Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1. Keputusan Ayah

Hai Genks😘

Sila menikmati ke-uwuan Ai di cerita ini 😍😍😍

Happy reading🤗

🌷🌷🌷
Ledakan bahagia melingkupi hati Aisyah begitu menerima kabar bahagia dari dosen pembimbingnya. Pak Joko—dosen pembimbingnya—memberi kabar bahwa aplikasi beasiswa Aisyah untuk melanjutkan S-2 di Universitas Tohoku diterima. Dosennya itu mendapat bocoran dari sumber yang bisa dipercaya. Memang belum ada email balasan resmi dari pihak Universitas Tohoku. Hanya saja Pak Joko tidak sabar membagi kabar bahagia itu kepada mantan mahasiswinya. Sementara itu, bila tak ingat sopan-santun ingin rasanya Ai memeluk Pak Joko dan berteriak sambil joget pargoy.

Senyum terkembang sempurna di wajah Aisyah. Sepanjang perjalanan dari kampus menuju rumah bibirnya tak henti cengar-cengir. Bahkan di perempatan lampu merah ia sempat dihadiahi pelototan gara-gara joget-joget sendiri. Bayangan pria kembaran Okada Mazaki menari-nari di kepala.

Aisyah beberapa bulan yang lalu lulus dengan predikat cumlaude dari jurusan Arsitektur sebuah universitas negeri di Jogja. Ia mengajukan beasiswa agar bisa melanjutkan program pascasarjana di universitas Tohoku, Sendai-Jepang.

Bagi gadis itu kuliah di Jepang adalah sebuah obsesi yang harus terwujud. Racun itu ditebar seorang pria yang pernah menjadi dosen tamu di kampusnya. Pria yang selalu membuat jantungnya goyang sumba tiap kali pandangan mereka bertemu ketika sosok tampan itu berdiri di depan kelas menerangkan teori arsitektur eksperimental.

Langit sudah berubah warna ketika motor matik Aisyah memasuki halaman rumah berasitektur Jawa yang tampak asri. Ia memarkirkan motornya dengan serampangan. Gadis itu berjalan dengan tergesa memasuki rumah berpintu gebyok yang terbuka, ia seakan-akan tidak sabar berbagi kabar bahagia.

"Buuun! Bundaaa!"

Suara Aisyah membahana. Bik Sum yang sedang menyapu teras hanya geleng-geleng menyaksikan tingkah gadis bermata sipit itu.

Pandangan Aisyah mengedar ke seluruh ruang. Matanya tertumbuk sepasang pria dan wanita yang sedang asyik menikmati minuman di ruang tengah. Aisyah mengempaskan pantat di samping sang Bunda dan langsung memeluknya dengan erat.

"Ai! Apaan sih, datang-datang teriak trus langsung main peluk aja. Bikin Bunda nggak bisa napas." Jihan berusaha melepaskan dirinya. Ia menatap putrinya dengan pandangan menyelidik.

Aisyah pun melonggarkan pelukannya. Dengan senyum terkembang ia menggenggam tangan Bunda Jihan dan menguncang-guncangkan dengan antusias. Rona kebahagiaan tercetak jelas pada wajah gadis itu.

"Alhamdulillah! Ai diterima, Bun! Ai diterima, Yah!" pekik Aisyah. Ia dengan antusia menatap bergantian kepada ayah dan bundanya. "Permohonan beasiswa Ai ke Jepang diterima. Alhamdulillah, ya Allaaah!"

Aisyah beranjak dari duduk dan menghambur ke arah sang Ayah yang sejak tadi mengamati kehebohan putrinya. Virdiano tersenyum lebar dan membalas pelukan Aisyah sambil mengusap-usap punggung gadis itu.

"Selamat Ai! Ayah bangga sama kamu." Pria paruh baya itu menatap sang putri dengan rasa haru, kemudian bertanya, "Kapan kamu harus berangkat?"

Aisyah tampak berpikir sejenak.  "Insyaallah dua bulan lagi, Yah."

Virdiano menyandarkan tubuhnya ke sofa, ia kemudian memejamkan mata. Sebuah kebiasaan pria itu saat harus membuat keputusan yang penting. Waktu bergulir melewati menit, pria berkaca mata itu baru membuka matanya.

Hening menyelimuti ruangan yang tadinya berbalut keceriaan. Aisyah dan Bunda Jihan saling pandang dan menghela napas secara perlahan. Gadis berjilbab itu memandang sang bunda dengan pandangan bertanya dan hanya mendapat gelengan kepala sebagai jawaban.

Pria yang sebagian rambutnya sudah tampak memutih itu kembali membuka mata dan menyorot tajam ke arah istri dan putrinya. Virdiano berdeham dan berkata dengan tenang. "Ayah mengijinkan Ai berangkat dengan satu syarat ... menikah."

"Apaaa? Ayah pasti bercanda, ya 'kan, Bun?" Aisyah menatap sang bunda dengan wajah panik.

"Ayah, nggak bisa gitu dong! Ai mau sekolah dulu ... ngejar impian Ai ke Jepang. Menikah sama sekali nggak ada dalam agenda Ai dalam waktu dekat. Lagian Ai belum punya pacar," cerosos Aisyah dengan perasaan tidak terima. Gadis itu terbiasa spontan dan terbuka dengan orang tuanya.

"Mas!" Jihan menyorot tajam ke arah suaminya seakan-akan meminta penjelasan.

Virdiano menatap dua orang wanita yang dicintainya bergantian, ia mengembuskan napas perlahan. Pria berkacamata itu berharap ini sebuah keputusan yang tepat.

Aisyah adalah gadis pintar meskipun keras kepala. Sebenarnya, bisa saja tanpa beasiswa gadis itu tetap kuliah di Jepang. Aisyah adalah putri tunggal dari CEO perusahaan multinasional. Akan tetapi, didikan keras orang tua menjadikan Aisyah pribadi yang mandiri. Bahkan dalam keseharian gadis itu selalu tampil sederhana.

Ketika awal putrinya menyampaikan bahwa ia akan melanjutkan S-2 ke Jepang, pemikiran ini sudah terlintas di kepala Virdiano. Akan tetapi, selalu ia coba enyahkan. Hanya ada satu nama di benaknya yang bisa ia percaya untuk menjaga sang permata hati.

Virdiano kemudian mengambil ponsel, ia menghubungi seseorang yang sudah sepuluh tahun ini tidak pulang.

***

Sosok pemuda berambut ikal berjalan cepat menyusuri jalanan Kota Sendai yang tak pernah sepi. Ibu kota perfektur Miyagi ini merupakan salah satu kota terbesar di Jepang. Kota yang terkenal dengan sebutan kota hijau itu terletak di tepi laut dan dikelilingi pegunungan. Sebuah kota yang kental dengan sejarah samurai.

Pemuda itu menarik lengan jaket. Dia melihat benda yang melingkar di pergelangan tangan kanan. Ternyata sudah lewat tiga puluh menit dari waktu janji temu.

Pemuda berusia 27 tahun itu mempercepat langkah menuju sebuah restoran yang telah dipesannya sejak kemarin. Tangannya merogoh ke dalam saku celana. Dia memegang sebuah kotak kecil yang sudah dipersiapkan sejak seminggu lalu. Seketika senyum merekah di bibirnya.

Pintu kaca restoran berdenting ketika pemuda berjaket hitam itu masuk. Ia segera menanyakan pesanan atas nama Alif. Seorang pelayan wanita berbaju hitam mengantarkannya ke sebuah meja di sudut ruangan.

Alif melambaikan tangan ke arah seorang wanita berambut panjang yang sedang tersenyum ke arahnya. Ia berjalan meliuk melewati beberapa meja untuk sampai pada gadis yang tidak dijumpainya selama tiga pekan. Gadis pemilik rasa rindu di hatinya.

Kecupan singkat Alif labuhkan pada kedua pipi kekasihnya. Alif kemudian menarik kursi dan duduk di seberang gadis cantik dengan pipi bersemu kemerahan.

"Hi ... i miss you." Alif menangkup kedua tangan gadis dihadapannya dan menggenggamnya erat. Kemudian ia melambaikan tangan memanggil pramusaji yang berdiri tak jauh dari mejanya, dan memesan makanan.

"Bagaimana kabar nenekmu?" tanya Alif sambil meneguk teh hijau dari cangkir.

"Alhamdulillah, akhirnya Nenek sudah bisa berjalan lagi. Aku sudah rindu dengan suasana toko dan bunga." Gadis itu kemudian tersenyum hingga matanya terlihat segaris.

Omeera Harumi Mahreen adalah gadis  blasteran Jepang-Indonesia yang mengisi hari-hari Alif selama setahun terakhir. Pertemuan pertama mereka saat Alif mengantar sahabatnya membeli buket bunga di sebuah florist. Matanya terpaku kepada seorang gadis yang sibuk memotong-motong dan menata bunga. Dalam sekejap tercipta sebuah buket cantik dari jemari lentiknya.

Seminggu kemudian, ia berpura-pura membeli bunga demi bisa berkenalan dengan gadis pujaan. Tak lama gayung bersambut, gadis berambut panjang itu menyambut ajakannya untuk berkencan hingga akhirnya mereka menjalin sebuah komitmen.

Alif dan Harumi menikmati makan malam dengan berbincang santai. Mereka saling menceritakan kegiatan masing-masing selama tiga minggu tidak berjumpa. Pemuda berambut ikal itu menyorot gadis cantik di hadapannya dengan hati berdegup. Ia yang biasa berbicara menyampaikan mata kuliah di depan mahasiswa mendadak kelu.

"Harumi ...." Alif sedikit gugup saat mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari saku celananya, lalu mengulurkan sebuah cincin kepada sang pujaan hati. "Whould you—"

Harumi memekik pelan seraya mengangguk-angguk cepat. Binar kebahagiaan terpancar jelas dari wajahya. Rasa haru menyeruak dalam dada gadis berambut panjang itu. Tanpa ia sadari ada yang menetes di sudut matanya ketika Alif memakaikan cincin di jari manisnya.

Hening melingkupi kedua insan itu, hanya jemari mereka saling bertaut erat. Seluruh kata diwakili oleh tatapan yang bertaut indah. Seolah-olah simfoni cinta mengalun lembut di udara mengiringi pancaran cinta yang melebur menjadi satu.

Tiba-tiba dering ponsel menyadarkan Alif dan Harumi. Alif tersenyum kikuk. Dia melepaskan jemarinya dan mengambil ponsel dari saku. Ia kemudian mengambil jarak dari Harumi. Alif tersenyum melihat nama yang tertera di layar.

"Waalaikumsalam. Iya, Yah ...."

Waktu berselang hingga beberapa menit berlalu, kening pemuda itu berkerut dan wajahnya berubah pias. Ketika si penelepon menutup pembicaraan Alif bahkan tidak kuasa menjawab salam. Tiba-tiba ia merasa dunianya terbalik mendengar berita yang baru saja diterimanya.

Alif tidak tahu harus berkata apa kepada wanita yang saat ini menatapnya dengan wajah bingung. Ia meneguk ludah dengan kasar, mendadak tenggorokannya terasa kering.

"A-aku harus pulang ...."

***
Yuks, ramaikan lapak ini dengan jejak cinta kalian😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro