Pengalaman Pertama Fahima
Michael berbaring di atas tempat tidur, matanya menatap pada langit-langi kamar yang dihiasi lampu Kristal. Wajah Fahima seakan menari-nari di sana, senyuman, tawa dan marah membuat pria dengan wajah Chines itu tersenyum.
"Apakah aku harus menyusulnya ke Serang?" tanya Michael pada dirinya.
Pesawat Garuda telah mendarat di bandara Soekarno Hatta. Ini adalah perjalanan pertama Fahima keluar dari Pulau Bangka, pertama kalinya wanita itu menaiki pesawat terbang. Mata bulat dan indah melihat sekeliling, ia tidak tahu harus kemana, ada banyak pintu di sana.
"Bismilah, aku akan ikut mereka saja." Fahima tersenyum.
"Haa, mereka menunggu koper di sini." Gadis itu ikut berdiri, ia melihat koper miliknya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Fahima menarik koper dan membawa ransel berisi computer lipat di punggungnya. Ia telah berada di pintu keluar dan melihat bus dengan warna berbeda melewatinya. Ia melihat beberapa wanita yang berdiri di sampingnya.
"Maaf, apakah bis akan berhenti di sini?" tanya Fahima lembut.
"Ah, iya," jawab wanita itu sombong.
"Aku rasa bukan ini tempatnya." Fahima memperhatikan bis yang tidak terlihat akan berhenti.
"Selamat pagi, Pak," sapa gadis cantik itu pada seorang satpam.
"Pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam dengan ramah.
"Maaf, saya mau bertanya. Dimana saya harus menunggu bis?" tanya Fahima dengan senyuman manisnya.
"Terminal F, di ujung sana." Petugas keamanan menujukkan jarinya.
"Oh, terima kasih." Wanita berhijab itu sedikit menunduk.
"Lumayan jauh." Mata Fahima melirik ib-ibu sosialita yang sedang berdiri di pinggir jalan.
"Maaf, bu," sapa Fahima.
"Ada apa?" Wanita itu melihat pakain panjang dan kampungan di matanya.
"Anda tidak akan mendapatkan bus di sini, mari pergi ke terminal F." Fahima tersenyum.
"Oh, ya," ucap wanita itu sombong meninggalkan Fahima.
"Ya Allah, beginikah kehidupan di kota besar?" Fahima tersenyum, ia melangkahkan kaki menuju terminal F, ada banyak bus dengan warna berbeda yang tersusun rapi. Gadis itu melihat beberapa mesin yang bisa mengeluarkan tiket ketika ditekan.
"Aku rasa itu cara pembelian tiket? Sangat canggih dan tidak ada di Bangka." Fahima kembali mendekati seorang petugas dengan seragam sekuriti.
"Permisi pak, saya mau ke terminal Pakupatan." Fahima tersenyum.
"Baiklah." Pria itu menekan tombol yang ada di depannya dan sebuah kertar bertuliskan harga tiket sebesar enam puluh lima ribu rupiah.
"Silakan bayar ke loket depan," ucap petugas.
"Terima kasih." Gadis itu berjalan menuju loket.
"Mobil 065 tunggu!" teriak seorang pria ketika melihat tiket yang diserahkan Fahima dengan selemar uang seratus ribu.
"Naiklah, mobil akan segera berangkat." Seorang pria mengambil koper Fahima dan memasukkan ke dalam bagasi mobil.
"Terima kasih." Wanita itu segera menaiki bus melalui pintu depan. Bus itu sangat besar dan tinggi berbeda dengan di Bangka. Ada banyak tempat kosong, Fahima segera duduk dikursi dekat jendela. Ia memperhatikan semua orang satu persatu yang terlihat sedang tertidur.
Mobil bus telah melaju, mata indah gadis itu melihat pingiran jalanan yang menuju kota Serang Banten. Ada sawah, jalan tol, proyek pembangunan yang tidak dipahami. Ia tidak terbiasa tidur di sembarangan tempat apalagi di bus jadi Fahima hanya bisa memandangi jalanan hingga mobil berhenti di terminal.
"Aku akan cek aplikasi grab." Fahima mencari tempat berlindung dari sinar Matahari dan membuka layar ponsel.
"Tidak ditemukan? Apa lokasiku tidak terlihat?" Fahima menarik napas dengan berat.
"Ojek Neng," tawar seorang pria paruh baya pada Fahima.
"Apa bisa bawa koper?" tanya Fahima menatap iba pada pria yang tidak muda lagi itu.
"Bisa Neng, taruh depan," ucap bapak ojek.
"Ke Kampus FKIP Untirta Ciwa berapa, Pak?" tanya Fahima lembut.
"Dua puluh lima ribu, Neng," jawab bapak.
"Baiklah." Fahima memberikan koper pada bapak ojek dan dan duduk menyamping di belakang. Motor itu melaju dengan kecepatan sedang menuju kampus Untirta Serang.
"Terima kasih, Pak." Fahima memberi uang pas kepada bapak itu.
"Wah, ramai sekali." Fahima berdiri di depan gerbang kampus. Ada banyak mahasiswa sungguhan yang ia lihat.
"Fahima!" teriak seorang wanita.
"Ya." Fahima tersenyum.
"Selamat datang di Serang." Wanita itu memeluk tubuh Fahima.
"Aku Vina, teman satu kelas PPG." Vina tersenyum.
"Masya Allah." Fahima tersenyum.
"Cantik, kami akan mengantarkan kamu ke kosan," ucap seorang lagi.
"Terima kasih." Fahima tersenyum bahagia, ia bertemu dengan teman-teman online ketika daring PPG.
"Aku Lina, ayo masuk mobil." Lina menarik koper Fahima dan memasukan ke dalam bagasi mobil. Fahima sangat beruntung bertemu dengan orang-orang baik sehingga ia bisa menjalani kehidupan kampus dengan tenang. Belajar bersama dan saling membantu.
"Vina, di Bangka tidak ada kereta api, kalian berdua telah berjanji akan mengajakku mencoba naik kereta api." Fahima memegang tangan Vina dan Sumi.
"Tentu saja, aku tidak mau menjadi penyesalan jika tidak mengajak Imah naik kereta api." Sumi terliah bersemangat.
"Kapan?" Mata Fahima berbinar penuh kebahagian.
"Aku sudah telepon temen, besok pagi sekali ada kereta bernagkat jurusan Rangkasbitung." Vina tersenyum.
"Ah, terima kasih, Vina." Fahima memeluk tubuh temannya.
"Aku juga." Sumi ikut memeluk.
"Kita akan melewati tiga stasiun," ucap Vina.
"Ah, senangnya." Fahima sangat bahagia.
Tepat pukul enam pagi ketiga wanita itu sudah memesan grab yang mengantarkan mereka ke stasiun Rangkasitung, terlal pagi hingga loket belum buka.
"Ah, apakah ini stasiun kereta api?" tanya Fahima.
"Ya, itu sudah buka Vin," ucap Sumi.
"Ayo beli tiket." Vina berjalan menuju loket.
"Apa, cuma tiga ribu?" Fahima terkejut.
"Iya, mau berapa?" Sumi tersenyum.
"Murah sekali ya." Fahima tersenyum.
"Wah, ternyata rel kereta api seperti ini." Fahima berdiri di samping pagar pembatas.
"Kalo jatuh ke bawah sangat mengerikan." Fahima kembali ke kursi.
Kereta api yang mereka naiki tidak seperti yang Fahima lihat di televisi, begitu nyaman dan bersih seperti di dalam pesawat terbang. Sesampai di Stasiun terakhir mereka harus berlari menuju loket agar bisa kembali lagi ke Stasiun Rangkasbitung. Mereka tertawa bersama karena benar-benar hanya menikmati duduk di dalam kereta api.
"Terima kasih, aku sangat bahagia." Fahima memeluk Vina dan Sumi.
"Sama-sama," ucap Vina dan Siti bersama.
"Aku sangat bahagia." Fahima mengeluarkan ponsel dan mengambil foto mereka bertiga di depan dan di dalam kereta api.
Dua bulan tidak terasa telah berlalu begitu saja. Mereka bagaikan keluarga baru yang terus bersama hingga hari ujian. Selesai mengikuti semua kegiatan kampus dan uji kenerja di sekolah-sekolah, tiba pada jadwal Uji Pengetahuan. Satu hari sebagai penentu lulus tidaknya para guru itu dalam program Pendidikan Profesi Guru.
Perpisahan akan terjadi setelah pertemuan, kebersamaan empat bulan daring dan dua bulan di kampus serta kost bersama. Mereka akan kembali ke provinsi masing-masing. Banten, Kepulauan Rian dan Kepulauan Bangka Belitung. Pelukan dan air mata menemani perpisahan semuanya dalam cinta dan kasih sayang persahabantan dan keluarga.
Dimanapun kamu berada akan Tuhan kirimkan orang-orang baik, selama kamu adalah hamba yang suka membantu semua orang. Pertolongan yang kamu berikan akan mendapatkan balasan yang lebih indah serta dimudahkan segala urusan. Perlindungan akan selalu menyertai manusia terkasih yang percaya kepada kekuasan san kasih sayang Tuhan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro