Masalahnya, gadis itu parah. Terlalu parah. Menyapu lantai saja belum selesai dalam 30 menit. Angga meremas dahi tak sabar menghadapi lambannya gadis itu. Jika itu Paras, 30 menit adalah waktu yang cukup untuk membersihkan meja, menyapu, dan mengepel sekaligus.

Angga merampas sapu dan pengki dari tangan gadis itu.

"Mas! Anggi belum selesai!" protes gadis itu.

"Lelet kamu! Lima belas menit lagi yang reserve pada dateng!"

"Masih lima belas menit juga, Mas! Mas Angga, ih! Biarin Anggi!"

"Stop! STOP!" Angga mengentak keras. Anggi terkesiap dan otomatis mundur dua langkah. Meski wajahnya tertutup masker, amarah yang berkobar di sekitar Angga menghanguskan nyali gadis itu."Stop nyebut diri sendiri pake nama! Sama sekali nggak manis! Nggak lucu! Nggak imut! Annoying! Gedeg dengernya, tau!?"

Ya, anak baru itu bernama Anggi. Otomatis satu grup chat menertawakan Angga habis-habisan dan jelas membuat kondisi hatinya makin semrawut.

Di sisi lain Anggi yang benar-benar lugu, tak mengerti hal semacam itu, kini menatap Angga dengan sepasang matanya yang berkaca. Tetapi yang dia dapat justru makian selanjutnya.

"Nangis? Nangis, hah?! Situ yang salah situ yang nangis. Memang cengeng atau cuma playing victim?! Masuk sana! Nangis di dalem! Customers ke sini bukan untuk disuguhi air mata!"

Anggi tak tahan lagi.

Gadis itu berlari ke ruang staf dan menumpahkan tangisannya seorang diri di sana. Zahra, Vicky, dan Paras yang menyaksikan semuanya dari dapur hanya dapat mengembus pasrah.

•°•°•

Keuntungan lain menjadi asisten chef adalah Paras boleh pulang satu jam lebih awal daripada PU. Dia baru saja keluar setelah berganti seragam ketika di ruang staf ada Vicky dan Angga sedang menikmati kopi. Vicky mengangkat gelasnya untuk Paras tetapi perempuan itu menolak sopan.

"Udah dijemput dokter Prabu?" Vicky berbasa-basi.

Paras merapikan isi lokernya.

"Masih praktik. Aku yang nyusul ke sebelah, Mas."

"Ciyeee, satu rumah sakit auto kenal, ya, Ras? Soon-to-be mantu presdir RSGM Malang, dokter Efendi Candra Diwangsa espepede kakave."

Paras melempar senyum lelah. Hubungannya dengan Prabu baru mendapat restu dari ibu. Dia masih terlalu rendah untuk menggapai hal itu dari Purnomo, Rosa, dan Efendi. Tetapi karena itu bukan sesuatu yang mustahil, Paras turut mengamini kalimat Vicky dalam hati.

"Kok jadi mellow sih, Ras? Semangat, dong, semangat." Vicky menepuk lengan Paras. "Cukup si Anggi yang sadgirl, kamu jangan."

"Ngawur, Mas!" desis Paras memelotot tapi tak ayal ikut tertawa, dan dia lantas teringat kejadian siang tadi. Matanya beralih pada Angga yang tampak cuek main Twitter. "Heh, Angga. Ramah dikit kenapa? Itu calon istri orang ngapain kamu bentak-bentak sembarangan?"

Cowok itu melirik sekilas. "Dia sudah mau nikah? Serius? Bocah gitu."

"Ck. Bocah ngatain bocah." Paras menutup loker dan segera duduk di meja berhadapan dengan kedua laki-laki. "Maksudku gini, Ngga. Anggi itu masih baru. Masih baru banget hari ini. Kalo dia salah ya wajar, dia nggak tau dia salah. Kasih tau yang bener, ngapain harus rebut sapu dia segala?"

Vicky menjentik. "Bener, Ras. Angga emang bocah banget, masih seneng rebutan. Mau ngerebut kamu dari dokter Prabu. Sekarang sapu pula direbut dari si Anggi? Tak betul tak betul tak betul."

Ekspresi Angga anjlok seketika.

"Mas! Tolong lah!" Paras mendelik kemudian kembali pada Angga yang semakin menekuk muka. "Ngga, kamu lihat mantan suamiku kemarin pas kita jalan-jalan?"

Angga mengangguk kebas. Dan Paras memulas senyumnya bersama sorot mata itu. Sorot hangat yang sejak awal terasa berbahaya bagi Angga.

"Aku percaya kamu jauh lebih baik daripada dia dalam memperlakukan perempuan. Sangat jauh lebih baik. Aku benar, 'kan?"

•°•°•

Untuk pertama kali setelah sebulan berpacaran dengan Prabu, akhirnya Paras dapat menginjakkan kaki di ruang praktik pediatrist rumah sakit Gema Medika. Prabu baru saja selesai melayani pasien terakhir, karena itu Paras diizinkan masuk.

Dari kacamata Paras, ruang praktik pediatrist ini agak berbeda dari ruang dokter anak pada umumnya. Daripada ruang praktik dokter, ruangan ini lebih seperti mini playground karena dilengkapi dengan perosotan dan kuda-kudaan. Dindingnya dipenuhi wall stickers bertema amusement park yang membuat Paras seakan ada di negeri petualangan. Bahkan perabotnya--meja, kursi, lemari, sampai ranjang pasien--sudah pasti pesanan khusus karena modelnya yang tidak biasa. Baru kali ini Paras bertemu ranjang pasien yang berbentuk seperti pisang cavendish.

Yang lebih parah--ya Tuhan, sabarkan Paras--Prabu mengenakan kaus oblong pink pastel dan bando telinga kucing. Miaw!

Dan Paras tidak mampu menahan diri untuk tidak mencatut benda yang bergoyang-goyang di kepala sepupunya itu. Prabu yang masih menulis sontak menengadah. Sesaat memerhatikan Paras yang memakai bando itu di kepala sendiri, lantas dia tersenyum dan meneruskan tulisannya.

"Mas selalu pake ginian pas praktik?"

Prabu mengangkat bahu tanpa mengalihkan mata. "Ganti-ganti. Tuh, banyak di lemari." Dia menunjuk lemari berbentuk pohon dengan dagu. "Dokter masih jadi momok untuk anak-anak. Setiap anak yang masuk sini hampir semua bilang, 'Dok, jangan suntik, ya?' padahal aku nyentuh stetoskop juga belum. So I put my coat off and dressed like a friend rather than a typical doctor. Mereka nggak tahu aku dokternya."

Paras mencibir, memainkan antena kucing. "Tetep aja emaknya tau."

"I told the mothers to call me 'Kak' instead of 'Dok' ... buat yang anaknya takut aja."

"Anjiiir!" Paras mau muntah. Sumpah. "Kakak? KAKAK?! Pakde, Mas, Pakde hoi!"

Keramaian Paras dihadiahi ketukan pena oleh Prabu di dahinya. "Diem kamu, bucin Pakde."

Paras mengibas rambut. "Ih apa sih lo, bucin janda? Eh bucin janda apa bucin sepupu?"

Menyipitkan mata, Prabu tersenyum. "Bucin Parasayu." Lalu, dia menulis lagi.

Entahlah. Entahlah. Paras merasakan wajahnya memanas secepat itu setiap kali Prabu menyebut nama lengkapnya. Pipinya pasti merah sekali saat ini. Untuk mengalihkan malu, dia mengambil sebuah kotak berisi stetoskop di dekat Prabu dan mengambil isinya.

Matanya membola memerhatikan benda itu. Sebuah stetoskop dengan skin stripe merah-putih ala candy cane khas Natal yang sangat lucu. Paras yang bukan dokter ingin sekali menggigitnya karena terlihat lezat.

"Berondong jagung udah nggak ngancem kamu lagi, 'kan?" tanya Prabu, tiba-tiba. Tanpa menghentikan kegiatannya.

Paras mengerucutkan bibir.

"Nggak, sih. Udah jinak dia. Percuma juga, 'kan? Karena Mas sendiri yang bilang sama Pakde-Bude tentang kita. Mau ngancem pake apalagi dia?"

"Ini salah satu tujuanku bilang sama Papa dan Mama, meskipun aku tahu, kita nggak mungkin diterima begitu saja. At least orang tuaku dengar dari aku, anaknya, bukan orang luar. Better this way."

Untuk sesaat Paras tercenung.

Tiba-tiba dia ingin menangis penuh syukur di kaki Tuhan karena menyisakan satu lelaki matang yang bisa diandalkan untuk dirinya yang berlumur dosa. Astaga, lebay. Tetapi sungguh, Paras kehabisan kata hingga dia hanya diam memandangi abang sepupunya yang semakin tekun terasa semakin menawan.

Lalu, yang dipandangi tersadar dan menutup rekam medis terakhirnya. Paras terkesiap dan bertingkah bodoh dengan mengenakan stetoskop di telinganya. Prabu menutup pena dengan satu alis melengkung saat menatap kekasihnya.

"Ngapain kamu?"

"Ma--" tersenyum gugup, dia mengangkat ujung diafragma. "Main dokter-dokteran."

"Hmm?" Prabu tersenyum miring, memberi kode dengan gerakan satu telunjuk. "Sini. Aku pasienmu."

Paras beranjak dari duduknya. Mendekati Prabu yang bersandar pasrah di atas singgasananya menunggu tindakan. Paras merunduk perlahan. Mengangkat diafragma di depan Prabu dengan gerakan tak pasti, sampai, Prabu menunjuk satu titik di dada kirinya.

"Di sini. The heart."

Dan Paras meletakkan diafragma itu berhati-hati. Matanya membesar saat pendengarannya menerima debaran kuat dari titik itu. Debaran kuat yang beresonansi dengan gelombang jantungnya yang mengalami naik-turun semakin curam.

Kemudian dia mengangkat wajah, menemukan Prabu berada dalam jangkauan yang mengaburkan semua objek di sekelilingnya. Hanya Prabu di matanya. Dan hanya Paras di mata Prabu.

Prabu meraih pinggang Paras yang otomatis limbung di atasnya, sementara satu tangan lain menekan tengkuk perempuan itu dan kini bibirnya telah menemukan tempat berlabuh.

Paras memejamkan mata.

•°•°•

Kepada yang mupeng, waktu dan tempat dipersilakan.

Kusatsu, Shiga, 25 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro