-6-
"Riri!" Pandu mendesiskan nama istrinya tepat di depan telinga Tari kala klimaks menghantamnya sedemikian rupa.
Peluh menghiasi kedua tubuh telanjang mereka, setelah pergulatan panas yang menghabiskan separuh tenaga masing-masing.
Masih dengan napas tersengal, Pandu bahkan tak segan menindih Tari yang malah mendekap tubuh gagah suaminya yang mengkilat karena keringat.
"Makasih, Sayang!" Pandu menyingkirkan beberapa anak rambut yang melekat di dahi istrinya, kemudian mengecupnya perlahan.
Mengulingkan tubuhnya, Pandu beralih menyusupkan lengan di bawa tengkuk Tari kemudian beralih mendekap tubuh kecil istrinya.
Kembali mendaratkan ciuman di keningnya, Tari semakin beringsut dan mendekap Pandu tanpa peduli keringat yang masih menempel di tubuh masing-masing.
"Aku cinta sama kamu, Mas."
"Ehm ... aku sayang sama kamu, Ri." Pandu kembali mendaratkan ciumannya di kening Tari.
Seolah sudah menjadi kebiasaan Pandu. ia selalu mendekap tubuh polos Tari yang kelelahan karena meladeninya yang terlampau atraktif di ranjang.
Ia akui jika tubuh Tari bagai candu tersendiri bagi Pandu. Ia tak pernah melakukan hal itu selain dengan Tari, karena hanya dengan istrinya itu ia dapat mengekspresikan diri di saat mereka bergelut di atas ranjang.
Hanya Tari saja yang bisa membangkitkan libidonya tanpa bisa berkompromi lagi, sekalipun banyak wanita-wanita cantik di luaran yang mencoba menggodanya ia sama sekali tak tertarik.
Tak ada percakapn seusai pergulatan panas mereka, masing-masing sedang mengatur deru napas yang masih tersengal sisa dari aktivitas ranjang barusan.
"Besok Kai libur, kan?"
"Ehm," jawab Tari menggerakan telunjuknya di dada polos Pandu membentuk garis-garis abstrak.
"Gimana kalo kita liburan?"
Seketika itu Tari mengangkat kepalanya dan menyangga dengan sebelah tangannya. "Seriusan, Mas?"
Melipat sebelah tangannya dan menekuknya di bawah kepala sebagai bantalan, Pandu menatap Tari dengan pandangan geli.
"Iya dong, Yank. Nggak bisa jauh-jauh tapi liburannya, paling ke Puncak. Kasian Ibuk kalo perjalanan jauh."
Tari jelas tersenyum semringah, kembali ia merebahkan diri di atas lengan Pandu. "Nggak masalah, Mas. Mau ke Puncak atau Ragunan sekalipun, Kai pasti seneng diajak jalan-jalan."
Pandu tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya, ia membayangkan bagaimana reaksi putrinya saat tau akan di ajak jalan-jalan ke Puncak.
Pandu ingin menebus waktu yang tak sempat ia berikan pada Kailani, terlebih saat ia melupakan acara penting putrinya itu. Sungguh ia tak bermaksud melupakan acara tersebut, kemudian menjadikan dirinya mengingkari janjinya. Sebagai penebus rasa bersalahnya, Pandu memang berniat membawa keluarga kecilnya berlibur.
"Tidur, Ri. Ato mas bakalan nerjang kamu lagi." Pandu semakin mendekap erat tubuh Tari. "Kumpulin tenaga dulu, jadi siapin diri buat ronde selanjutnya." Bisikan Pandu mendapat kekehan geli dari Tari yang kemudian ikut menyusupkan diri di cerukan leher suaminya.
Mereka baru saja menghabiskan aktuvitas panas penuh gairah, membuat beberapa bagian tubuh Tari terasa pegal dan nyeri dipangkal pahanya.
Pandu terlampau bersemangat dalam menghentakkan miliknya, membuat Tari ngos-ngosan mengimbangi permainan Pandu yang selalu membuatnya mabuk kepayang.
Suaminya ini bukanlah pria tangguh seperti dalam novel romansa yang bisa beradegan ranjang hingga lima ronde sekaligus. Hanya dua ronde sudah membuat Pandu mengosongkan kantung spermanya. Dan itu cukup bagi Tari. Tak perlu muluk-muluk, toh dia sendiri hampir KO dalam menit-menit terakhir sebelum mencapai pelepasannya.
Sialnya lagi, Tari begitu menyukai sentuhan Pandu hingga membuatnya terbakar dalam pusaran api gairah yang diciptakan suaminya itu. Apalagi ketika hentakan kasar menghujam kepemilikannya, semakin membuat Tari menginginkan lebih.
Astaga. Ia terdengar seperti maniak sekarang.
Tari menelisik wajah damai Pandu yang tengah tertidur, suaminya ini termasuk memilik wajah yang mampu membuat para wanita tak segan-segan menolehkan kepalanya, walau hanya untuk menatap sememesona apa lelaki sepantaran kakaknya ini.
Tari melarikan jemari lentiknya, keseluruh wajah Pandu. Mulai dari kening, kemudian menyusuri lekuk hidung mancung milik suaminya. Ia begitu menyukai semua ornamen penyusun wajah Pandu. Letaknya pas dan tak berlebihan, tapi justru membuat Tari betah berlama-lama memandanginya.
Tari mendaratkan kecupan kecil di bibir Pandu yang sedikit terbuka, membuat si empuhnya bergerak samar san mengeratkan pelukannya.
"Tidur, Ri. Ato mau mas tambahin lagi." Celutukan Pandu yang terdengar bagai bisikan, membuat Tari bersemu merah.
"Dasar mesum." Dengan senyuman kecil tercetak di wajahnya, Tari malah beringsut merapatkan tubuhnya.
"Sama istri sendiri juga." Pandu mengecup kening Tari dan memeluknya erat.
Berada dalam pelukan Pandu saat tertidur menjadi kebiasaan Tari, apalagi dengan sepasang lengan yang membekap tubuh kecilnya. Semakin membuat Tari tak pernah absen untuk tak tertidur di atas lengan suaminya.
"Bun, aku mau langsung renang, ya?" tanya Kai begitu bahagia mendapati kolam renang yang cukup luas di area belakang vila.
"Kamu nggak capek, Sayang?" Pandu menghampiri Kai yang sudah siap-siap membuka kaosnya.
"Enggak dong, Yah. Kai semangat banget ini."
"Eits ... peregangan dulu dong, ntar kalo kram gimana?" Tak urung Pandu juga ikutan melepas kaos dan celana cargonya.
Berdua mereka melakukan peregangan, karena setelah itu mereka berdua beradu kemampuan berenang ke arah seberang. Tawa riang Kai tak bisa disembunyikan. Tari hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan dua orang yang saat ini lebih memilih bermain air, saling menciprati satu sama lain.
Tari mengumpulkan pakaian suami dan putrinya yang tercecer di rumput, lalu membawanya masuk ke dalam vila.
Ada sesuatu yang bergetar kala Tari memasuki kamar yang pakai olehnya. Ternyata ponsel Pandu masih berada di salah satu saku Celananya.
Tari memeriksa satu persatu saku yang terdapat dalam celana pendek milik Pandu, getaran itu terhenti dan membuat layar utama berubah hitam. Namun tak lama kembali menyala dan menampilkan notifikasi jika sebuah pesan whatsapp yang masuk.
Ada sekitar sepuluh chat yang kesemuanya berasal dari kontak bernama Saras. Tari mengerutkan dahi mendapati wanita menghubungi ponsel pandu, bahkan ada sepuluh missed call yang tertera di sana.
Tari jelas merasa jengkel, jika wanita ini masih saja menganggu acara berlibur keluarganya. Bukankah dia sudah ada pakle Budi dan istrinya di sana guna menemaninya.
Tari membuka ponsel Pandu yang di sandi dengan tanggal kelahiran Kailani, dan langsung menuju aplikasi perpesanan tersebut.
Mas kamu dmn?
Mas angkat teleponku
Mas plis aku butuh kamu sekarang
Mas aku nggak tahu harus gimana lagi?
Mas plis angkat teleponku
Mas pandu aku butuh kamu sekarang.
Maunya apa sih wanita ini? Geram Tari dalam hatinya. Tidak sadarkah Saras jika yang dia hubungin adalah suami orang. Meski sepupu, tapi bukan berarri menganggu quality time keluarganya juga.
Tari mendengus begitu layar ponsel Pandu berubah menjadi panggilan telepon dari seberang. Masih dengan kejengkelan di ubun-ubun, Tari menolak panggilan tersebut lalu menghapus chat dari Saras.
Bodo amat dengan wanita itu. Hari ini dan tiga hari ke depan adalah milik keluarganya yang tidak boleh tergangu sama sekali.
✩★✩★✩★✩
Surabaya, 09-11-2019
-Dean Akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro