Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Author- 20 (A)

Ayana tengah bergelayut memeluk erat lengan Jimmy yang sedari tadi terus memegang pelipisnya.

"Sekarang mau apalagi? Tadi sudah ke mall gajadi, ke toko buku gabeli, maunya ke mana?" tanya Jimmy masih dengan memegang pelipisnya.

Ayana nampak mengembungkan pipinya. Ia nampak berpikir keras, harus kemana lagi ia pergi. Sebaik mungkin, Ayana harus mengulur waktu yang cukup untuk Marsha dan Aldi yang tengah mengeledah rumah Jimmy.

Flashback

Pagi hari yang sangat cerah, Jimmy dengan pakaian santainya hendak keluar rumah. Entah untuk apa, mungkin hanya sekadar jalan-jalan ringan.

Hendak melangkahkan kaki menuju teras rumah, Ayana dengan pakaian khasnya, rambut digerai sudah berdiri mengeluarkan senyuman menawan, meluluhkan hati siapapun yang melihatnya.

"Selamat pagi Jimmy!" teriaknya dengan wajah berseri.

Dengan wajah heran sekaligus senang, Jimmy terpaku diam sejenak. Untung saja angin menyadarkan lamunannya, hingga ia membalas sapaan Ayana.

"Se-selamat pagi, Ayana. Ada apa? Tumben jam 10 pagi ke rumahku?"

Ayana melipat tangannya di dada, lalu mendelikan matanya. "Kamu tidak suka aku datang?!"

Jder ... ucapan yang keluar dari bibir Jimmy membuat bidadari yang riang menjadi tersenyum kecut.

"Ti-tidak seperti itu, Ayanaku!" Jimmy merangkul Ayana, kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. "Kamu mau apa?"

"Aku ingin—" hampir saja Ayana akan menjawab pertanyaan Jimmy, ia baru tersadar, bahwasannya ia ke sini bukan untuk bermain melainkan mencari barang bukti. Sesudah mengingatnya, ia berhenti berjalan hingga membuat Jimmy diam.

"Ada apa lagi? Duduklah dulu, tenangkan dirimu."

"Aku ingin jalan-jalan. Sekarang! Cepat ganti baju, aku tidak mau menunggu lama!"

"Ta-tapi—"

"Tidak ada kata tapi! Sudah sana pergi ganti pakaianmu. Kalau tidak, aku tidak mau lagi melihatmu seumur hidupku!"

Keputusan mutlak dari Ayana langsung saja keluar. Tak bisa membantah lagi, Jimmy langsung buru-buru pergi ke kamarnya.

Menggunakan kesempatan itu, Ayana langsung berlari ke arah pintu masuk. Aldi dan Marsha yang sedari tadi menunggu, dan bersembunyi dibalik tembok pun langsung masuk ke dalam rumah Jimmy.

Sesampainya di dalampun, mereka masih harus bersembunyi, hingga tak lama Jimmy keluar dari kamarnya dengan pakaian rapih.

"Mau kemana kita?"

Ayana nampak melihat kiri-kanan. "Aku ingin pergi belanja!" 

"Siap, Bos!"

Ayana pun merangkul tangan Jimmy dengan erat, ia mencoba membuat Jimmy tak berbalik ke belakang, sehingga Aldi dan Marsha tidak ketahuan.

Setelah pintu rumah tertutup rapat, Aldi dan Marsha mengendap-endap menuju ruang kerja Jimmy.

Dengan uang yang Marsha miliki, membuka pintu yang terkunci bukanlah hal yang sulit. Teknologi yang semakin berkembang, mampu membuat Marsha membuka ruangan itu dengan cepat.

Sementara, Ayana. Ia nampak sedikit khawatir ketika di dalam mobil. Hingga ia di mall pun, seperti orang yang tak punya tujuan untuk membeli apa.

Jimmy yang dibawa kesana kemari oleh Ayana hanya bisa sabar saja. Tak terbayang jika ia sampai marah, tak marahpun orang-orang sekitar selalu mengekori mereka.

Hingga tak satu sudut matapun terlepas dari dua pasangan itu. Dan yang terakhir adalah toko buku.

Toko yang luas langsung menyambut Ayana dan Jimmy. Belum lagi, pelayannya yang ramah dan tempatnya yang nyaman, membuat siapapun pencinta buku akan betah di dalamnya.

Tapi, tidak untuk hari ini. Ayana hanya melihat-lihat buku, sembari gugup melirik-lirik Jimmy yang terus mengekorinya. Mungkin, Jimmy terlalu khawatir kekasihnya ini direbut paksa oleh orang lain.

Flashback off

"Kita pergi ke pantai," ajak Ayana melontarkan senyuman pada Jimmy.

"Tapi harus jadi, ya!"

Ayana mengangguk.

Mereka pun menaiki mobil, dan melaju menuju pantai.

Desiran ombak dan embusan angin sudah terasa dari jarak beberapa KM dari laut. Entah mengapa. Mungkin ... karena suasana pantai cukup sunyi kala itu, membuatnya seperti milik sendiri.

Embusan angin khas pantai semakin menyambut mereka tatkala turun dari mobil. Air bening yang terkena cahaya birunya langit, mampu menyilaukan mata tatkala terkena cahaya matahri.

Ayana pun berjalan, berlarian di pinggir pantai dikejar-kejar ombak kecil di pesisir yang sesekali mengenai jemari kakinya.

Dari belakang sana, nampak Jimmy perlahan berjalan, memeluk pinggang ramping Ayana.

Seperti menusuk ulu hati Ayana. Kehangatan yang selama ini selalu ia dapatkan, apakah harus tega ia lepaskan begitu saja?

Dengan pelan, dibelainya pipi Jimmy oleh Ayana, sembari menikmati luasnya hamparan laut yang sebentar lagi akan berubah menjadi warna jingga.

"Ayana, apakah kamu tau? Pantai ini adalah pantai favoritku," bisik Jimmy, semakin membuat Ayana terenyuh.

"Mengapa?" tanyanya dengan suara parau.

"Pertama, ini adalah pantai yang sering kami kunjungi ketika orang tuaku masih hidup, kedua karena kita pernah bersama di sini."

Jleb ...

Seolah ribuan panah menusuk-nusuk jantung Ayana, perlahan air bening mulai menetes, mengalir tanpa hambatan dari pipinya.

Seketika pelukan erat langsung Ayana hamburkan pada Jimmy. Seperti sebuah siluet dalam terbenamnya matahari, Ayana tak mampu menahan tangisannya.

"Maaf ... maaf. Aku tak tau, kalau paman dan bibi telah tiada."

Dengan senyum simpulnya, Jimmy membalas pelukan Ayana. Dielusnya rambut Ayana dengan lembut.

'Tak mengapa. Asalkan kau tidak pernah meninggalkanku, aku tak akan sedih lagi."

Kata-kata itu semakin membuat Ayana tak tega untuk meninggalkan Jimmy. Mau bagaimanapun, Jimmy adalah cinta sejatinya. Namun, taruhan itu ... menagapa hal sebesar itu haru Jimmy sembunyikan? Kalau saja Jimmy tak terlebih dahulu menyakiti hati Ayana, mungkin sekarang mereka tengah berbahagia.

"Maaf ... sekali lagi maaf. Tapi aku tak bisa," kata Ayana masih dengan suara parau.

Ayana pun melepaskan pelukannya. Matanya langsung menyorot tajam langsung dengan bola mata Jimmy. Sehabis menangis, bulu mata Ayana yang lentik ibarat dihujani kristal yang mampu membuat siapapun ingin memetiknya.

"Aku ingin bertanya satu hal padamu. Tolong jawab dengan jujur. Apakah ... aku hanya barang yang pernah kau jadikan bahan taruhan?"

Hening.

Hanya suara deburan ombak, embusan angin, dan suara kicauan burung yang mampu mengisi.

"Ya. Kau benar."

Plak!

Satu tamparan langsung mendarat di pipi Jimmy.

"Dasar brengsek! Kau kira aku hanya mainan apa?!"

Dengan memegang sebelah pipinya, Jimmy menatap Ayana heran.

"Aku emang melakukan taruhan, tapi ... apa kamu tahu, taruhan yang aku lakukan?"

"Kau sengaja bertaruh dengan Arthur untuk kesenanganmu saja, bukan?"

"Kesenangan apa maksudmu, Ayana?"

"Kau menjualku dulu pada Arthur karena tidak punya uang, bukan? Lalu setelah kau kaya kembali membayar Arthur dan mengambilku darinya, kan?!" teriak Ayana dengan suara terisak-isak.

"Apa maksudmu?! Siapa yang telah memberitahu hal itu padamu. Apa kau punya buktinya?"

"Ya ... aku ada bukti." Suara yang berasal dari perempuan dari arah lain membuat Ayana dan Jimmy reflek menoleh.

Marsha dengan anggunnya berjalan sembari memegang map cokelat di tangannya.

"Sekarang, aku punya bukti. Kau tidak bisa membantah lagi."

👑👑👑

Tbc

Next part ya konfliknya di Author-20 (B)
HAPPY READING ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro