Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ROUND 4: Racun Wisteria

"Panas banget hari ini." Al mengeluh ketika peluh membanjiri dahinya. Tidak ada angin bertiup, hanya panas menyengat mengingat sekarang tengah hari.

Al sedang menunggu Lail di luar perpustakaan, di tangga tempat orang berlalu lalang. Bocil yang lebih tua darinya itu sedang mencari buku, sibuk dari kemarin.

Tugas katanya.

Padahal Al santai-santai saja.

Tidak ada satu tugas yang terlalu berarti jika ada teman sekelompok bisa mengerjakannya.

Yah ... tugas Al selama ini hanya duduk dan memperhatikan. Menjawab jika teman yang lain kehilangan kosa kata. Menjelaskan materi jika tiba di bagiannya.

Seperti itu saja.

Buat apa hidup dibuat rumit jika kau bisa mempermudah?

Bukan seperti semboyan orang tolol; buat apa cari yang mudah kalau ada yang lebih sulit?

Haha. Sungguh, hidup mereka membosankan.

"Aku juga harus mengurus masalah yang dikatakannya setelah pulang nanti."

Al jadi teringat kalau dia ada 'kesibukan' di rumah. Dia belum pulang sejak dua hari lalu. Menginap di hotel untuk melakukan beberapa hal.

Malam ini masalah itu harus selesai.

"Nih." Sebotol minuman dingin menempel di pipi Al.

Tidak terkejut, Al mengambilnya tanpa menoleh.

"Tumben." Al meneguk minuman rasa lemonnya hingga sisa setengah. "Hei, lo merhatiin gue ya?"

Arga mengangkat satu alisnya.

Al menggoyangkan botolnya, memberi isyarat.

Arga mencebik. "Gak juga. Inisiatif aja."

"Woahhh. Lo udah ada rasa ya sama gue? Khem!"

Al merapikan rambut sebelah kanannya, mendekat pada Arga dan menyandarkan kepala di bahu.

"Ah, akhirnya kita jadian. Gue tau lo itu--"

Belum selesai Al bicara, Arga mendadak menjauhkan tubuhnya membuat kepala Al yang ada di pundaknya nyaris jatuh terjengkang.

Al melotot. "Lo mau bunuh gue di sini!"

Arga memalingkan wajahnya. Tertawa kecil, lebih mirip dengusan.

"Ow! Ow! Lo ketawa? Gue denger. Coba, coba ketawa lagi. Astaga si muka gilingan akhirnya ketawa!"

Al beralih ke hadapan Arga dan menunggu reaksinya. Teriakan Al yang nyaring, sesaat jadi perhatian orang. Terlebih mereka masih ada di daerah perpus.

Arga mau tak mau memalingkan wajah ditatap seantusias itu. Dia menoyor jidat Al pelan.

Al terkekeh. "Anjay. Udah malu-malu tai kucing."

Arga meminum minumannya sendiri, menyembunyikan senyum yang akan muncul lagi di bibirnya.

Gue kenapa coba? Bisa-bisanya senyum gak jelas kayak gini.

Arga menatap keramaian mahasiswa berlalu lalang. Tertawa haha-hihi seolah tak ada beban.

"Gue juga pengen kayak gitu. Bisa ketawa lepas kayak gak ada beban."

Arga menoleh saat suara Al terdengar sedikit pilu. Angin melintas di antara keduanya, meremukkan kebekuan. Al nyengir, memukul lengan Arga pelan saat disadari calon pacarnya sedikit iba.

"Lucu banget. Muka lo kayak banci pinggir jalan minta ditabok."

Arga senewen. Tau ia hanya dikerjai Al tadi, mata hitamnya menyorot tajam. Wajahnya yang tak beriak semakin membuat Al menarik sudut bibirnya ke atas lalu tertawa.

Terbahak puas akan hiburan di depannya.

Astaga. Kenapa dia masih bisa tertawa? Kenapa efek racunnya belum bekerja?

"Ah, sini." Mengambil plester di tas, Al meraih wajah Arga dan menempelkan plester di hidung Arga yang terluka. Lukanya masih merah karena tidak diobati.

"Gue denger lo dapet luka ini karena jatoh dari motor." Arga berkedip sekali. "Makanya hati-hati, calon pacar. Lo itu jangan ikut-ikut gue jatoh dari motor juga."

Al tertawa kecil. Kepalanya menggeleng dua kali seolah yang dikatakannya hal lucu.

Arga diam saja. Dia menenggak minumannya lagi.

Al ... membuatnya sangat bingung.

Arga bukannya tidak tau jika pelaku yang menjaili motornya itu Al. Arga bukannya pura-pura buta, tetapi setiap Arga bisa memastikannya, Al selalu bersikap manis dan baik.

Perlakuannya seolah tulus dan sungguh-sungguh. Seolah Arga akan menerimanya dengan tangan terbuka, dan sialnya itu benar.

Lambat laun angin berkesiur rendah di sela-sela debu yang beterbangan. Sedikit menyejukkan keberingasan mentari yang semakin terik.

Lama Arga terdiam, dia akhirnya bicara. "Minuman itu beracun."

Tidak ada sahutan. Arga menoleh untuk memastikan Al masih hidup.

Al di sampingnya tersenyum. "Gue tau. Lo pikir gue bodoh?"

"Tapi ...," kata Al lagi sebelum Arga menyelanya. "Gue cuma pengen rasain tidur di pangkuan lo."

Al seketika terjatuh dalam dekapan Arga.

Pingsan.

***

Wisteria, di Jepang dan Tiongkok, tanaman yang satu ini sangatlah populer di kalangan tanaman hias.

Namun, biji yang diproduksi di sebut mengandung racun karena kandungan saponin.

Jika bijinya tertelan, hal tersebut bisa mengakibatkan pusing, kebingungan, mual, muntah, sakit perut, diare, dan yang paling parah adalah pingsan.

Al memang tidak mengalami parade atau proses pahitnya sebelum ia pingsan karena Arga terlalu banyak meletakkan dosisnya.

Arga hanya menatap tubuh Al dingin lalu meninggalkannya. Berjalan menjauh seolah tak pernah mengenal dan tak pernah tau, sedang kerumunan orang-orang semakin banyak.

"Tugas gue udah selesai. Dendam gue ... juga udah tuntas. Cih, cewek naif."

***

"Harusnya kau memang ditraining lebih lama denganku. Jika saja waktu itu kau tidak batu, kau tidak akan selemah ini."

Lelaki berambut hitam hasil disemir itu tertunduk sendu. Dia tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan kenyataan kalau rambut aslinya yang pirang masih sedikit terlihat di pangkalnya.

Wajahnya sempurna murung melihat merpati kecilnya terluka. Terbaring lemah di brankar rumah sakit.

Satu tahun tidak bertemu membuat dirinya gila. Sama sekali belum bisa. Tidak bisa lepas dari bayang-bayang merpati kecilnya.

"Siapa yang lo bilang lemah?" Al membuka mata. Mencabut infus di lengannya kasar lalu mencengkeram leher lelaki di depannya sekuat tenaga.

"Udah berani lo nunjukin muka gak tau malu lo ini, hah!" Al semakin menguatkan cekikannya, tetapi orang di depannya hanya tersenyum. Senyum manis yang sudah lama tak dijumpainya.

"Aku merindukanmu." Dia memejamkan mata, seolah menikmati cekikan Al yang membuat nafasnya tersendat.

Al melepas tangannya saat setan di depannya malah tersenyum semakin lebar.

"Enyah. Gue gak mau rasain nafas lo di sekitar gue."

Lelaki itu terkekeh. "Darling, ayolah ... kau tidak mau memelukku? Apa tidak ada hadiah untuk pengorbananku karena berhasil menukar minuman itu?"

"Gak! Udah sono!"

Al turun dari ranjang, keluar dari rumah sakit diikuti lelaki tadi.

"Jangan ikut! Lo kaya. Cari aja rumah sendiri."

"Iih, gak mau, Darlinggg!" teriaknya dengan nada manja.

"Lino!"

Lelaki yang dipanggil Lino itu diam. Wajahnya seketika berubah serius. Tidak kalah jauh menyeramkan dari raut kesal Al.

"Apa?" sahutnya sinis.

"Jangan ngikutin gue lagi," tekan Al sekali lagi lalu pergi.

Lino memejamkan mata. Dia mengayunkan kepalanya ke kiri ke kanan seolah mengikuti irama. Giginya bergemeletuk menahan amarah yang membakar dadanya.

"Aku ... akan melanggar janjiku untuk menuruti semua pemintaanmu, kali ini. Hanya kali ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro