Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pertemuan Pertama

Jordan memilih restaurant Akira Back−restoran bintang 5 yang berada di Setiabudi. Mereka mengusung konsep makanan khas Jepang yang digabungkan dengan makanan khas Korea. Menu favorit di sini adalah Pizza Tuna, AB Tacos, Miso Black Cod dan Crispy Kalbi Roll. Tentu saja, rasa lezat khas hasil fusion yang kreatif ini tidak mungkin ditemukan di restoran lain.

Michael dan Jordan masuk ke dalam restaurant, langsung menuju ruangan VIP, pria itu tidak akan mau berada di keramaian dan bertemu dengan banyak orang tidak penting. Jordan sangat mengerti itu.

"Masuklah, aku mau ke kamar mandi." Jordan menepuk pundak Michael.

Pria itu tidak menjawab, ia langsung duduk di depan meja membuka dua kancing bagian atas dari kemejanya. Seorang pelayan wanita berjalan mendekat.

"Selamat malam, Tuan. Silakan pesanan Anda." Waitress menyerahkan tap kepada Michael agar pria itu bisa memilih menu dan memesan.

Michael mengambil tap dan mulai menggeserkan layar untuk memesan makanan, tetapi ia tidak tahu apa yang akan dipesan karena pria itu tidak pernah melakukannya.

"Biarkan adikku yang memesan." Michael mengembalikan tap pada waitres.

"Baiklah." Wanita itu menunduk dan meninggalkan Michael yang memainkan ponselnya.

Jordan keluar dari kamar mandi dan bertemu dengan seorang wanita dengan postur sempurna dengan menggunakan pakaian sangat seksi untuk memperlihatkan tubuh proporsionalnya. Cleya−putri tunggal seorang pengusaha dan juga model yang telah go internasional.

"Hai, Jordan," sapa wanita dengan kulit putih bersih itu.

"Hai, apa yang kamu lakukan di sini?" Jordan tersenyum.

"Aku menemani papa dan mama bertemu klien." Cleya tersenyum cantik dengan bibir merah merona.

"Bagaimana dengan dirimu?" tanya Cleya.

"Aku mengajak Michael jalan-jalan dan makan malam." Jordan tersenyum, ia memperhatikan Cleya dan berpikir, wajar jika Michael menyebut wanita itu sebagai penggoda dengan pakaian begitu minim.

"Apakah kamu bersama Michael?" tanya Cleya bersemangat.

"Ya, aku harus pergi sekarang. Michael bukan tipe pria yang sabar." Jordan melewati Cleya.

"Jordan, tunggu." Cleya menahan tangan Jordan.

"Ada apa?" Pria itu menarik tangannya.

"Apa aku boleh bergabung bersama kalian?" tanya Cleya lembut.

"Aku tidak tahu, kamu bisa bertanya pada Michael." Jordan melanjutkan langkah kakinya dan berjalan menuju ruangan yang telah ia pesan. Cleya mengikuti dengan semangat.

"Aku rasa El tidak akan suka ini." Jordan tersenyum.

"Kenapa kamu sangat lama?" Michael menatap tajam pada Jordan.

"Apa saudaraku tidak bisa memesan makanan?" Jordan tersenyum.

"Silakan, Tuan." Waitres memberikan tap pada Jordan.

"Terima kasih." Pria itu tersenyum ramah berbeda dengan Michael yang bahkan tidak bisa mengucapkan terima kasih.

"Halo Mich." Cleya tersenyum cantik menebarkan pesona yang menggoda. Tidak ada jawaban dari Michael, ia hanya melirik sekilas pada Cleya untuk memastikan wanita yang berani menyapa dirinya.

"Apa aku boleh bergabung?" tanya Cleya.

"Kami hanya punya dua kursi," jawab Michael tanpa melihat Cleya.

"Maaf, Cleya. Kami tidak bisa mengundang kamu bergabung." Jordan tersenyum.

"Baiklah, aku permisi." Cleya memaksakan diri untuk tersenyum dan keluar dari ruangan Michael.

"Apa kamu tidak tertarik dengan Cleya?" tanya Jordan yang menyerahkan tap pada pelayan.

"Mama tidak pernah berpakaian seperti itu." Michael meletakkan ponsel di atas meja.

"Hey, Cleya masih muda dan mama sudah punya dua putra dewasa." Jordan tersenyum.

"Aku sudah melihat foto-foto mama dari kecil hingga hari ini dan mama selalu memakai pakaian sopan serta panjang." Michael menatap kearah Jordan.

"Tidak ada lagi wanita seperti mama di zaman seperti ini." Jordan meneguk air putih yang ada di atas meja.

"Ah ada, wanita beragama islam," lanjut Jordan.

"Mereka bahkan menutupi seluruh tubuhnya, bahkan ada yang hanya memperlihatkan mata saja." Jordan tersenyum.

"Aku tidak perduli dengan agama mereka selama wanita itu seperti mama, aku akan suka," ucap Michael.

"Ketika kamu jatuh cinta, semua standard yang kamu cari akan hilang seketika." Jordan melihat beberapa pelayan membawa pesanan mereka.

"Baiklah, aku sangat ingin jatuh cinta." Michael memperhatikan makanan yang mulai tertata di atas meja.

"Jika sudah jatuh cinta, belajarlah memilih menu sendiri." Jordan tersenyum.

"Istriku yang akan melakukan itu." Michael melirik Jordan yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Kamu benar-benar seorang raja yang harus dilayani." Jordan tersenyum.

"Sebaiknya kamu menikah dengan seorang pembantu rumah tangga atau seorang pelayan." Jordan tertawa dan mendapatkan tatapan tajam dari Michael.

"Apa itu lucu?" tanya Michael.

"Aku sangat lapar." Tangan Jordan segera mengambil makanan, ia tahu pria di depannya tidak bisa diajak bercanda.

Mereka menyelesaikan makan malam berdua dan segera kembali ke rumah. Jordan masih setia menjadi sopir kakaknya. Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, sesekali pria itu melirik Michael yang tertidur lelap.

"Apa yang ada dalam pikiran, Michael?" gumam Jordan. Mobil terus melaju hingga memasuki kawasan elit dan mewah kediaman Hardianto.

"Hey, El." Jordan melihat kearah Michael.

"Terima kasih." Michael membuka mata dengan perlahan dan segera keluar dari mobil. Ia langsung menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Koper telah disiapkan, tidak ada yang kurang, semua dilakukan oleh mama mereka.

"Aku akan tidur." Michael tersenyum melihat koper miliknya, ia menghempaskan tubuh tanpa pakaian itu di atas tempat tidur yang empuk. Memejamkan mata dan terlelap.

Matahari pagi menyusup masuk dalam kamar Michael dengan nuansa putih bersih dan didomisani jendela kaca bening yang dibiarkan terbuka. Tirai putih melambai-lambai tertiup angin, udara dingin berpadu dengan hangatnya cahaya Surya menyentuh tubuh telanjang pria Chines itu.

Michael membuka mata dengan perlahan, ia sangat malas untuk beranjak dari tempat tidur. Pria itu melihat taman hijau dan bunga yang sengaja ia desain di depan kamarnya. Lantai atas itu memiliki kebun sehingga membuat betah pemilik ruangan.

"El, apa kamu sudah bangus?" Suara Nyonya Li terdengar lembut di balik pintu.

"Ya," jawab Michael malas.

"Apa kamu sudah berpakaian?" tanya Mama yang mengetahui putranya memiliki kebiasaan tidur tanpa pakaian.

"Aku masih di tempat tidur." Michael membungkus tubuhnya dengan selimut berwarna putih.

"Sayang, turunlah, kita mau sarapan." Nyonya Li meninggalkan Michael yang pasti tidak akan turun dengan segera.

"Aku akan pergi ke pulang Bangka, sudah lama sekali tidak kesana." Michael beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi. Tubuh seksi itu tidak ditutupi sehelai benangpun, memperlihatkan otot-otot menggoda.

Semua telah menunggu putra kesayangan untuk sarapan bersama. Michael Hardianto−jimat keberuntungan yang selalu dimanja. Kelahirannya menjadi awal kesuksesan keluarga Hardianto.

"Sayang, cepatlah!" Mama tersenyum melihat putra tampannya.

"Apa kamu akan pergi ke kantor terlebih dahulu?" tanya Jordan.

"Tidak, apa kamu bisa mengantarkan aku ke bandara?" tanya Michael.

"Tentu saja." Jordan memulai makannya.

"Ma, dimana Papa?" Michael melihat kursi kosong di depan Mamanya.

"Papa pergi ke Hongkong," jawab Nyonya Li.

"Kenapa Mama tidak ikut?" tanya Michael lagi.

"Siapa yang akan menemani Jordan di rumah, ia baru saja kembali dari Singapura." Mama menggenggam tangan Jordan.

"Mm." Michael melirik Jordan yang tersenyum.

"Terima kasih, Ma." Jordan mencium tangan Mamanya.

Mereka selesai sarapan, Mama melakukan aktivitas seperti biasa merawat taman, Michael duduk di taman memperhatikan wanita yang sangat ia cintai.

"Jordan, kamu bisa pergi ke kantor." Michael melihat Jordan yang baru keluar dari rumah.

"Bukankah kamu mau aku jadi supir ke Bandara?" Jordan tersenyum.

"Jika sendirian, aku mau diantar kamu, tetapi karena ada Fendy dan Fanny, jadi kami akan menggunakan sopir perusahaan." Michael tersenyum.

"Baiklah, Tuan Muda. Bersenang-senanglah." Jordan berjalan menuju garasi mobil.

"Ingatlah untuk menjaga guci pernikahan." Nyonya Li tersenyum.

"Guci itu tidak akan pecah." Michael tersenyum tipis.

***

Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan pintu rumah keluarga Hardianto. Fanny dan Fendy keluar dari mobil. Seorang pelayan segera memasukkan koper Michael ke dalam bagasi mobil.

"Selamat siang, Nyonya Li." Fanny tersenyum cantik.

"Selamat siang." Nyonya Li membalas senyuman Fanny.

"El, Mama rasa kamu tidak mengajak Fanny bersama." Nyonya Li menggandeng tangan Michael.

"Kenapa, Ma?" Pria tinggi itu menatap Mamanya.

"Kamu Cuma seminggu, apakah Fendy saja tidak cukup?" Mama melirik Fendy.

"Baiklah, Fanny. Kamu bisa kembali ke perusahaan dan membantu Jordan." Michael mencium pipi mamanya.

"Apa? Tapi Tuan...." Fanny kebingungan.

"Ma, suruh sopir mengantar Fanny kembali ke perusahaan." Michael masuk ke dalam mobil. Fanny sangat terkejut. Ia tidak menyangka Michael akan meninggalkan dirinya dan merubah keputusan dengan mudah. Mobil yang membawa Michael dan Fendy telah melaju menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Lima puluh menit berada di udara dan mendarat di bandara Depati Amir Pangkal Pinang, Bangka. Perjalanan pendek tidak akan membuat Michael merasa lelah. Pria itu segera turun dari pesawat bersama dengan Fendy berjalan menuju sebuah mobil mewah yang akan membawa mereka menuju kota Sungailiat, tempat kelahiran Mama dan Papanya.

"Tuan, apa kita akan pergi beristirahat ke hotel yang telah di pesan Fanny?' tanya Fendy.

"Apakah lima puluh menit berada di pesawat membuat kamu lelah?" tanya Michael.

"Tidak, Tuan." Fendy menunduk.

"Langsung menuju pantai Tongacai!" ucap Michael.

"Baik, Tuan." Fendy tidak mempersiapkan diri untuk melayani Michael karena biasa dilakukan oleh Fanny.

Tiga puluh menit mereka telah sampai di kawasan pantai dengan nuansa oriental, sejarah, seni, dan budaya berpadu. Lahan di tepi laut yang dipagar tinggi itu adalah milik keluarga Hardianto. Menginjakkan kaki di Tongacai, orang pun disuguhkan pemandangan seperti pameran lukisan, pameran foto, berbagai koleksi patung burung Garuda, berbagai koleksi seni pahat, tongaci park, dan sejumlah kata - kata bernuansa oriental yang menjelaskan tentang sejarah nama marga - marganya serta filosofi yang bermakna arti kehidupan.

Kaki jenjang itu turun dari mobil dan mendapat sambutan dari pengurus pantai dan semua isi yang ada di lokasi itu, tetapi Michael hanya tersenyum dan mengatakan ia hanya mampir sebentar untuk makan siang.

Pria itu berjalan langsung mengelilingi lokasi pantai, senyuman terlihat di bibir Michael, menghirup oksigen bersih jauh dari polusi udara. Mata jernih melihat sekeliling dan berhenti tepat pada seorang gadis cantik dengan pakaian muslimah, menutupi seluruh tubuhnya, yang terlihat hanya wajah dan telapak tangan.

"Cantik," guman Michael tanpa sadar.

"Fendy, apakah sekarang hari libur?" tanya Michael pada asistennya dengan mata terus memperhatikan senyuman dan pergerakan wanita itu.

"Tidak Tuan, hanya saja bertepatan dengan hari libur sekolah dasar, jadi anak-anak itu sedang perpisahan karena akan masuk ke SMP," jawab Fendy. Pria itu telah mempersiapkan semua jawaban untuk pertanyaan Michael.

"Apakah wanita itu adalah guru mereka?" tanya Michael lagi dan membuat Fendy kebingungan, ia tidak menyangka Bosnya akan bertanya tentang hal yang tidak penting.

"Mungkin, Tuan." Fendy mengikuti arah tatapan Michael.

"Apakah makanan sudah siap? Aku sudah lapar." Michael berjalan menuju restauran yang ada di tepi pantai bersebelahan dengan kolam besar berisi sejumlah tukik jenis A penyu hijau maupun penyu sisik beragam.

"Saya akan bertanya." Fendy berjalan menuju dapur.

Michael memilih kursi di sebelah pagar restauran, ia melihat wanita tadi berjalan bersama seorang pria dan mengambil tempat duduk tepat di sampingnya. Sang pemilik pantai memperhatikan wajah cantik yang tersenyum manis.

"Imah, apa kamu mau makan?" tanya pria yang datang bersama Fahima.

"Aku masih kenyang, kenapa kamu mengajak aku kemari?" tanya Fahima melihat sekilas kearah Michael, ia merasa diawasi oleh mata pria Tionghoa itu.

"Imah, maaf," ucap pria itu.

"Untuk apa?" Fahima tersenyum.

"Kita sudah lama saling kenal dan sama dewasa." Tangan pria itu mengeluarkan sebuah kotak.

"Fahima, maukah kamu menikah denganku?" Pria itu membuka koteak perhiasan berisi sebuah cincin emas.

"Rico, maaf." Fahima tersenyum.

"Jika kamu belum siap menikah, kita bisa bertunangan terlebih dahulu." Rico terus menatap wanita cantik di depannya.

"Rico, kamu lebih tahu kenapa aku menolak semua pria yang telah melamar ku? Aku belum siap mengurus seorang suami karena Mama dan Nenek sangat membutuhkan diriku. Aku berusaha sampai seperti ini agar bisa membahagiakan mereka berdua." Tidak ada keraguan pada jawaban Fahima. Wanita itu bertekat tidak akan jatuh cinta selama ia harus menjaga dan menafkahi keluarga kecilnya.

"Fahima." Suara Rico terdengar pelan.

"Maafkan aku, anggap saja hari ini tidak pernah ada." Fahima tersenyum dan berjalan meninggalkan Rico. Michael tersenyum mendengar drama lamaran yang mendapatkan penolakan itu.

"Alasan penolakan yang lucu. Itu tidak akan pernah terjadi padaku." Michael melihat Fahima yang kembali bersama siswa-siswinya.

Urusan hati dan perasaan memang tak bisa dipaksakan. Kita tidak bisa begitu saja membuat orang yang kita cintai juga bisa punya perasaan yang sama dengan kita. Adakalanya memang jalan terbaik untuk kebaikan bersama adalah melepaskan orang yang kita cintai. Menerima semua alasan dari sebuah penolakan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro