Ayana- 15
Pukul tujuh malam, aku sudah selesai mandi. Aku bergegas menggosok-gosok rambutku dengan handuk, sembari berjalan ke lemari yang disediakan oleh pihak hotel. Aku juga menyalakan televisi, dimana langsung menyuguhkan iklan tentang wahana hiburan, yang kini dibuka di malam hari.
Dengan masih mengenakan handuk, aku duduk di atas kasur sembari melihat ponselku yang terus bergetar menampakan ribuan notifikasi. Aku hendak membuka dahulu instagram, namun salah satu aplikasi chat mengeluarkan notifikasi terbaru. Langsung saja, aku membukanya.
Nampak tertera nama Jimmy yang paling atas. Waktunya juga menunjukan waktu yang sama dengan jam yang ada di ponselku. Tandanya pesan ini baru saja dikirim.
Jimmy : Ay, nyari angin yok.
Ayana : Angin gak dicari juga, nyamperin :v
Jimmy : Ada angin spesial yang harus disamperin. Kamu gak tau?
Ayana : Enggak :v
Jimmy : makanya ikut aku, biar tau.
Ayana : Kalau aku nolak gimana?
Jimmy : kamu bakal kudet:v
Ayana : oh gitu ya:) yaudah gapapa aku kudet
Jimmy : :(
Read
Tawa kecil keluar dari mulutku. Aku pun menyimpan ponsel di atas meja, kemudian mengganti pakaian untuk mencari angin spesial.
Malam ini aku mengenakan pakian biasa. Hanya kaos polos dengan rok rempel selutut. Aku memang lebih menyukai rok daripada celana, tapi bukan berarti aku tidak suka mengenakan celana, aku suka memakainya. Tapi, mengenakan rok membuatku terlihat lebih perempuan.
Aku menggerai rambutku yang sedikit ikal di bagian bawahnya. Sedikit mengenakan lipstik, maskara, dan parfum. Aku juga mengenakan tas kecil untuk aksesoris tambahan. Guna slimbag ini bukan semata hanya untuk mempercantik diri, melainkan bisa juga digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan. Karena baju dan rok yang aku kenakan tidak memiliki saku, aku harus membawa tas ini.
Ketika aku membuka pintu kamar, nampak Jimmy tengah menunggu dengan bosan.
"Hampir satu jam aku menunggumu," katanya sembari menghela napas kasar.
"Benarkah? Mau nambah satu jam lagi? Atau paket gadang?" kataku tersenyum sembari berjalan.
"Paket gadang aja, sama mie instannya satu," balasnya.
Kami berdua pun tertawa ketika berjalan di koridor. Setelahnya kami menaiki lift yang cukup ramai, tidak ramai juga, sih ... hanya lima orang kalau ditambah aku dan Jimmy.
👑👑👑
Suara musik khas taman hiburan langsung menyambut kami, ketika keluar dari mobil. Tidak lupa dengan lampu warna-warni, juga ragam coseplay langsung menyambut kami dengan ramah.
"Eh tolong fotoin aku sama karakter beruang itu, dong!" pintaku pada Jimmy.
"Boleh. Kamu berdiri di sana, aku bakal fotoin pake ponsel aku aja."
Aku pun meminta izin pada karakter beruang berwarna coklat itu. Setelah ia izinkan, aku berpose dengan Jimmy memberikan isyarat mengenakan jarinya. Tiga jepretan foto sudah diambil, aku pun berterimakasih dan kembali berjalan-jalan.
Puluhan wahana begitu menyambut kami, tatkala kami memasuki gerbang bertuliskan "Wahana Bermain" aku dan Jimmy nampak melihat sekitar.
"Kita naik itu, gimana?" kata Jimmy sembari menunjuk salah satu wahana dengan menara tinggi, lalu orang-orang naik di kursi yang sudah diberikan sabuk pengaman. Setelahnya, orang-orang dibawa terbang ke atas dengan cepat, setelahnya diputar, lalu diturunkan kembali.
Aku pun mengangguk setuju, dan kami hendak pergi ke sana untuk menaiki wahana itu. Karena kami telah membeli tiket di gerbang depan, jadi sekarang kami tinggal antre, menunggu giliran.
Namun, antrean begitu berderet panjang, bahkan membludak. Dapat dilihat dari gerbang antre yang buntu, tetapi orang-orang masih mengular ke belakang. Kami pun mengurungkan niat untuk menaiki wahana tersebut, dan kembali berkeliling.
Salah satu wahana yang tidak terlalu panjang antrean, akhirnya kami temukan. Tempat yang dipenuhi kegelapan, dan sensasi seram. Tidak salah lagi, kalau itu adalah Rumah Hantu. Kami pun mengantre bersama orang-orang lainnya.
"Kamu tidak takut ada hantu yang gak nginjak tanah?" tanya Jimmy sembari mengeluarkan senyum jahilnya.
"Kamu pikir, aku akan takut? Kita lihat saja, siapa nanti yang bakal teriak duluan, dia yang menang," kataku menantang.
"Siapa takut!" Jimmy melipat tangannya di dada. "Kalau aku menang, kamu harus buatin aku sarapan pagi di hotel. Gak ada penolakan!"
Aku tersenyum menantang. "Siapa takut! Kalau aku yang menang, kamu harus beliin aku novel series lengkap, ya."
"Oke kita deal," kata Jimmy masih dengan melipat tangannya di dada.
Kini kami saling bertatapan, menyeringai. Mungkin, sudah ada petir di antara tatapan kami jika digambarkan, hingga tak terasa kali ini giliran kami yang masuk ke dalam.
Ketika memasuki Rumah Hantu, musik mencekam langsung menggema di ruangan. Ruangan yang minim cahaya, dan suasana dingin yang mencekam sukses membuatku memegang lengan Jimmy.
"Kamu takut?" tanya Jimmy.
Aku pun langsung melepaskan peganganku dari Jimmy. "Tidak!" tegasku.
Hantu pertama yang muncul adalah, hantu berleher panjang. Dengan suara-suara horor yang ditimbulkan, kepala si Hantu itu mengikuti kami. Aku masih kuat dengan cobaan ini, begitu pun dengan Jimmy.
Setelah lolos dari hantu pertama, nampak hantu-hantu lainnya bermunculan, mencoba menakut-nakuti, tapi gagal membuat kami berteriak. Ada hantu gaun pengantin, ada hantu jembatan, ada hantu yang sedang membawa anak kecil, ada hantu yang terbang, dan masih banyak lagi. Begitu beragam.
Kami berhasil lolos dari sana, dan tinggal satu lorong lagi yang kami masuki untuk segera keluar dari sini. Tiba-tiba saja, Jimmy menutup mataku.
"Oy! Jangan curang. Ngapain tutup-tutup mata aku segala?" tanyaku pada Jimmy sembari mencoba melepaskan tangannya. Tapi, tak berhasil.
"Sengaja, biar kamu kalah."
"Kalah gimana?"
"Kalau aku kasih tau--"
"Aaaaa ...." Tiba-tiba, kakiku tersandung sesuatu sehingga, kini aku jatuh tersungkur.
Terdengar dari suaranya, Jimmy nampak panik dan berjongkok, hendak menolongku.
"Kamu gak apa-apa?"
Sebenarnya, lututku sedikit perih, mungin karena terjatuh mendadak. Tiba-tiba, bau anyir begitu menyengat menusuk indera penciuman. Aku pun melihat ke arah dekat kaki Jimmy, nampak seperti genangan cairan.
Napasku tiba-tiba, menggebu-gebu. Perlahan aku mendongak, dan ... "AAAAAAA!" teriak kami berdua berbarengan.
"Jimmy, ada kepala melayang!" teriaku sembari terduduk, menunjuk-nunjuk kepala melayang itu.
"Mana?" tanya Jimmy sembari melihat sekitar.
"Itu, di atasmu."
Jimmy pun mendongak ke atasnya. "Pft ... pft ... bwahahahahaha ...."
Tawa Jimmy begitu pecah, menggema di lorong itu. Aku pun merapihkan rambutku dan berdiri.
"Kok kamu ketawa, sih?" kataku kesal.
Tawa Jimmy masih terdengar, meskipun memudar. "Soalnya lucu, liat kamu teriak."
Aku pun mencubit lengannya. "Kamu juga teriak, waktu liat aku." Aku pun berjalan dengan raut wajah kesal, diikuti Jimmy.
Akhirnya, aku sudah keluar dari tempat sialan itu, sehingga kini cahaya lampu di bawah rembulan, menyambutku begitu hangat.
Karena kami teriak berbarengan, maka tantangan itu hangus. Aku dan Jimmy memutuskan untuk kembali menaiki wahana lainnya, menikmati malam yang terang ditemani taburan bintang.
👑👑👑
Setelah bersenang-senang malam tadi, kini aku dan Jimmy sudah mengenakan baju rapih, hendak kembali bekerja.
Kami berjalan-jalan dengan kaki, menyusuri trotoar. Sembari melihat-lihat, barangkali ada sesuatu hal yang menarik untuk diselidiki.
Perjalanan kami cukup jauh, hingga kami tiba di Pasar tradisional yang sangat ramai. Di sana, akhirnya kami menemukan seseorang yang menjual aneka koran. Kami mengamati dari jauh, hingga akhirnya ada seorang pelajar SMP yang membeli koran itu cukup banyak.
"Kamu lihat itu? Untuk apa kira-kira koran sebanyak itu?" tanyaku sembari fokus melihat kegiatan transaksi itu.
"Yang jelas, bukan untuk dibaca."
"Kamu betul. Itu memang untuk kerajinan, bukan untuk dibaca."
Setelah proses transaksi itu selesai, pelajar SMP itu pun melewati kami, langsung saja aku tahan dengan lembut.
"Dek, sebentar. Kami mau nanya, boleh 'kan?"
Laki-laki itu mengangguk sembari tersenyum. "Kalau sama orang cantik, siapa sih yang gak mau ditanya," katanya sembari tersenyum mengangkat-ngangkat alisnya.
"Boy, tidak baik menggoda tante-tante," kata Jimmy sembari berbisik. Aku pun melemparkan tatapan sinis pada Jimmy, namun ia menampakan wajah tanpa dosanya.
"Benarkah? Padahal aku liatnya, dia gadis SMA lho, Om."
Aku pun tertawa penuh kemenangan, menjulurkan lidah pada Jimmy.
"Kamu jangan mau tertipu sama dia, nanti nyesel," kata Jimmy lagi, sembari berbisik.
"Iya, kah? Aku ikhlas, Om kalau ditipu sama tante ini," balas laki-laki itu.
Aku pun menghela napas kasar melihat percakapan kedua laki-laki yang mungkin tidak akan berakhir, jika aku tidak mengakhiri.
"Sudahlah! Aku di sini bukan untuk mengobrol."
"Lalu, untuk apa, Tante?"
"Aku mau tanya, itu koran sebanyak itu buat apa?"
Laki-laki itu menunjukan kantong berisi koran. "Koran ini? Kami sedang mendekorasi sekolah untuk kegiatan festival, dan koran ini akan digunakan untuk menutup jendela, alas untuk cat, dan masih banyak lagi."
Aku manggut-manggut sembari ber oh-ria. "Kenapa kamu belanja sendiri?"
"Aku ke sini banyakan, cuman bagi tugas biar cepet."
Lagi-lagi aku hanya manggut-manggut. "Boleh aku liat, korannya?"
Laki-laki itu mengangguk dan memberikan kantong koran itu padaku. Langsung saja, aku melihat isi dari koran. Dan isinya, memang koran dari tempatku bekerja.
"Terimakasih, ya," kataku sembari merapihkan kembali isinya dan mengembalikan kepada pelajar SMP itu.
"Sama-sama."
"Kalau gitu, kami pamit dulu."
Laki-laki itu mengangguk, kemudian aku melambaikan tangan dan hanya dibalas senyuman. Aku dan Jimmy kembali mengelilingi Pasar, dan tempat lainnya.
👑👑👑
Setelah lelah mengelilingi pasar, kami sampai di taman dekat Pasar itu. Kami langsung duduk di bangku yang disediakan taman itu.
Angin begitu berembus lembut, menyejukkan jiwa. Seolah-olah angin itu mengerti akan kebutuhan kami.
Melihat bunga-bunga yang bergoyang dengan indah, membuatku tertarik untuk melihatnya. Aku pun beranjak dari bangku, dan hendak mencium semerbak harum bunga yang begitu menyengat.
Aku menyentuh salah satu bunga yang disinggahi oleh kupu-kupu, membuat Kupu-Kupu itu pergi dan enggan kembali. Aku tersenyum jahil sembari meminta maaf pada Kupu-Kupu.
"Jimmy, lihat ke mari. Kamu pasti akan suka!" teriakku mengajaknya.
"Kenapa, Jimmy? Tidak mau memotretku?"
Suara seorang Wanita, membuatku menoleh dan melihatnya. Di sana, nampak Jimmy sedang mengeluarkan ponselnya hendak memotret, sementara Wanita itu berdiri membelakangiku.
"Kamu ...."
Wanita itu pun menoleh sembari tersenyum sinis.
"Marsha? Sedang apa kamu di sini?"
👑👑👑
Tbc
Mikurinrin_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro