Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Guci Pernikahan

Michael menikmati makan siang bersama Fendy, sesekali ia mencuri pandang melihat pada guru cantik dan masih muda itu. Senyuman Fahima begitu manis dan tulus ketika bersama siswa-siswanya. Entah mengapa seakan ada magnet yang terus menarik Michael sehingga ia merasa tidak puas melihat wanita itu.

Pria itu berkeliling di pantai Tongsai dan memeriksa semuanya, sesuai permintaan Papanya, karena tempat itu milik pribadi keluarga Hardianto. Hingga sore hari Michael dan Fendy masih berada di lokasi pantai bernuansa Chines itu. Selesai berkeliling, bos besar berjalan ke tepi pantai dan melihat para siswa bersiap untuk pulang dengan bis.

"Baiklah semuanya, kalian telah menyelesaikan belajar di SD dan akan melanjutkan ke jenjang SMP." Fahima berdiri di depan siswa kelas 6.

"Ingat, selalu rajin belajar dan beribadah, bersikap baik dan sopan, menghargai dan menghormati seuma orang. Beradap dan berilmu." Guru cantik itu tersenyum.

"Berikan pelukan pada Bu guru!" Fahima membentangkan tangannya dan semua siswa mneyerbu dirinya. Mereka tertawa bersama dan beberapa anak perempuan menangis karena sangat menyukai Fahima. Sebelum anak-anak masuk ke bis dengan teratur, wanita itu memberikan pelukan dan tinjuan lembut dengan siswa-siswinya.

"Dia seperti Mama." Michael tersenyum dan terus memperhatikan Fahima hingga bus itu meninggalkan lokasi pantai.

"Tuan Muda, mobil sudah menunggu." Fendy melirik Michael.

"Ah, aku harus mengambil guci pernikahan di rumah Oma." Michael berjalan menuju mobil yang terparkir di pintu masuk.

"Maaf Tuan, apa Anda akan menginap di sini?" Tanya seornag pria keturunan Tionghoa yang menjadi penanggung jawab pantai Tongsai.

"Tidak, aku akan menginap di hotel Paraday." Michael masuk ke dalam mobil diikuti Fendy. Mobil mewah melaju dengan kecepatan sedang menuju perkampungan Chines bernama desa Kunday.

Sebuah rumah besar dengan halaman rumput hijau terawat, berpagarkan teralis besi, tujuh patung kuda dengan warna putih dan hitam menyambut kedatangan Michael. Pria itu turun dari mobil dan melihat lapangan basket, aula dengan dinding kaca sebagai tempat pertemuan. Begitu hening. Michael tersenyum, ia merasa nyaman dengan suasana tenang itu.

Bus sekolah yang tadi Michael lihat di pantai berhenti di depan rumah keluarganya. Fahima turun menemani seorang bocah laki-laki sangat tampan dengan kulit putih bersih.

"Sudah sampai." Fahima tersenyum.

"Terima kasih, bu guru." Anak laki-laki itu memeluk Fahima yang berjongkok.

"Belajar yang rajin, selalu pertahankan prestasi kamu." Wanita itu mengusap kepala siswanya.

"Bu, mendekatlah." Anak itu melambaikan tangannya.

"Ada apa?" Fahima mendekatkan wajahnya dan sebuah ciuman mendarat di pipi.

"Terima kasih." Anak laki-laki itu berlari masuk ke dalam pagar yang telah terbuka.

"Hah, anak yang sangat berani." Fahima mengusap pipinya dan kembali ke mobil.

"Waaaah, Kakak El." Anak itu memeluk Michael.

"Apa kamu mengenalku?" tanya Michael heran karena dirinya jarang pulang ke Bangka.

"Tentu saja, Mamaku selalu memperlihatkan foto-foto kakak El dan kakak Jo," ucap bocah itu.

"Pasti sikap kamu menurun dari Jordan." Michael melihat Bus yang telah pergi.

"Benarkah?" Joe tersenyum.

"Aku melihat kamu berani mencium seorang wanita." Michael tersenyum.

"Kakak harus tahu, Guruku adalah yang tercantik dan baik di sekolah." Joe berjalan masuk ke dalam rumah.

"Ya, dia cantik." Michael mengikuti Joe.

"Mama, ada Kakak El." Joe berjalan masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.

"Halo El, apa kabar?" Mama Joe memeluk Michael.

"Baik Bibi, ini adalah asisitenku Fendy." Michael melepaskan pelukannya.

"Dimana Oma dan Opa?" tanya Michael.

"Di kamar Papa dan Mama kamu," jawab Mama Joe.

"Aku akan menemui mereka." Michael berjalan menuju kamar orang tuanya ketika masih tinggal di rumah itu.

"Kenapa kamu terburu-buru?" tanya Bibinya.

"Aku hanya datang untuk mengambil guci pernikahan saja." Michael menghentikan langkah kakinya.

"Apa kamu tidak menginap?" tanya wanita itu.

"Tidak." Langkah kaki jenjang itu semakin cepat. Fendy hanya terdiam, ia dapat melihat Tuannya tidak suka pada wanita itu.

"Duduklah Fendy," ucap Mama Joe.

"Terima kasih, Nyonya.

Michael tidak menyukai keluarga itu karena mereka tidak begitu menyetujui pernikahan Mama dan Papanya. Nyonya Li hanya wanita miskin yang tidak punya apa-apa, tetapi berhasil membuat Hardianto jatuh cinta hingga menikah. Selain cantik Nyonya Li juga sangat lembut dan baik.

"Halo, Oma, Opa." Michael berdiri di depan pintu yang terbuka.

"El, masuklah!" Wanita dengan rambut yang telah putih itu tersenyum dan berjalan mendekati Michael.

"Apa itu guci pernikahan?" tanya Michael.

"Ya, guci ini diberikan turun temurun pada calon istri keluarga Hardianto." Wanita tua itu bersemangat.

"Tetapi kenapa tidak diberikan pada Mamaku?" Michael mendekati guci berwarna merah dengan ukiran burung phonix dan bunga lotus. Tidak ada yang menjawab pertanyaan pria itu.

"El, apa kamu akan makan malam bersama?" tanya Opa.

"Tidak, aku hanya datang untuk mengambil guci yang seharusnya menjadi milik mamaku." Michael menyentuh guci dengan hati-hati.

"El...." Kalimat Oma terhenti.

"Terima kasih, aku akan membawa guci ini ke Jakarta, permisi." Michael memeluk guci dan keluar dari kamar.

"Kenapa anak itu sangat pendendam?" Oma terlihat sedih.

"Ini adalah hukum karma karena kita telah memperlakukan Li dengan tidak adil." Opa melihat kepergian Michael.

"Tuan." Fendy segera berdiri ketika melihat kedatangan Michael.

"Kita kembali ke hotel sekarang, aku mau tidur dengan tenang." Michael berjalan keluar dari rumah menuju mobilnya.

"El, tidak bisakah kamu melupakan masa lalu?" Mama Joe mengikuti Michael.

"Mama adalah wanita yang baik sehingga ia mau memaafkan keluarga Papa." Michael masuk ke dalam mobil, ia memeluk guci pernikahan.

"Permisi, Nyonya." Fendy membungkuk dan masuk ke dalam mobil. Tidak ada yang tahu cerita tentang keluarga Hardianto yang ada di Bangka.

"Bahkan, kalian tidak mengizinkan Mamaku memiliki guci ini." Michael memperhatikan setiap detail dari guci antic itu.

"Ini asli dan bernilai tinggi. Apa mereka takut Mama akan menjual guci ini?" Michael terlihat kesal.

Mobil memasuki kawasan hotel Paraday. Terletak di tengah-tengah lanskap tropis, Paraday Beach Resort & Spa - Sungailiat menghadap Pantai Tenggiri. Resor ini menawarkan sebuah kolam renang outdoor, spa, dan kegiatan olahraga air.

"Selamat datang, Tuan Michael." Manager Hotel menyambut langsung kedatangan tamu terhomat itu.

"Terima kasih." Michael berjabat tangan dengan Leo−Manager hotel.

"Aku sangat lelah dan ingin beristirahat." Michael meminta guci yang di pegang Fendy. Guci itu hanya tinggi tiga puluh sentimeter.

"Aku akan mengantarkan, Anda. Mari ikut saya." Leo berjalan bersama Michael dan Fendy. Kamar paling bagus dan mewah di hotel itu.

"Tuan, apa anda mau makan malam?" tanya Leo.

"Antarkan ke kamarku!" Michael masuk ke kamarnya.

"Baik." Leo pergi meinggalkan Michael dan Fendy.

"Fendy, kamu bebas melakukan apa saja, tetapi jangan mengganguku," ucap Michael.

"Baik, Tuan." Fendy berjalan menuju kamarnya.

Michael membuka bungkusan guci dan meletakkan di atas meja di samping tempat tidur, ia membuka baju, merebahkan tubuh pada kasur embuk.

***

Fahima bangun sebelum subuh dan melakukan rutinitas pagi dengan cekatan, ia memasak nasi dan membuatkan lauk-pauk dan sayur mayur untuk sarapan mereka bertiga. Membersihkan rumah dan menyiram tanaman yang ada di halaman depan dan belakang. Wanita itu mandi dan berganti pakaian. Ia sarapan lebih dulu karena harus bekerja.

Hari ini ia mulai bekerja part time di hotel Paraday selama liburan sekolah, dengan mengendarai motor metic, Fahima pergi ke tempat kerjanya tepat pukul enam pagi.

"Fahima, kamu sudah datang." Leo yang sengaja nunggu wanita cantik itu.

'Selamat pagi, Tuan Leo." Fahima tersenyum.

"Apa yang Tuan lakukan sepagi ini?" tanya Fahima.

"Menunggu bidarari cantik turun dari metic." Leo tersenyum.

"Wah, gombalnya makin hebat." Fahima membuka helm.

"Apa kamu sudah sarapan?" tanya Leo.

"Sudah." Fahima tersenyum cantik.

"Apa yang akan aku lakukan hari ini?" tanya Fahima.

"Kemarilah." Leo menarik tali gamis Fahima.

"Eh." Fahima mengikuti langkah kaki Leo.

"Kamu harus mengantarkan perlengkapan mandi ke kamar VIP, pria ini selalu menggantikan semua yang ia gunakan termasuk sepray, selimut dan handuk." Leo tersenyum.

"Kenapa aku?" tanya Fahima.

"Tuan Muda ini terbiasa di bantu Mamanya, jadi ia tidak mau dilayani pria." Leo tersenyum.

"Baiklah." Fahima membawa semua perlengkapan dan berjalan menuju kamar VIP. Ia mengetuk pintu dan memberi salam.

"Selamat pagi, pelayanan kamar," ucap Fahima pelan.

"Masuklah!" perintah Michael yang berpikir itu adalah ibunya.

"Permisi." Fahima membuka pintu lebar dan meletakkan perlengkapan yang ia bawa di atas meja dekat sofa. Ia berjalan ke kamar mandi dan kembali ke tempat tidur Michael.

"Arrrrg." Fahima berteriak karena melihat tubuh telanjang dan seksi seorang pria berdiri di depannya.

"Hey, diam!" Michael menutup mulut Fahima, tanpa sengaja pria itu menyentuh guci yang tergeletak di atas meja hingga jatuh ke lantai dan pecah.

"Oh sial!" Michael terkejut. Fahima segera mendorong tubuh telanjang itu hingga jatuh ke tempat tidur dan membungkus sengan seprai.

"Apa yang kamu lakukan?" Michael menatap Fahima.

"Diam dan jangan bergerak!" perintah Fahima.

"Ya Allah, dosa apa ini?" Dengan cepat Fahima membersihkan pecahan guci dan Michael hanya memperhatikan wanita yang telah mengurungi dirinya di dalam selimut.

"Apa kamu sudah selesai?" tanya Michael, ia tersenyum melihat bu guru cantik di depannya.

"Ya, aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi." Wanita itu memijit kepalanya.

"Aku benar-benar sial melihat pria telanjang." Fahima keluar dari kamar. Ia kesulitan menghapus bayangan tubuh seksi yang tidak tertutup benang sehelai pun.

"Ya Allah, ampuni dosaku." Fahima berjalan gontai.

Michael terdiam di dalam selimut, ia berusaha mengingat yang baru saja terjadi. Guci pernikahan telah pecah dan hanya ada satu wanita yang berada di dekatnya.

"Siapa nama wanita itu? Leo pasti tahu." Michael tersenyum.

"Ah, aku merasa bersalah pada Mama, jika aku tidak bisa membawa pulang guci berarti harus menggantikan dengan calon istri." Pria itu berusaha membuka selimut yang membungkus tubunya.

"Dia adalah guru tetapi bagaimana bisa bekerja di hotel?" Dengan tubuh telanjang, Michael berjalan menuju kamar mandi.

"Tuan, ada mau sarapan dimana?" tanya Fendy.

"Restauran dan panggilkan Leo." Michael berjalan menuju retauran di tepi pantai. Pria itu bersiap untuk makan.

"Selamat pagi, Tuan Michael.

"Duduklah!" perintah Michael pada Leo dan Fendy.

"Leo, siapa wanita yang masuk ke kamar ku pagi ini?" tanya Michael.

"Apa dia melakukan kesalahan?" Leo balik bertanya.

"Aku tidak suka pertanyaan dijawab dengan pertanyaan." Michael menatap tajam pada Leo.

"Maafkan saya." Leo meunduk.

"Siapa wanita itu?" Michael mengulangi pertanyaanya.

"Fahima, ia hanya bekerja part time dan bukan karyawan tetap hotel. Maafkan saya untuk kesalahan Fahima." Leo berdiri dan menunduk.

"Aku mau kamu mempertemukan diriku dan Fahima," ucap Michael.

'Apa?" Leo terkejut dan khawatir. Ia tidak tahu kesalahan apa yang telah dilakukan Fahima sehingga pria dingin itu mau bertemu dengan wanita yang ia sukai.

"Kenapa kamu harus terkejut?" Michael masih duduk tenang dan belum memulai sarapan begitu juga dengan Fendy yang hanya jadi pendengar.

"Silakan Anda sarapan, saya akan memanggil Fahima, permisi." Leo mencari Fahima di dapur hotel.

"Fahima, nama yang kampungan." Michael menikmati sarapannya.

"Kamu harus bertanggungjawab atas pecahnya guci dan melihat tubuhku, ah." Michael melihat tangannya terkena pisau daging.

"Ada apa, Tuan?" Fendy khawatir.

"Apa mitos itu benar? Atau aku hanya melamun saja?" Michael mengambil tisu dan menekan goresan kecil di jarinya.

"Tak apa, hanya tergores." Michael melanjutkan makannya.

"Aku harus mendapatkan wanita itu," gumam Michael.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro