Kehendak Tuhan (Completed)
Michael Hardianto membuka matanya, merasakan hembusan angin pagi menyusup melalui celah jendela kaca yang tidak tertutup, otak cerdasnya berusaha mengingat dan mencerna semua perkataan Fahima. Alasan-alasan yang gadis itu ucapkan untuk menolak dirinya. Tiga alasan yang tidak masuk akal, pengalaman buruk, jarak Jakarta-Bangka dan perbedaan Agama.
"Hari ini kita akan menikah." Mchael mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja dan menghubungi Fendy.
"Selamat pagi, Tuan Muda." Fendy menjawab panggilan.
"Bagaimana berkas pernikahan?" tanya Michael.
"Semua sudah selesai, Tuan. Hanya menunggu tanda tangan Nona Fahima," jelas Fendy.
"Buku dan sertifikat pernikahan bukti bahwa Anda dan Nona Fahima telah sah sebagai pasangan suami istri secara hukum," lanjut asisten Michael.
"Bagus." Senyuman lebar terlihat di bibir Michael.
"Maaf Tuan, Anda tetap harus menikah secara agama," ucap Fendy.
"Ya, aku sudah selesai tanda tangan surat pernyataan masuk agama Islam." Michael terlihat puas dengan pencapaiannya dalam mendapatkan wanita pengganti guci pecah.
"Tuan, Anda harus tetap belajar tentang agama Islam." Suara Fendy terdengar pelan, ia takut pria itu akan tersinggung.
"Aku tahu, Mama Fahima telah mengatakan semuanya padaku." Michael tersenyum.
"Ambil semua berkas yang ada di Fanny, bawa ke Villa Sweety, secepatnya!" Michael mematikan ponsel dan beranjak dari tempat tidur, dengan tubuh telanjangnya ia berjalan menuju kamar mandi.
"Semua berkas telah lengkap, kamu sudah menjadi milikku. Keluargamu membantuku untuk mendapatkan kamu Fahima." Michael tersenyum di bawah guyuran air shower.
"Wanita yang aku inginkan tidak akan pernah bisa lari dariku." Bayangan tubuh seksi terpantul dari cermin dengan seringaian kemenangan.
Fahima terlihat bersemangat, ia telah selesai mandi dan berganti pakaian, wajah cantik alami tanpa polesan make up itu nampak segar dan mempesona. Kaki yang lincah menuruni anak tangga berjalan menuju ruang makan. Wanita itu ingin segera bertemu dengan mama dan neneknya sesuai janji Michael.
"Imah." Jordan tersenyum melihat wajah ceria Fahima.
"Apa kamu tidak marah padaku ?" tanya Fahima mendongak karena pria itu sangat tinggi.
"Tidak, kamu pasti punya alasan tersendiri untuk semua itu." Jordan tersenyum tampan.
"Kamu terlihat bahagia." Jordan duduk di samping Fahima.
"Ya, Michael janji akan membawa aku bertemu dengan mama dan nenek." Fahima tersenyum manis membuat jantung Jordan berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Apa kamu selalu tersenyum seperti itu kepada semua orang?" Jordan memiringkan kepalannya memperhatikan wajah Fahima.
"Ya, senyum itu adalah ibadah. Senyum, salam dan sapa." Fahima tersenyum lebar.
"Jika kamu menjadi istriku, aku akan melarang kamu tersenyum," ucap Jordan.
"Dia adalah istriku!" Suara Michael terdengar menggelegar memekakkan telinga membuat semua orang terkejut.
"Astaqfirullah." Fahima memegang dada dan melihat kearah Michael yang menatap tajam pada Jordan.
"Aku rasa kamu tidak perlu berteriak seperti itu dan aku bukan istrimu." Fahima membuang wajahnya.
"Hanya menunggu hitungan jam." Michael melirik Fahima.
"Jo, kamu harus menjaga jarak dengan Fahima!" Michael berdiri diantara Adik dan Fahima.
"Aku mengerti," ucap Jordan pelan.
"Jika kamu sudah mengerti, pindahlah dari kursi ini!" perintah Michael dan Jordan beranjak dari kursi.
"Ada apa dengan pria ini?" Fahima melirik Michael yang memberikan tatapan tajam padanya.
"Hmm." Gadis cantik itu kembali menunduk, ia tidak mau membuat Michael marah.
"Makanlah! Selesai makan kita akan menemui nenek dan mama kamu," ucap Michael.
"Jo, untuk beberapa hari ini aku tidak akan pergi ke perusahaan, semuanya kuserahkan kepada dirimu." Michael melihat kearah Jordan.
"Ya," jawab Jordan singkat.
"Ah, pagi ini, kamu harus pergi ke Villa Sweety." Michael tersenyum.
"Baiklah." Jordan menikmati sarapan.
Fahima telah membaca doa dan memulai menikmati sarapannya, ia tidak peduli dengan dua besaudara yang masih terus berbicara. Michael melirik wanita yang duduk tepat di samping dirinya. Pria itu memperhatikan wajah segar dan natural begitu mempesona, tidak ada polesan lipstick di bibir yang berwarna merah muda dan basah.
"Aku selesai." Fahima beranjak dari kursi, ia bersiap membawa piring kotor ke dapur.
"Tinggalkan saja!" Michael menahan tangan Fahima hingga membuat piring porselen mahal itu jatuh ke lantai dan pecah.
"Ya Allah." Dengan cepat Fahima membersihkan serpihan piring.
"Hentikan!" bentakan Michael mengejutkan Fahima sehingga tangannya tergores dan berdarah.
"El, kamu terus membentak Fahima!" Jordan beranjak dari kursi dan berjalan mendekati Fahima.
"Diam di situ!" Michael menatap tajam pada Jordan.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Michael dan memeganga tangan Fahima.
"Aku yang harus bertanya. Kenapa kamu terus melarang dan membentakku?" Fahima yang berjongkok di lantai mendongak.
"Kamu adalah Nyonya di rumah ini. Tidak perlu melakukan semua itu!" Michael menarik tangan Fahima yang terluka."
"El!" Jordan memegang tangan yang lain Fahima.
"Lepaskan tangan kamu!" Michael mendorong tubuh Jordan dengan kasar.
"Apa yang kalian berdua lakukan?" Fahima melihat darah dari jarinya telah menetes pada lantai keramik yang berwarna putih bersih itu.
"Obati luka kamu!" Michael menarik tangan Fahima dengan paksa menaiki tangga menuju kamarnya.
"Kenapa harus ke kamar kamu?" Fahima berusaha berontak.
"Diam dan duduk!" Michael menekan tubuh Fahima hingga terduduk di tepi tempat tidur. Pria itu mengambil kotak obat yang ada di lemari kaca, ia membersihkan darah dengan obat merah dan membungkus luka dengan asal.
"Berikan plester saja!" Fahima melihat jari telunjuknya yang terbungku kain kasa bagaikan mumi.
"Plester?" Michael menumpahkan semua isi kotak obat hingga berserakan di atas tempat tidur.
"Astagfurullah, ya Allah." Fahima memijit kepalanya, ia heran dengan perilaku Michael.
"Apa yang kamu lakukan?" Fahima membuka kain kasa yang membungkus jarinya, mengambil plester yang terlihat di atas kasur dan nempelkan pada luka. Dengan cepat ia membereskan kotak obat tetapi lagi Michael menahan tangan Fahima.
"Apa lagi?" Fahima kesal.
"Jangan lakukan itu! Biarkan pelayan yang membereskan. Kita pergi menemui dokter untuk memeriksa luka kamu." Michael menarik tangan Fahima.
"Berhenti!" Fahima menahan tangannya.
"Apa?" Michael menatap wajah cantik di depannya.
"Dengar, jariku hanya tergores dan tidak perlu ke dokter. Bawa aku menemui nenek dan mamaku!" Fahima menatap tajam pada Michael, ia bahkan lupa untuk menjaga pandangan karena terlalu emosi dengan sikap pria di depannya.
"Apa kamu memerintahku?" Michael menunduk untuk menyetarakan wajahnya dengan Fahima.
"Apa?" Fahima mundur.
"Apa kamu tidak sabar lagi mau menikah dengan diriku?" Michael melangkah maju dan Fahima terus mundur hingga kembali terduduk di tempat tidur.
"Terserah! Yang pasti aku mau bertemu mama dan nenek." Fahima menunduk.
"Bagus, ikut aku sekarang!" Michael keluar dari kamar dan Fahima mengikuti dri belakang.
Mobil sport hitam melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah butik ternama yang ada di kota tidak jauh dari perusahaan Michael. Pria itu segera turun dari mobil dan membuka pintu untuk Fahima yang masih terdiam di kursi penumpang.
"Kenapa gerakan kamu sangat lambat?" Michael menatap Fahima.
"Kenapa kita ke butik?" tanya Fahima heran.
"Untuk merias calon pengantin." Michael tersenyum.
"Apa? Tidak, aku tidak akan menikah dengan kamu." Fahima tidak mau turun dari mobil.
"Kenapa?" Michael memasukkan kepalanya ke dalam mobil.
"Aku telah menjelaskannya." Wanita itu bergeser menjauhi Michael.
"Dengar! Aku sudah masuk Islam, Jakarta-Bangka bukan masalah dan tentang masa lalu, kamu harus melupakannya, aku akan membuat kamu bahagia. Hidup dalam kemewahan bagaikan seorang ratu" Michael menarik tangan Fahima keluar dari mobil.
"Michael, aku mau bertemu mama dan nenek" teriak Fahima.
"Jika kamu mau segera bertemu mereka, bergegas dan cepatlah!" Michael mendorong pintu kaca butik.
"Atau kamu tidak mau bertemu untuk selamanya?" Michael menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Mari, Nona." Dua orang pelayan membawa Fahima ke kamar ganti dan mendandani wanita itu dengan polesan ringan tetapi memberi perubahan luar biasa karena ia tidak pernah berdandan. Selama Fahima di dandan, Michael berganti pakaian dengan stelan putih serasi dengan gaun pengantin yang di gunakan istrinya. Keduanya keluar bersama dari kamar ganti.
"Cantik." Michael tersenyum tetapi tidak dengan Fahima yang terpaksa menikah dengan pria itu demi bertemu dengan mama dan neneknya.
Sebuah pesta mewah telah dipersiapkan oleh orang tua Michael, dua tradis yang dijadikan satu yaitu Melayu dan Chines. Sebuah tempat ijab qabul telah dipersiapkan dengan seorang penghulu dan para pemuka agama Islam menunggu mempelai wanita dan pria.
Mobil Michael berhenti tepat di depan gerbang Villa yang telah dihiasi bunga mawar dan melati berwarna putih memberikan aroma manis, sangat indah dan mewah. Fahima terlihat gugup dan terdiam di kursi, ia kebingungan dengan keputusan terpaksa tanpa bisa berpikir.
"Apa kamu tidak ingin bertemu dengan mama dan nenek di hari pernikahan kita? Mereka sudah lama menunggu." Michael tersenyum.
"Michael, apa kita harus menikah?" Fahima menoleh kearah Michael.
"Apa kamu tidak mempercayaiku?" Michael menatap Fahima.
"Aku sudah menunggu kamu dua bulan dan selama itu pula aku telah mempersiapkan semuanya hingga tidak ada yang terlewatkan," jelas Michael pelan.
"Tapi kita hanya bertemu satu kali, kenapa kamu mau menikahi aku?" tanya Fahima yang merasa semuanya tidak mungkin dan terlalu mendadak.
"Aku menyukai kamu sejak pertama kali bertemu di pantai Tongsai dan karena guci pernikahan mamaku pecah, jadi aku berusaha untuk menikahi kamu, aku tidak percaya itu semua tetapi aku benar-benar mengalami kesialan." Michael menatap Fahima.
"Aku tidak akan membatasi dirimu untuk tetap bekerja dan tinggal di Bangka, aku yang akan melakukan perjalan Jakarta-Bangka untuk menemui dirimu sebagai suami yang tertanggung jawab kepada istrinya. Aku benar-benar sudah masuk islam seutuhnya untuk kamu, apa kamu mau melihatnya?" Michael tersenyum.
"Melihat apa?" tanya Fahima.
"Apa yang mau kamu lihat?" Michael melirik ke bagian bawah celananya.
"Memalukan." Fahima segera membuka pintu dan keluar dari mobil, ia terkejut melihat mama dna nenek telah menunggu dirinya.
"Mama." Fahima memeluk mama dengan erat dan menangis hingga sesegukan.
"Ma, Imah merindukan Mama." Fahima terisak.
"Jangan menangis, hari ini adalah hari yang bahagia." Mama mengambil tisu dan mengusap wajah Fahima dengan pelan agar tidak merusak riasan putrinya.
"Nenek sudah sehat." Fahima memeluk nenek yang duduk di kursi roda agar tidak teralu lelah berdiri.
"Ya, cucuk nenek luar biasa." Tangan keriput itu mengusap kepala Fahima.
"Ayo kita melakukan pernikahan." Michael menarik tangan Fahima dan berjalan menuju tempat yang telah disiapkan.
"El, kenapa kamu sangat terburu-buru?" Fahima menoleh mama yang mendorong kursi roda nenek mengikuti mereka.
"Apakah dua bulan itu waktu yang cepat?" bisik Michael.
"Apa?" Fahima terus menoleh ke belakang melihat mama dan nenek. Ada banyak pertanyaan dibenaknya. Ia benar-benar pasrah, mungkin semua telah Allah rencanakan untuk kebagaiaan mereka semua.
Fahima hanya terdiam mengikuti upacara pernikahan dengan khidmat, ia melihat senyuman kebahagian di wajah mama dan nenek. Kedua orang itu berhak hidup bahagia dalam gelimangan harta dan kemewahan yang telah Michael berikan selama dua bulan ia di Serang. Air mata mengalir di wajah cantik dengan senyuman keikhlasan dalam menjalani takdir yang telah di tentukan.
Tanap sadar semua telah selesai, Michael menatap wajah cantik yang telah basah di sampingnya, pria itu memberikan buku nikah dan sebuah pena untuk ditanda tanganni. Dengan gemetar jari-jari Fahima menari di atas buku sakral yang telah mengikat dirinya dalam pernikahan yang harus ia jalani seumur hidup.
"Bismilah, ya Allah, aku akan bahagia menjadi istri yang taat pada suami, membawanya menuju Jannah yang indah." Fahima tersenyum menatap wajah tampan di depannya. Kecupan hangat mendarat di dahi Fahima.
"Aku selalu mendapatkan semua yang aku inginkan." Michael berbisik dan mengigit telinga Fahima membuat wanita itu menutup mulut agar tidak berteriak.
Bertemu Michael adalah kehendak Tuhan, agar wanita yang selalu ikhlas berjuang untuk keluarganya bisa merasakan kebahagian dan kemewahan. Sejak lahir ia hidup dalam kemiskinan dan bekerja keras untuk mencapai kesuksesan agar bisa memperbaiki tatanan kehidupan.
Allah mencintai hambaNya yang sabar sehingga akan ada waktunya kesabaran itu mendapatkan kebahagian yang tidak terkira melebihi keinginan manusia. Fahima adalah hidayah bagi Michael yang tidak percaya akan Tuhan, dan pria itu dikirimkan agar wanita yang menyimpan kebencian pada keturunan Tionghoa dapat menghapusnya dengan mulai mencintai suaminya.
Manusia bukanlah makhluk sempurna, semuanya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing agar mereka saling melengkapi dan menjadikan kehidupan indah dalam cinta, kasih dan ridho Ilahi.
(Cerita lengkap dengan lebih banyak konflik bisa di baca di KARYAKARSA, judul "Terjebak Miliarder Posesif". Terima kasih 😘)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro