Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tekanan Michael pada Fahima

Selesai subuh Fahima bersiap kembali ke Bangka, teman satu kost telah berada di depan pintu kamar, memberikan pelukan perpisahan. Sebuah mobil grab menunggu gadis cantik itu. Wajah yang sembab dan mata bengkak, Fahima duduk di belakang pak supir yang terlihat masih sangat muda.

Melakukan penerbangan seorang diri untuk yang kedua kali, gadis itu tersenyum, ia sangat merindukan mama dan neneknya. Lima puluh menit berada di udara dan ia sangat bahagia memijakkan kaki di tanah Bangka.

"Alhamdulilah ya Allah, aku bisa kembali dengan selamat." Gadis itu mengambil koper dan berjalan menuju pintu keluar.

"Tidak ada bus ataupun angkot." Fahima berdiri di pinggir jalan, ada banyak kendaraan rental yang menunggu penumpang.

"Aku tidak mau merepotkan Leo." Fahima melihat layar ponselnya.

"Mau kemana, Neng?" tanya seorang pria berdiri di samping Fahima.

"Sungailiat," jawab Fahima.

"Dua ratus lima puluh ribu rupiah, saya antar sampai depan rumah,' ucap pria paruh baya itu dengan ramah.

"Apa?" Fahima berpikir, hari itu tanggal satu dan gajinya belum masuk rekening, uang di dompet hanya tinggal dua ratus dua pluh ribu rupiah karena ia harus membayar lebih untuk barang yang ia beli di Serang.

"Pak, uang saya sisa dua ratus dua puluh ribu rupiah.' Gadis itu tersenyum cantik.

"Benarkah?" Pria itu menatap Fahima yang segera mengeluarkan dompetnya dan meperlihatkan dua lembar uang ratusan serta satu lembar dua puluh ribuan.

"Naiklah, bapak juga sudah mau pulang ke Belinyu." Pria itu mengambil koper Fahima dan memasukan ke dalam monil.

"Ah, terima kasih." Fahima bersemangat dan segera duduk di samping koper miliknya.

"Alhamdulilah ya Allah, aku bisa pulang dengan sisa uang ini." Mata indah Fahima menatap langit Pangkal Pinang yang terlihat cerah dengan awan putih menggantung pada warna biru yang indah. Ia bercengkrama dengan pak supir hingga mobil berhenti tepat di depan rumah semi permanen. Pak supir membantu Fahima membawa koper hingga depan pintu.

"Terima kasih banyak, Pak." Fahima tersenyum lebar dan menyerahkan biaya perjalannya.

"Iya, masuklah! Kamu pasti lelah." Pak supir kembali ke mobil dan meningalkan gadis dengan wajah penuh kebahagian karena bisa kembali ke rumah.

"Assalamualaikum." Fahima membuka pintu dan menarik kopernya masuk.

"Mama, Nenek." Suara gadis itu tetap lembut walaupun ia berusaha untuk berteriak.

"Nenek." Fahima membuka pintu kamar neneknya dan kamar itu kosong , tempat tidur telihat rapi.

"Dimana nenek?" Fahima mulai khawatir.

"Ma, Mama." Gadia itu berlari ke dapur dan tidak ada siapapun di rumah.

"Ma, dimana kalian?" Fahima terduduk di kursi tua, air mata telah membasahi wajah cantiknya.

Tangannya gemetar berusaha mengeluarkan ponsel dari tas ransel, penglihatan telah buram karena tertutup air mata, ia mulai terisak. Jari indah itu menggeser layar ponsel dan mencari nomor Mamanya, ia segera menghubungi nomor itu. Fahima terkejut karena mendengar deringan ponsel mama dari dalam kamarnya yang tertutup, ia ragu untuk membuka pintu.

"Assalamualaikum, Ma." Fahima membuka pintu, kamar tampak gelap karena jendela dan gorden yang tertutup dan lampu tidak menyala.

"Ma," Fahima membuka gorden dan terkejut ketika melihat seorang pria tampan dengan kulit putih bersih dan tinggi badan seratus delapan puluh tujuh centimeter menatap tajam pada dirinya.

"Kamu! Apa yang kamu lakukan di rumah ku?" Fahima menyenderkan tubuhnya kedinding, berusaha menjauh dari pria yang terlihat kesal.

"Harusnya, aku menunggu kamu di Bandara saja." Michael menatap tajam pada Fahima.

"Kemana mama dan nenekku?" Butiran bening terus mengalir dari sudut mata indah gadis itu. Ia ketakutan karena hanya dirinya di dalam kamar sempit.

"Aku hanya butuh waktu berdua dan mengulangi kejadian di kamar hotel." Michael mendekat.

"Apa?" Fahima mau keluar dari kamar tetapi pria itu telah menarik tangan kecil dengan sigap sehingga tubuh gadis itu jatuh ke atas tempa tidur.

"Lepaskan!" Fahima berteriak, tetapi teriakan itu terdengar lembut karena suara yang serak.

"Aku cukup sabar dan menanggung kesialan selama dua bulan agar tidak mengganggu studi kamu, itu karena mama dan nenek kamu memohon padaku!" tangan kekar Michael menekan Fahima.

"Apa yang kamu inginkan? Dimana nenek dan mamaku?" Fahima menoleh ke samping menghindari tatapan Michale.

"Di Jakarta." Michael melepaskan gadis itu dan berdiri menjauh, ia hampir tergoda dengan kecantikan lembut dari Fahima.

"Kenapa kamu membawa mereka ke Jakarta?" Fahima segera berdiri dan tetap menunduk, ia terus menghindari tatapan tajam Michael, di dalam hati wanita itu berdoa agar Allah melindungi dirinya dari bahaya yang hina.

"Agar kamu bisa menikah dengan diriku," ucap Michael.

"Tidak." Tanpa perlu berpikir Fahima langsung menolak Michael dan mengangkat wajahnya sehingga mata mereka bertemu.

"Apa? Kamu menolak diriku dengan sangat cepat." Michael menakan tubuh Fahima di dinding.

"Lepaskan! Dan menjauh dariku!" Fahima berontak.

"Tidak ada yang boleh menolak perintahku! Kamu harus menikah dengan diriku!" Wajah Michael sangat dekat dengan Fahima.

"Tidak! aku tidak mengenali kamu dan aku tidak akan pernah menikah dengan pria seperti kamu!" bentak Fahima.

"Kenapa?" Mata Michael melotot, ia sangat marah dengan penolakan gadis itu.

"Aku yang seharusnya bertanya, kenapa aku harus menikah dengan kamu?" Fahima masih berusaha melepaskan diri dari cengkraman Michael, pergelangan tangannya telah memerah.

"Karena..." Michael terdiam, ia tidak mau mengatakan tentang kesialan dari pecahnya guci pernikahan karena ia yakin wanita di depannya tidak akan percaya seperti dirinya tetapi Mama yang sakit-sakitan sejak kepulangannya dari Bangka membuat Michael khawatir.

"Apa kamu ingat guci pecah di kamarku?" tanya Michael.

"Guci itu sangat mahal dan aku mau kamu membayarnya." Senyuman sinis terlihat di bibir pria keturuna Tionghoa itu.

"Apa?" Fahima kebingungan, ia masih ada utang pada Leo dan gajinya habis terpakai selama di Serang.

"Apa kamu punya uang?" tanya Michael.

"Kamu yang membuat guci itu pecah kenapa aku yang harus mengganti rugi?" Fahima merasakan sakit pada pergelangan tangannya dan pria itu masih belum melepaskan dirinya.

"Jika kamu tidak berteriak, aku tidak akan terkejut dan memecahkan guci," bantah Michael.

'Itu...." Fahima tidak meneruskan kalimatnya, ia tidak mau mengingat kejadian di kamar Michael.

"Lepaskan aku! Kita berbicara di ruang depan," ucap Fahima pelan.

"Baiklah." Michael melepas tangan Fahima dan ia terkejut melihat pergelangan yang merah. Dengan cepat gadis itu keluar dari kamar dan duduk di kursi ruang tamu.

"Berapa harga guci?" tanya Fahima pelan.

"Apa, wanita ini tidak mau menikah denganku?" Michael menatap tajam pada Fahima.

"Lima ratus juta rupiah," jawab Michael tenang.

"Apa?" Fahima mengangkat wajahnya.

"Kamu pasti berbohong!" Fahima menyatukan kedua tangannya.

"Kamu bisa mencarinya di internet." Michael merasa tidak nyaman duduk di kursi tua itu.

"Aku harus membayar guci kenapa kamu membawa nenek dan mamaku ke Jakarta?" tanya Fahima.

"Ketika aku datang kerumah ini untuk mencarimu, nenek kamu sedang sakit," ucap Michael pelan.

"Apa? Tapi dia baik-baik saja ketika aku melakukan panggilan Video." Fahima menatap Michael.

"Tentu saja, aku sudah memberikan perawatan terbaik untuk nenek kamu." Pria itu melonggarkan dasi dan membuka kancing jas, rumah itu sangat panas karena tidak ada pendingin ruangan.

"Kapan mereka akan kembali ke Bangka?" tanya Fahima pelan.

"Mereka menunggu kamu menjemput ke Jakarta." Michael tersenyum.

"Aku baru saja turun dari pesawat." Fahima menunduk.

"Jika mau bertemu dengan nenek dan mama kamu, ikut aku ke Jakarta sekarang!" Michael merapikan pakaiannya dan berdiri.

"Apa?" Fahima mendongak melihat Michael mengeluarkan ponsel menghubungi Fendy yang menyembunyikan mobil di rumah tetangga. Tidak butuh waktu lama mobil telah berada di depan halaman rumah.

"Tunggu dulu, apa kita akan pergi sekarang?" tanya Fahima pelan.

"Tentu saja." Pria itu keluar dari rumah.

"Aku harus membeli tiket dan ....." Fahima terdiam melihat tatapan tajam Michael.

"Masuklah ke mobil!" perintah Michael. Fendy mengambil koper dan tas ransel Fahima, meletakkan di kursi bagian paling belakang.

"Ya Allah." Fahima menunduk.

"Apa kamu akan tetap berdiri di sana?" tanya Michael yang telah duduk di dalam mobil.

"Bisakah kita ke mesih ATM, aku harus mengambil uang?" tanya Fahima.

"Aku punya banyak uang, naiklah atau aku akan meninggalkan kamu dan tidak akan pernah bisa bertemu dengan dua wanita yang kamu sayangi." Michael tersenyum.

"Apakah ini hukuman karena aku melihat tubuh telanjang pria ini?" Fahima masuk ke dalam mobil dan terdiam. Mobil terus melaju membawakan Fahima kemali ke Bandara.

Michael menggunakan pesawat pribadi, pria itu juga sedikit lebih awal tba di Bangka, jadi keduanya melakukan perjalanan bolak balik Jakarta-Bangka-Jakarta. Fahima sangat lelah sehingga ia tertidur di Pesawat hingga sampai di Bandara Soekarno-Hatta.

Khawatir adalah sikap berpikir berlebihan atau terlalu cemas tentang suatu masalah atau situasi. Kekhawatiran biasanya disertai dengan rasa tidak nyaman dan kecemasan. Percayakan semuanya kepada Tuhan agar kita dapat menjadi lebih tenang. Cobaan yang diberikan tidak akan melebihi kemampuan seorang hamba. Selalu berpikir positif dan semuanya akan baik-baik saja, yakinkan diri Tuhan bersama umatnya yang sabar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro