Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ayana- 12

Setelah satu tamparan dari Wanita jalang tadi, aku mendengus kesal menghentakkan kaki begitu keras ke lantai. Kenapa coba Jimmy tidak membelaku? Emangnya Wanita tadi siapa? Dasar Pria hidung belang. Sukanya emang bermain Wanita.

"Ayana oh Ayana!" kata Aldi yang tiba-tiba saja datang menghampiriku dan memberikan satu map dokumen.

"Aldi oh Aldi," jawabku mengikuti nada bicaranya.

"Ini ada satu map dokumen untukmu. Tolong buatkan salinannya, untuk bulan ini ya!" pinta Aldi kemudian pergi dari mejaku, tetapi tiba-tiba keningnya berkerut dan memutar badan kembali menghampiriku. "Kenapa pipmu merah? Terlalu banyak mengenakan make up?"

Aku semakin emosi dengan ketidak pekaan Aldi. Aku tidak menjawab pertanyaannya dan mencoba menyibukan diri dengan mulut mencebik.

"Eh ... eh ... sini, sini!" perintahnya, sembari memutar kursi kerjaku. Dia sudah berlutut di bawahku, tapi aku tidak peduli.

Dia memegang pipi bekas tamparan tadi, sementara yang lain melihat kami sembari pura-pura batuk. Aku merasa risih dengan keadaan ini, aku pun menarik lengannya untuk berbicara di luar kantor.

"Kenapa membawaku kemari?" tanya Aldi.

"Apakah kamu tidak malu? Dilihat para karyawan lainnya? Apa coba tanggapan mereka padaku nanti?"

Aldi hanya terkekeh geli, kemudian kembali memegang pipiku yang masih merah bekas tamparan.

Dia mulai meletakan telunjuknya di dagu, sembari mengerutkan keningnya. Seperti gaya ala-ala detektif, dia berbicara padaku.

"Sepertinya, kasus ini cukup rumit. Dilihat dari hasilnya, itu bukan karena make up tetapi, karena perilaku seseorang. Benar bukan?"

Aku hanya mengangguk-ngangguk seperti orang yang sedang memecahkan kasus juga.

"Biar aku tebak. Kamu ... dicakar kucing?"

"Bukan!"

"Diterkam harimau?"

"Aku masih hidup!"

"Terkena lemparan piring? Jatuh dari tangga? Alergi? Sedang sakit? Sedang jatuh cinta? Sedang--"

"Bukan! Bukan! Bukan!" teriakku menyela ucapannya yang tidak logis itu.

Aldi nampak kembali berpikir. "Oh ... jangan-jangan ...."

"Jangan-jangan ...?"

"Dicium Jimmy," bisiknya pelan.

Bugh!

Satu pukulan berhasil mengenai perutnya. Apa-apaan Aldi ini. Mana mungkin ada bekas merah selebar ini jika dicium seseorang.

"Kamu sungguh kejam, Nona Ayana," katanya sembari meringis kesakitan.

"Bukan salahku," ucapku sembari menggibaskan rambut, dan berhasil mengenai wajah Aldi. Dengan kesal aku menghentakkan kaki, meninggalkan Aldi yang berdiri mematung.

Rasakan pukulan mautku!

"Ayana! Tunggu!" teriaknya sembari mencoba mengejarku. Tapi, aku tidak mau kalah dan mencoba berlari.

👑👑👑

Malamnya, karena aku marah pada Aldi, dia mengajaku pergi ke kafe favorit kami yang berada dekat Rumah Sakit Kota.

Di sana ada puding cokelat yang sangat enak dan lumayan mahal. Jadi, aku bisa menyimpan uangku baik-baik dan mengenakan uang Aldi sebagai suap karena aku kesal.

Ketika aku sedang asik berjoget karena lagu dari mobil, samar-samar aku melihat Jimmy dan Wanita yang tadi menamparku di trotoar.

Langsung saja aku memukul-mukul lengan Aldi.
"Aldi ... Aldi!"

"Aww ... aww ... ada apa Ayana? Tidak perlu memukul lenganku jika punya permintaan," kata Aldi sembari meringis kesakitan.

"Itu. Wanita Jalang yang menamparku," kataku sembari menunjuk Wanita itu dari dalam mobil. Aldi nampak melirik, kemudian kembali fokus menyetir.

"Abaikan saja Wanita seperti itu. Kamu tidak pantas disandingkan dengan Wanita penggoda sepertinya."

"Kamu tidak marah aku ditampar?"

"Tidak," jawabnya dingin.

Aku melotot menatapnya, tapi dia tidak melihatku dan malah fokus ke depan. "Turunkan aku, sekarang!"

Aldi nampak nyengir. "Kamu yakin, mau turun di sana? Di sana banyak brandalan lho. Kamu tidak takut diculik dan semua organ tubuhmu dijual?"

Mendengar perkataanya membuatku bergidik ngeri. Tak terbayang kalau sampai semua organ tubuhku dijual, memikirkannya saja sudah membuatku mual. Tapi, kekesalanku mengalahkan semuanya. Aku kembali meronta-ronta sembari membuka paksa pintu mobil yang terkunci.

"Turunkan aku, sekarang!"

Namun Aldi menghiraukannya dan justru malah tertawa.

"Ada yang lucu, hah?" kataku sembari berteriak, dan menggembungkan pipi.

"Jangan terlalu banyak marah. Nanti, kamu tidak awet muda. Kalau kamu mau turun, sebentar aku parkir dulu." 

Kulihat keluar jendela mobil, ternyata kami sudah sampai di depan kafe. Setelah pintu mobil tidak dikunci, aku langsung ke luar dan berlari memasuki kafe. Di sana aku langsung disambut oleh pelayan yang sepertinya sudah mengenaliku.

"Selamat datang, Nona Ayana," sapanya sembari membungkuk.

"Iya," jawabku singkat, sembari melirik-lirik isi kafe untuk mencari meja kosong.

"Selamat datang, Tuan Aldi," sapa kembali si Pelayan itu pada Aldi.

"Aku lihat, sepertinya kekasih Tuan sangat bahagia, tiap datang kemari bersama Tuan," kata si Pelayan itu.

Mendengar hal itu, mampu membuatku meliriknya sinis. "Siapa yang kau bilang kekasih itu?"

Pelayan itu tersenyum. "Tentu saja Nona."

"Tidak! Kami bukan--"

"Maaf, sepertinya kekasihku sedang tidak mood."  Aldi menyela pembicaraanku, dan mulai menggandeng tanganku. Aku meronta-ronta, namun tenaga Aldi begitu kuat sehingga aku menyerah pada Aldi.

10 menit kemudian

Setelah memesan lumayan banyak makanan, aku masih cemberut pada Aldi. Puding cokelat yang menggoda di depanku, ingin rasanya aku ambil. Tapi, rasa gengsiku lebih besar.

"Kamu masih marah? Yakin tidak mau memakan puding ini?"

Aku diam.

Aldi nampak mendengus kesal. "Baiklah, kalau begitu biar aku yang makan," katanya sembari mengambil puding coklat dan sudah menyendoknya. Dia bersiap akan memasukan puding itu ke dalam mulutnya.

Tiba-tiba saja, mataku mulai berkaca-kaca, bibirku sudah bergetar, seluruh wajahku mulai panas. Aku menatap puding yang akan ia masukan ke dalam bibirnya, tapi Aldi melihatku dan tersenyum tulus kepadaku.

"Aaaa ...." Aldi menyodorkan pudingnya menggunakan sendok yang ia potong tadi. Ternyata, itu untukku.

Tanpa memikirkan apa-apa lagi, aku langsung melahap puding dari sendok itu. Rasanya aku seperti hidup kembali, nampak bahagia ketika puding sudah melewati tenggorokanku. Dan aku terus memakan puding itu yang disuapi oleh Aldi.

"Kamu aneh, Ayana. Hanya sebuah puding yang mampu menaklukan dirimu," kata Aldi sembari tertawa geli. Tapi aku abaikan.

Satu suapan terkahir, dan akhirnya puding itu habis. "Sudah habis." Aldi menunjukkan sendok dan wadah berisi puding itu.

"Terimakasih atas makanannya," kataku sembari tersenyum lebar.

Dia mengacak-ngacak rambutku. "Dasar anak-anak!"

👑👑👑

Ke esokan harinya, dengan malas aku kembali berjalan menyusuri koridor kantor. Dan menaiki tangga. Aku sudah taruma dengan lift takutnya nanti ada Jimmy di dalamnya.

Ternyata pikiranku salah. Sebaiknya, tadi aku naik lift saja. Jimmy, dia sudah berdiri di depanku, ketika aku sudah habis menaiki undakan tangga. Mana mungkin aku kembali ke bawah lagi.

Dengan penuh keberanian, aku mencoba melangkahinya, tapi dia menahanku.

"Kenapa? Tidak bisa lewat?" tanyanya sembari tersenyum mengejek.

"Awas! Aku tidak ada urusan denganmu!"

"Kamu tidak sopan kepada atasanmu, Ayana."

Aku mendelikan mata, dan memutar kedua bola mataku. "Baiklah ... baiklah. Maafkan aku, Tuan Jimmy. Sekarang, izinkan aku untuk lewat," kataku sembari tersenyum ramah, karena terpaksa.

"Baikalah aku maafkan," ujarnya yang masih berdiri di depanku, dan menahanku.

"Kalau begitu, permisi!"

"Aku mau membiarkan kamu lewat, asalkan kamu mau ikut denganku besok."

"Kamu tidak malu? Untuk apa aku ikut denganmu besok."

"Ini demi kekasihmu tercinta."

"Apa?" Aku tertawa. "Siapa yang kau bilang kekasih itu?"

Dia menunjuk kalungku dan kalung miliknya. Ok kalau sudah menyangkut ini, aku meyerah. "Baiklah, katakan kemana kita akan pergi besok?"

"Kita akan melakukan perjalanan bisnis."

"Apa?" teriakku kaget. "Aku ini masih pemula, kenapa tidak mengajak Senior yang lain saja. Kamu emang sengaja ingin berdua denganku." Aku masih mencoba melewatinya, namun ia selalu sukses menghadang.

"Kalau emang iya kenapa?"

"Tuhkan. Aku benar."

"Tapi, ini beda. Kita jalan-jalan sekaligus bekerja. Dan kamu akan mendapat penghasilan tambahan. Kamu setuju?"

Aku berpikir sejenak ketika mendengar kata penghasilan tambahan. Dengan cepat aku mengangguk setuju. "Baiklah, aku akan siap-siap besok."

"Itu baru Ayana," katanya lalu membiarkanku lewat.

"Sampai jumpa besok." Aku melambaikan tangan pada Jimmy, lalu mencari meja kerjaku untuk duduk di kursi.

Ketika aku melirik Jimmy yang masih menatapku dari kejauhan, aku sedikit membaca gerakan bibirnya. "Sampai jumpa besok". Itu adalah gerakan bibir yang berhasil aku baca.

Untungnya masih ada rasa marah di hatiku, kalau aku sedang tidak marah, mungkin wajahku sudah memerah bak tomat sudah matang.

👑👑👑

Buat yang nungguin POV Marsha, kapan akan muncul nanti ya setelah ini><

See you ...

Mikurinrin_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro