Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Michael Pemaksa

Pesawat telah mendarat, Michael melihat gadis cantik itu tertidur pulas karena sangat kelelahan melakukan perjalanan cukup panjang dan berulang.

"Apa aku harus menggendong kamu?" bisik Michael di telinga Fahima yang tertutup hijab. Pria itu tersenyum, ia segera mengangkat tubuh kecil itu dengan perlahan. Sentuhan yang diberikan membuat Fahima terbangun.

"Apa? Apa yang kamu lakukan? Turunkan aku!" Fahima memukul dada Michael.

"Aku sudah membangunkan kamu dan kamu tidur seperti Panda." Michael tersenyum.

"Aku mohon, biarkan akau berjalan sendiri." Suara lembut Fahima mengingatkan Michael pada Mamanya.

"Baiklah." Michael menurut.

"Bisakah kamu tidak menyentuhku?" Gadis itu mundur beberapa langkah untuk menjauh.

"Kenapa?" tanya Michael heran.

"Karena itu tidak boleh!" tegas Fahima.

"Aku tidak janji." Michael keluar dari dalam pesawat.

"Apa?" Fahima kesal.

"Astafirullah." Gadis itu mengikuti Michael dari belakang dan berjalan menuju pintu keluar.

Sebuah mobil telah berada di pinggir jalan dengan pintu telah terbuka untuk Michael dan Fahima yang masuk dengan cepat menghindari pria arogan itu.

"Kenapa kamu duduk di sini?" Fahima menatap tajam pada Michael.

"Kalo bukan di sini aku harus duduk dimana?" Michael membalasa tatapan Fahima.

"Aku akan pindah ke belakang?" Fahima ingin membuka pintu.

"Duduk dan diamlah!" Michael menarik tangan gadis itu dengan kasar.

"Aw." Fahima merasakan sakit di pergelangannya.

"Begitu saja sudah sakit." Michael melepas tangannya.

"Kamu sudah mencengkram tanganku dari tadi, pria yang kasar." Fahima menjauh dari Michael, ia duduk menempel pada kaca mobil.

"Apa kamu sedang menggerutu, Nona." Michael mendekatkan wajahnya membuat Fahima memejamkan mata dan menyembunyikan diri.

"Lucu sekali." Pria itu tersenyum dan kembali duduk dengan tenang.

"Ya Allah, lindungilah hamba." Fahima bertahan dengan posisi yang sampa hingga sampai di depan pintu utama keluarga Hardianto. Rumah mewah dengan ukiran naga.

"Kenapa kita di sini?" Fahima melihat rumah dengan ciri khas Chines.

"Ini adalah rumah keluargaku." Michael turun dari mobil dan membuka pintu untuk Fahima yang masih berdiam diri.

"Apa kamu tidak mau turus?" tanya Michael dan Fahima menggeleng.

"Seharusnya aku membawa guci itu kemari tetapi karena telah pecah jadi kamu yang harus datang ke rumah ini sebagai pengganti guci!" Michael menatap tajam pada Fahima.

"Aku sangat merindukan mama dan nenek, aku mau bertemu mereka." Fahima menunduk.

"Aku sangat lelah dan harus beristirahat, aku tidak suka di bantah!" Michael mendekatkan dirinya dan dengan cepat Fahima menjauh sehingga berada di pintu sebelah.

"Apa yang kamu lakukan?" Michael kesal melihat Fahima telah berada di pintu yang lain.

"Aku akan turun." Fahima segera membuka pintu dan turun dengna cepat. Michael memutari mobil dan berjalan mendekati gadis yang terus menghindari dirinya.

"Jangan pernah membatah diriku!" Michael menatap tajam pada Fahima dan ingin menarik tangan gadis yang segera menghindar dan mundur cukup jauh.

"Kau!" Michael sangat kesal, ia tidak pernah ditolak.

"Jangan menyentuhku!" Mata Fahima menyala, ia menatap Michael tidak suka yang terus -terus memaksa dan memegang tangannya.

"Kamu sudah berada di rumahku dan tidak akan bisa pergi kamana pun!" Michael masuk ke dalam rumah meninggalkan Fahima yang masih diam mematung di depan rumah.

Mobil yang mereka tumpangi telah memasuki garasi. Mata indah dan bulat itu telah berkaca-kaca, ia tidak bisa menghubungi dua wanita yang sangat dirindukan.

"Aku akan menghubungi Leo." Fahima lari menuju garasi untuk mengambil tas ransel.

"Hah, jauh sekali. Kakiku sangat lelah." Jari Fahima mengusap air yang telah menetes dari indra penglihatannya. Ia tidak bisa menahan sesak yang ada di dada, pria yang tidak dikenal telah membawa dirinya ke Jakarta. Selama dua bulan belum bertemu dengan mama dan nenek.

"Apa ada apa Nona?" tanya supir mobil.

"Pak, dimana tas dan koperku? Aku mau mengambil ponsel dan dompet." Fahima terduduk di rumput.

"Sudah dibawa masuk ke dalam rumah dan di antar ke kamar Tuan Muda," ucap sopir.

"Apa?" Tubuh Fahima semakin lemah.

"Nona, sebaiknya Anda masuk ke dalam." Sopir itu melihat wajah kusut, kesal dan sedih wanita di depannya.

"Bagaimana ini?" tanya Fahima pada dirinya sendiri.

"Saya permisi, Nona." Pak sopir meninggalkan Fahima yang duduk di atas rumput dan memeluk lututnya, ia menekukkan wajah.

"Apa yang kamu lakukan di ini dan menghalangi mobil yang akan keluar?" tanya Jordan membuat Fahima mengangkat wajahnya memperlihatkan mata yang basah.

"Sopir Grap," ucap Fahima pelan.

"Imah." Jordan terkejut melihat wanita yang baru saja dia antar ke Bandara berada di rumahnya.

"Apa yang kamu lakukan? Dan bagaimana kamu bisa berada di sini?" Jordan berjongkok di depan Fahima.

"Aku tersesat." Fahima kembali menyembunyikan wajah lemahnya di balik gamis dan hijab.

"Bukankah kamu sudah menaiki pesawat ke Bangka?" tanya Jordan pelan.

"Aku sudah sampai rumah dan seorang pria yang tidak aku kenal menculik aku dan semua keluargaku." Fahima menangis, ia benar-benar merasa lemah berada di tempat asing.

"Pria asing?" Jordan berusaha menebak jika itu adalah Michael.

"Apakah nama pria itu Michael?" tanya Jordan.

"Aku tidak tahu namanya." Fahima menjawab Jordan tanpa mempelihatkan wajahnya.

"Apa?" Jordan bingung karena pria itu juga baru saja kembali dari Serang karena urusan bisnis. Ia tidak tahu apa yang telah di lakukan saudaranya sejak kembali dari Bangka.

"Apa kamu memecahkan guci?" tanya Jordan pelan.

"Aku tidak memecahnya tetapi pria itu sendiri dan meminta diriku mengganti rugi." Fahima mengangkat wajahnya.

"Bagaimana kamu tahu? Apa yang dilakukan pak sopir di sini?" Fahima menatap wajah Jordan.

"Aku bukan sopir grab hanya iseng saja mencari teman berbicara untuk kembali ke Jakarta dan kebetulan bertemu kamua." Jordan tersenyum tampan menatap wajah cantik di depannya.

"Apa ini rumah kamu?" tanya Fahima bersemangat.

"Ya dan aku rasa pria yang menculik kamu adalah kakakku." Jordan terus menatap Fahima.

"Apa kamu tahu dimana nenek dan mamaku?" tanya Fahima.

"Ketika kakakku kembali dari Bangka aku pergi ke Serang, jadi aku tidak tahu apa yang telah ia lakukan?" Jordan terpesona untuk kedua kalinya pada gadis itu.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Michael menatap tajam pada Fahima yang ketakutan melihat kedatangan pria itu.

"El, kenapa kamu sangat kasar?" Jordan berdiri.

"Kamu sudah kembali, Jo?" Michael tersenyum.

"Ya, dimana mama?" tanya Jordan.

"Di villa kota," jawab Michael melihat pada Fahima yang duduk di atas rumput.

"Apa kamu suka duduk di situ?" tanya Michael pada Fahima yang tidak menjawab.

"Berdirilah!" perintah Michael dan Fahima tetap tidak bergeming.

"Sepertinya kamu tidak mau bertemu dengan nenek dan mamamu." Michael tersenyum.

"El, dimana keluarga Fahima?" tanya Jordan.

"Apa kalian saling kenal?" Michael balik bertanya.

"Kami baru bertemu hari ini," jawab Jordan.

"Tetapi kamu terlihat akrab dengan calon istriku." Michael menatap Fahima yang telah berdiri.

"Apa?" Jordan terkejut.

"Wanita ini telah memecahkan guci pernikahan, jadi ia harus menikah dengan diriku." Michael menarik tangan Fahima dan menyeretnya masuk kedalam rumah.

"Lepaskan!" Fahima berontak.

"Jika kamu terus melawan, aku akan mengurungmu di kamar dan tidak akan bertemu dengan keluarga kamu lagi!" Michael menatap tajam pada Fahima.

"Lepaskan tanganku! Aku akan menurut," ucap Fahima.

"Baiklah, ikut aku!" Michael berjalan di depan Fahima menaiki tangga menuju sebuah kamar kosong yang berada paling ujung.

"Bersihkan dirimu, ganti pakaian dan turun untuk makan siang! Kamu akan bertemu mereka ketika makan malam." Michael menutup pintu kamar Fahima.

Fahima memperhatikan kamar mewah dan sangat luas, ia melihat koper dan ransel yang tergeletak di lantai, dengan cepat mencari ponsel dan dompet tetapi tidak ia temukan.

"Apa pria itu mengambil ponsel dan dompetku?" Fahima terduduk lemas di atas lantai keramik yang bersih berkilau.

"Aku harus segera mandi dan beganti pakaian, tubuhku sudah sangat gerah." Fahima membuka koper untuk mengambil pakaian ganti.

"Ah, ada sesuatu yang turun." Fahima bisa menebak sepertinya tamu bulanan datang lebih awal. Selesai mandi dan berganti pakaian Fahima berbaring di atas kasur empuk yang sangat besar.

"Tempat tidur yang sangat nyaman." Fahima memejamkan matanya, ia benar-benar sangat lelah sehingga kantuk terus mengganggu dirinya, ruangan yang sejuk menambah nyaman.

Michael dan Jordan sudah berada di kursi masing-masing depan meja makan, menunggu seorang gadis muslimah yang diculik dari Bangka. Keduanya terdiam tidak ada yang berbicara.

"Dimana gadis itu?" tanya Michael pada pelayan.

"Aku akan memanggilnya." Jordan berdiri.

"Aku bisa melakukannya." Michael berdiri dan berjalan menaiki tangga kamar. Ia mengetuk pintu dan membukanya.

Seorang gadis cantik dengan gamis biru langit lengkap dengan hijab instan berwarna merah muda sedang terlelap dalam tidur. Wajah cantik tanpa ada polesan make upa begitu alami, bibir mungil, hidung mancung dan bulu mata lentik menyatu dengan lembut.

"Manis dan cantik." Michael duduk di tepi tempat tidur meneliti wajah Fahima.

"Sepertinya kamu menyukai kamar ini." Michael memainkan ujung hijab gadis itu.

"Apa kamu tidak lapar?" bisik Michael di telinga yang tertutup kain hijab. Dengan cepat mata bulat terbuka dan duduk.

"Kamu tidak boleh sembarangan masuk kamar seorang perempuan yang bukan mahram!" Mata Fahima melotot dan itu membuat dirinya semakin menggemaskan.

"Aku mau kamu segera turun untuk makan siang!" Michael berdiri.

"Jika masih tidak bergerak, aku akan mengendong...." Kalimat Michael terputus karena Fahima sudah turun dari tempat tidur dan berlari keluar kamar menuruni tangga duduk manis di kursi makan.

"Lucu dan menggemaskan." Michael tersenyum.

"Apa makanan ini halal?" tanya Fahima pada Jordan.

"Ya, makanlah!" Jordan mengambil nasi untuk Fahima.

"Aku bisa melakukannya sendiri." Fahima melihat Jordan, Michael menatap tajam dan tidak suka pada pelakuan adiknya yang perhatian berlebihan.

"Tak apa, kamu adalah tamu." Jordan tersenyum.

"Ambilkan nasi untukku!" Michael menyerahkan piring kosong pada Fahima dan wanita itu mengambilnya. Mereka makan siang bersama hingga selesai. Jordan langsung kembali ke perusahaan atas perintah saudaranya.

"Bisakah aku bertemu dengan mama dan nenek sekarang?" tanya Fahima pada Michael yang sedang duduk santai di ruang tengah.

"Kita akan bertemu ketika makan malam, kamu tenang saja nenek sudah sangat sehat." Michael berbicara tanpa melihat Fahima.

"Apa aku bisa menghubungi mereka?" tanya Fahima lagi.

"Kenapa kamu tidak bertanya namaku?" Michael menatap Fahima yan berdiri di depannya.

"Siapa nama kamu?" tanya Fahima menahan kesal.

"Michael Hardianto." Michael tersenyum.

"Bisakah kamu kembalikan ponsel dan dompetku?" Fahima masih tetap berdiri.

"Bisakah kamu duduk!?" Michael menatap tajam pada Fahima yang langsung menghempaskan tubuhnya di sofa empuk depan pria itu.

"Bagus, untuk apa dompet kosong dan ponsel jelek itu?" Michael tersenyum.

"Kamu sangat lancing!" Fahima kesal.

"Menjadi istriku harus menggunakan barang-barang mahal dan bagus." Michael meletekkan ponselnya di depan Fahima.

"Siapa yang mau menjadi istri kamu?" Fahima membuang wajahnya.

"Tidak ada penolakan! Kita pergi belanja sekarang untuk persiapan makan malam." Michael berdiri.

"Apa?" Fahima mendongak.

"Ikut aku sekarang!" Michael menatap tajam pada Fahima.

Dengan langkah gontai dan terpaksa gadis itu mengikuti Michael menaik mobil sport hitam, ia duduk diam dan menoleh ke luar jendela. Pergi ke butik muslimah dan toko ponsel. Fahima tidak membantah, ia menerima semua yang dibeli pria itu.

Persiapan makan malam, Fahima menggunakan gamis pesta berwarna merah muda dan Michael dengan jas hitam menunggu depan mobil. Tanpa sepatah kata gadis itu duduk di samping pria pemaksa. Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah restaurant mewah.

"Apa mama dan nenek di sini?" tanya Fahima melihat sekeliling.

"Tidak," jawab Michael santai.

"Apa? Kamu membohongi diriku." Fahima menatap tajam pada Michael.

"Kita akan makan malam bersama keluargaku." Michael berjalan masuk ke dalam restaurant diikuti Fahima.

"Malam, Ma, Pa." Michael mencium mamanya.

"Malam, Sayang. Apakah ini calon menantuku?" tanya Mama Michael tersenyum melihat Fahima.

"Halo tante, saya Fahima." Fahima menunduk.

"Silakan duduk, Sayang." Mama Li menarik kursi untuk Fahima.

"Terima kasih." Fahima duduk.

"Pa, calon menantu kita sangat cantik," ucap Mama Fahima.

"Ya." Papa Michael tersenyum. Fahima hanya bisa terdiam.

"Fahima, kamu harus menikah dengan diriku." Michael mengeluarkan kotak berwarna hitam berisi cincin berlian.

"Apa?" Fahima melihat kearah mama dan papa Michael.

"Sayang, jangan terburu-buru, ayo kita makan malam. Kalian akan tetap menikah," ucap Mama Michael.

"Aku sudah melamarnya berkali-kali dan dia terus menolak." Michael menatap tajam pada Fahima.

"Aku...." Fahima terdiam.

"Tak apa, pelan-pelan saja. Makanalah!" Mama Michael sangat lembut.

"Apa yang terjadi?" Fahima bingung.

Manusia hanya bisa berencana tetapi Tuhanlah yang menjadi penentu segalanya. Buruk di mata manusia tetapi belum tentu di mata sang pemilik alam semesta. Segala sesuatu yang Allah berikan adalah yang terbaik untuk hambaNya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro