Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9 - Ramalan Pengisi IPA 1

Obrolan tentang liburan pasca UKK masih merebak di kantin, di klub, bahkan tak jarang di kelas, di sela-sela jam kosong. Nasta merasa telinganya sudah cukup kebas dengan desas-desus warga sekolah soal dirinya yang tak pernah meluangkan waktu untuk menikmati kebersamaan bareng anak-anak seangkatannya. Nasta mengembuskan napasnya sambil menyandarkan kepala di atas meja.

Jam saat ini menunjukkan pukul tujuh kurang dua menit. Hari Selasa menjadi hari paling Nasta benci secara dadakan sebab masalah ini. Setelah libur tiga hari termasuk Minggu, Nasta pikir sekolah akan lebih menyenangkan begitu, sebab anak-anak akan mulai sibuk dengan persiapan porseni yang selalu diadakan setiap akhir tahun ajaran barunya. Namun, orang-orang ternyata masih sibuk dengan dirinya. Nasta merasa sumpek, padahal ke sekolah harusnya jadi tempat buang sumpek. Malah double sumpek.

Bel tanda kelas dimulai sudah menggema di seluruh pelosok sekolah. Seperti yang disinggung oleh wali kelas dalam obrolan grup, bahwa untuk Selasa sampai Sabtu mendatang akan diadakan remedial, disambung minggu esoknya akan diadakan porseni. Di mana anak-anak bisa melepaskan penat sambil mendapatkan hiburan atau menyalurkan unek-unek mereka dalam berbagai lomba antar kelas ataupun apresiasi mereka dalam membuat satu karya seni.

Namun, tak tampak akan ada guru yang masuk untuk memberikan remedial. Anak-anak berkumpul dengan kelompoknya masing-masing, meskipun tak sedikit pula yang memilih untuk mengerumuni Nasta yang terlihat loyo-loyoan di mejanya sembari membaca buku catatan.

“Ta, kan, porseni bakalan dimulai minggu besok. Ajak papamu datang ke sekolah, dong! Siapa tau papamu punya vitamin gitu untuk kita?” kata satu di antara mereka.

“Iya, Ta, lawan kita anak-anak kelas 10A, di kelas itu cukup banyak anak ekskul basket yang notabenenya badan mereka lebih besar-besar!” timpal anak lainnya sambil memandang lincah.

“Iya, apalagi kalau ada tarik tambang kayak di porak semester satu lalu, auto tumbang!”

Anak-anak tertawa menggoda Nasta, tetapi yang digodanya hanya diam saja tidak memberikan perlawan. Dalam hati, cukup muak dengan segala basa-basi yang dunia tawarkan pada dirinya.

Sementara itu, di kelas 10E, Nais dan geng cewek-cewek kelasnya tengah asyik berguyon soal siapa yang akan remedial di mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, jawabannya, ya, Sahia. Sosok yang dikenal bebal di mata guru. Selain karena tingkahnya yang sedikit nyeleneh, Sahia memang kerap kali mabal dalam mengumpulkan tugas.

Stop roasting aku!” pekik Sahia dengan tatapan kesal.

“Iya, nih, kalian bikin Sahia naik darah, awas pulang nanti dicegat, tuh, di belokan depan!” canda Nais sambil mengacak-acak rambut Sahia, gadis itu pun mendesis semakin kesal.

“Oh, iya, ngomongin remedial, kita sudah bisa tebak siapa langganannya. Kira-kira di kenaikan nanti pas rolling class siapa, ya, yang bakalan ngisi jajaran bangku IPA 1?”  Zia ikutan nimbrung, sosok penghuni ekskul voli putri itu duduk tumpang kaki di sebelah Nais.

“Yah, si Nais pasti salah satunya!” celetuk seorang siswa yang duduk di meja pojok kelas. Si empunya namanya menoleh sambil mendesis.

“Tidak mau ah, beban tau!” sahut Nais dengan sewot.

Sahia menyentuhkan tangannya ke belakang kepala Nais. “Kamu salah satunya, sama si Barran, tuh, aku yakin seratus persen. Tahun lalu angkatan Kak Ocha, anak-anak IPA 1 isinya para Bintang Idola semua. Kamu sama Barran, kan, Bintang Idola klub animals lover!” ujar Sahia seraya mengerling sok kecakepan.

“Kalau boleh milih, sih, aku tidak mau,” kekeh Nais mengerucutkan bibirnya sebal.

“Kalau kata gue yang pasti bakalan ngisi jajaran depan bangku kelas IPA 1 udah jelas Nasta, sejak awal masuk sekolah dari MPLS, banyak guru yang mau Nasta ada di kelas grade A ples itu!” sela seorang siswi yang duduk di belakang Zia, gadis yang asyik memainkan cat kuku itu melirik geng cewek-cewek tersebut.

“Itu sudah bukan rahasia lagi,” celetuk Barran yang baru saja mendaratkan kakinya di kelas. Remaja laki-laki itu tampak memainkan bola basket di tangannya. “Pas psikotes awal-awal masuk sekolah Nasta memang ngisi jurusan yang dia mau dengan IPA. Kalian tau sendiri kalau papanya Nasta itu dokter.”

“Tidak ada hubugannya, ya, Ran!” sela Zia menatap tajam.

“Ada dong, hampir semua ilmu kedokteran itu berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Alam.” Barran tersenyum lebar. “Biologi, anatomi, farmasi, kimiawi, dan kawan-kawannya!” lanjut Barran menatap saksama.

“Terserah!” desis Zia menggulirkan matanya sebal.

“Aku percaya, sih, kalau Nasta bakalan ada di kelas IPA. Tapi, bukan karena papanya yang dokter, itu karena Nasta memang pandai,” timpal Nais membuat Barran dan Zia kompak menatap padanya.

“Nasta ada di titik-titik tertentu bukan karena papanya, mamanya, atau lingkungannya, dia bisa di titik tersebut karena memang dia bekerja keras. Kalau memang Nasta ada di IPA 1, itu karena kemampuannya memang di atas rata-rata anak yang lain.” Nais memandang teman-temannya dengan lembut.

*****

Nasta ingin pulang lebih cepat, sayangnya meskipun ia tidak menjalani remedial ia tetap akan pulang bersama kawan-kawan Merpati Putih yang lain. Sebab agenda evaluasi sebelum benar-benar tanding di minggu depan. Nasta melangkahkan kakinya ke lapangan, tetapi belum jauh kakinya keluar dari koridor depan kelas menuju anak tangga, kedua telinga remaja laki-laki itu dihadapkan pada satu obrolan yang cukup menyebalkan.

Terlihat Nugi, Saraga, beberapa anak ekskul basket dan voli juga futsal tengah berkumpul di depan kelas 10C. Nasta yang berjalan dengan tatapan nyalang terpaksa berdiam diri untuk beberapa jenak saat Nugi melambaikan tangannya pada Nasta.

“Ta, Arion mau ngobrol, nih!” panggil Nugi sedikit berteriak. Nasta pun mempercepat langkah kakinya menuju gerombolan siswa tersebut.

“Halo, ada yang bisa aku bantu?” tanya Nasta dengan senyuman ramah.

Saraga merangkul Nasta, ia menatap wajah sahabatnya itu dengan saksama. Keduanya sempat melemparkan senyum miring satu sama lain, sampai akhirnya Nasta tertawa canggung. Nasta pun berujar, “Ada apa, nih, kok kalian melihat aku kayak gitu?”

“Ini … Arion ingin ketemu papamu, katanya anak-anak futsal kehilangan terapis mereka. Siapa tau papamu bisa bantu ngasih tips dan trik untuk para atlet dalam menjaga kebugaran tubuh gitu,” jelas Nugi sambil menaik turunkan alis matanya.

Arion, sosok penjaga gawang tim futsal sekolah itu tertawa. “Iya, Ta, kita belum ada dana buat nyari terapis baru. Siapa tau papamu sebagai dokter spesialis jantung bisa ngasih kita semua kiat-kiat menjaga kesehatan dan kebugaran organ-organ vital di tubuh kita. Sekaligus cara merawat diri kita pasca olahraga. Papamu, kan, dikenal sebagai pecinta olahraga. I mean benar-benar menjaga olahraganya,” ungkap Arion sembari tersenyum manis. Dilihat dari kedua bola matanya yang cukup belo, ia benar-benar mengharapkan jawaban Nasta.

“Iya, kita juga berharap banget Tante Miswari kumpul sama orang tua kita. Biar bisa ngasih arahan sama pencerahan kalau kita aktif di ekskul benar-benar ada manfaatnya. Tante Miswari, kan, idaman banget.”

“Iya, Ta, kapan kamu bisa panggil kedua orang tuamu ke sekolah … atau kita rencanakan pertemuan untuk ibu kita. Mungkin bisa jadi rekan arisan,” timpal yang lainnya menatap cemerlang.

“Setuju, kita butuh orang tua yang kayak orang tuamu, Ta. Mendukung banget karir anaknya di sekolah. Ibu aku mana bisa kayak mamamu, Ta, kadang kalau ada tanding aja males banget gitu buat dukung, padahal tinggal nyemangatin aja!”

“Iya, Tante Miswari, tuh, idaman banget tau. Tukeran mama bisa kali, Ta?”

“Mantap banget punya orang tua kayak mereka. Satunya dokter, satunya lagi keibuan banget. Kamu beruntung banget, sih, Ta!”

“Jadi pengin tukar nasib,” canda anak-anak menggoda Nasta.

Anak-anak satu per satu sahut menyahut menggoda Nasta. Meski sebagaian menganggapnya sebagai candaan, tetapi Saraga merasa kalau obrolan mereka sudah terlalu jauh mengusik keluarganya Nasta. Walaupun memang baik papa atau mamanya Nasta kerap kali mengunjungi sekolah. Akan tetapi, adanya kalimat tukar mama atau tukar orang tua dan tukar-tukar yang lain, rasanya sudah kelewat batas.

“Sudah, sudah, Nasta mau balik. Soalnya dia bakal mempersiapkan diri buat kompetisi minggu depan. Ayo, Ta, kita balik!” ajak Saraga sambil menarik lengan Nasta. Kedua remaja laki-laki itu pun meninggalkan kerumunan. “Nu, kamu mau balik bareng juga, tidak? Aku dan Tata balik sekarang, nih!”

Nugi menoleh pada dua sahabatnya yang sudah mendekati anak tangga. Ia pun ikutan pamit meninggalkan kerumunan anak-anak tersebut. “Dah, balik duluan. Nanti berkabar lagi, deh!” tandas Nugi sambil lari kocar-kacir membuntuti dua sahabatnya.

Sementara itu, di kelas 10E topik mengenai Nasta dan IPA 1 masih berlanjut bahkan mereka masih belum mau beranjak dari kelas walaupun sebagian besar anak-anak sudah selesai dengan remedial mereka.

“Kamu kalau diperhatikan diam-diam sering sekali membela Nasta,” ujar Barran yang saat ini tengah merapikan isi tasnya.

“Aku tidak membela Nasta, Ran. Aku hanya berusaha meluruskan apa yang kalian bicarakan. Karena bagi aku, apa pun yang ada dalam diri Nasta itu karena kerja kerasnya dia, lho.”

“Ya sudah minta maaf, ya, kalau aku bicaranya kadang ngawur,” kata Barran tersenyum lebar.

“Tidak salah, kok. Hanya kadang kita terlalu melihat sinarnya matahari yang terik, sampai lupa kalau tugas matahari memang menerangi bumi. Paham, Ran?” tanya Nais santun, Barran pun mengangguk pelan.

Di lapangan saat ini, Nasta tengah duduk termenung. Ia kesal tidak kesal saat orang-orang di sepanjang langkahnya terus mengatakan kalau ia akan berada di kelas IPA, toh, Jagawana memang mengharapkan hal itu. Nasta hanya mengkhawatirkan satu hal rasanya. Ia berpikiran kalau IPA 1 dihuni sederet anak-anak yang notabenenya juara di kelas mereka masing-masing, mungkin posisi Nasta bisa tergusur. Mungkin saja itu tidak baik untuknya.

“Kuharap aku tidak ditempatkan di kelas itu. Kalaupun iya, aku hanya berharap satu kelas dengan seseorang yang tidak terlalu pandai. Minimal aku bisa tenang soal ranking yang kumiliki saat ini,” gumam Nasta sembari memijat dahinya.

🐈

Publikasi 31 Mei 2023
Pembaharuan akan dilakuan pada Jum'at mendatang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro