6. Lanjut atau Gagal?
🌷🌷🌷
Rinai gerimis menghiasi bumi Jogja sejak sore. Hawa dingin menelusup menembus pori-pori. Aisyah merapatkan outer yang membungkus tubuhnya, dan meneguk wedang uwuh buatan Bunda Jihan.
Ayah Virdi dan Bunda Jihan menyuruh Ai dan Alif bergabung dengan mereka di ruang keluarga. Sofa putih besar yang nyaman menjadi favorit keluarga ini untuk berkumpul.
"Ayah akan menikahkan kalian minggu depan. Lebih cepat lebih baik. Alif mulai besok kamu tinggal di apartemen saja. Tidak baik calon pengantin tinggal serumah." Virdiano berkata dengan tegas.
"Uhukk." Ai yang sedang meneguk wedang uwuh, tersedak. Matanya melebar mendengar perkataan sang ayah. Pandangannya berpaling kepada Alif yang bergeming.
***
Beberapa hari ini kediaman Virdiano diwarnai kesibukan. Persiapan pernikahan Aisyah dan Alif membuat Bunda Jihan sebagai orang yang paling sibuk. Beliau memberi arahan kepada semua pekerja tentang apa-apa yang harus dikerjakan secara mendetil.
Tiga hari menjelang acara, para pekerja sudah tampak sibuk memindahkan perabotan. Tenda berbentuk kubah berwarna putih sudah berdiri gagah di halaman kediaman Virdiano yang luas. Rencananya esok hari akan dilaksanakan pengajian dan malam Midodareni. Sedangkan lusa pelaksanaan akad nikah.
Pernikahan Ai dan Alif dipersiapkan dengan menggunakan jasa wedding organizer. Tentu saja semua persiapan itu dilakukan oleh Best Wedding Organizer, perusahaan WO milik Virdiano. Jadi, tidaklah mengherankan bila dalam waktu singkat semua persiapan bisa selesai. Pemilik Best WO menitahkan para pegawainya untuk memberikan yang terbaik untuk pernikahan putrinya.
Pernikahan direncanakan akan berlangsung sederhana, dan hanya mengundang kerabat terdekat. Mereka hanya melaksanakan akad nikah, dan sepakat untuk menunda resepsi. Resepsi belum ditentukan secara pasti waktu pelaksanaannya dan tidak akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Dikarenakan Aisyah harus segera berangkat ke Jepang dan fokus dengan studinya.
Beberapa hari ini Aisyah tidak bertemu dengan calon suaminya. Ia bahkan tidak berkomunikasi sama sekali dengan Alif. Ai merasa tidak perlu menghubungi Alif, toh pria itu juga tidak memberi kabar sama sekali.
Pembicaraan terakhir mereka di Gorojogan Watu Purbo sudah sangat jelas, ia menyampaikan semua keinginannya. Ai hanya berharap pria itu tidak ingkar janji. Gadis berlesung pipi itu berusaha menata dan menguatkan hati bahwa pernikahan ini hanyalah sebuah tiket menuju impiannya.
Ai baru saja melakukan ritual luluran. Dua orang terapis dipanggil khusus oleh Bunda Jihan agar Ai melakukan perawatan menjelang pernikahan. Tiba-tiba terdengar bunyi panggilan dari ponselnya.
Ai tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada dua orang terapis yang membantunya. Ia mempersilakan dua wanita tadi keluar dan segera menutup pintu. Gadis itu meraih ponsel di atas nakas, dan menjawab salam.
"Maaf, Ai ... sepertinya aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita. Aku akan bicara jujur sama Ayah dan Bunda." Suara bariton itu terdengar serak dan tertekan. Bahkan desah napas Alif terdengar berat di telinga Aisyah.
"Gila kamu, Mas!" pekik Ai. "Kamu tidak bisa membatalkan sepihak. Bagaimana dengan kesepakatan kita? Bukankah kita sudah deal?" Aisyah seketika diliputi rasa panik.
"Kesepakatan itu konyol, Ai. Kamu masih bisa melanjutkan impianmu tanpa pernikahan." Alif kemudian tertawa sumbang.
"Aku akan ke sana. Kita akan bicara," putus Ai cepat.
Secepat kilat Ai meraih tas dan memasukkan ponsel ke dalamnya. Ketika hendak berganti pakaian, terdengar ketukan pintu. Sesaat kemudian pintu kamarnya terbuka. Dua orang wanita cantik masuk.
"Ai, ini ada Tante Miya," ucap Bunda Jihan dengan wajah semringah. "Gaun pengantin milikmu sudah jadi. Tante Miya merancang spesial buat Ai," lanjutnya dengan antusias.
Ai tersenyum menyambut kehadiran Tante Miya. Ia mencium punggung tangan wanita sebaya Bunda Jihan dengan takzim.
Perancang gaun pengantin ternama ini sudah seperti adik bagi Bunda Jihan. Semasa Ai kecil, Tante Miya menjadi desainer andalan Best WO. Sampai akhirnya bertahun kemudian, beliau mempunyai brand sendiri dan terkenal di seantero Indonesia.
"Aduh, Mbak Jihan. Saya yang tersanjung bisa membuatkan gaun pengantin yang akan menjadi sejarah, satu kali dalam hidup keponakanku yang cantik ini." Tante Miya tersenyum kepada Bunda Jihan dan kemudian berpaling sambil mengerling kepada Ai.
Bunda Jihan membantu Ai untuk mengenakan gaun yang di bawa Tante Miya. Gaun berwarna putih tulang dengan panjang yang menjuntai sangat pas di tubuh Aisyah. Kristal Swarovski yang berpadu payet Jepang berpendar indah menempel pada hiasan bordir bunga di permukaan gaun. Aisyah langsung jatuh hati pada gaun yang berlapis dua layer ini.
Tante Miya kemudian membantu memasangkan jilbab di kepala Ai. Terakhir, sebuah selendang panjang berwarna putih berenda diletakkan di atas jilbab sebagai sentuhan akhir.
Ai nyaris tidak mengenali bayangannya sendiri di cermin. Bunda Jihan sampai memekik melihat penampilan putrinya. Tante Miya pun tersenyum penuh keharuan sambil menatap Aisyah.
Tanpa disadari matanya memanas, air di ujung pelupuk akhirnya luruh juga. Hatinya diselimuti rasa bersalah. Perkataan Alif tadi kembali terngiang di telinga. Akan tetapi, sanggupkah dirinya mengecewakan Ayah dan Bunda?
Tangis Aisyah pecah. Seketika Bunda Jihan memeluknya erat. Mengusap-usap punggungnya dengan kasih sayang. Tante Miya pun turut memeluknya dari samping. Hal itu membuat Aisyah yang perasa menjadi semakin merasa bersalah.
"Wajar kalo Ai sedih dan takut menjelang pernikahan. Pasrahkan hatimu sama Allah. Hanya Dia yang Maha membolak-balikkan hati manusia. Ikhlas ... maka Allah akan menggantikan dengan bahagia," tutur Bunda Jihan penuh kelembutan.
"Semua yang dikatakan Bunda itu benar, Ai. Semangat ya, Sayang. Masak calon pengantin sedih." Tante Miya terkekeh pelan dan menepuk-nepuk pipi Aisyah seraya memberi semangat.
Akhirnya, Aisyah pun ikut tertawa kecil dengan wajah memerah. Sungguh, gadis itu merasa beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya dengan tulus.
Langit sudah gelap, saat Aisyah menyelinap keluar rumah. Ayah Virdi dan Bunda Jihan sedang menerima tamu. Ia sebelumnya beralasan meminta ijin kepada Bunda untuk istirahat di kamar. Bahkan, gadis itu berpesan agar tidak ada yang mengganggunya.
Ai berjalan cepat menjauh dari rumahnya, dan memastikan tidak ada yang menyadari kepergiannya. Sambil berjalan ia memesan taksi online melalui ponsel. Pesan singkat juga dikirimkan gadis itu kepada Alif. Memberitahu bahwa ia dalam perjalanan menuju apartemen.
Bel apartemen sudah di tekannya berkali-kali. Aisyah berdiri dengan gelisah di depan pintu apartemen. Tak lama, pintu dibuka. Wajah Alif yang kusut menjadi pandangan pertama yang dilihatnya.
"Cuci muka sana! Cepat. Aku gak punya banyak waktu. Kita harus bicara." Aisyah langsung berjalan ke arah sofa hitam. Ia mengempaskan tubuhnya.
Alif keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Ia segera bergabung dengan Aisyah dan mengambil posisi duduk berhadapan.
"Kamu gak bisa mundur begitu saja, Mas. Kita punya kesepakatan," ucap Aisyah dengan lugas.
"Lebih baik jujur Ai. Aku akan bicara sama Ayah dan Bunda." Alif berkata dengan tenang.
"Harusnya kamu menolak sejak awal, Mas. Bukan di saat semua persiapan sudah dilakukan," geram Ai.
"Aku yang akan menanggung semuanya," ucap Alif.
"Benarkah? Apa Mas sanggup menghadapi kekecewaan Ayah dan Bunda? Orang yang sudah merawat Mas Alif sejak kecil?" Mata Ai menyorot tajam ke arah Alif. Gadis itu merasa ucapan-ucapan keterlaluan. Aisyah tahu bahwa Ayah dan Bunda sangat menyayangi Alif dengan tulus.
Wajah pria itu pias. Perkataaan tajam Aisyah seakan mengunci mulutnya, dan membuatnya merasa bersalah.
Tak lama Aisyah berdiri. Gadis itu memiringkan kepala, dan menyorot dengan pandangan tajam.
"Jadilah pria sejati. Aku akan menunggu Mas, lusa. Semua keputusan ada di tangan Mas. Ai pulang. Assalamualaikum."
***
Yuk, yuk, vote n komen. Kasian banget lapakku sepi 😭😭😭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro