18. Sweet
Juna benar-benar lama, apa dia begitu sibuk ya? Berkali-kali kutengok jam pada display ponsel, hingga es krim pesananku lumer belum tersentuh.
"Permisi, Nona." Seseorang dengan kacamata hitam tebal dan topi baret mendekatiku, Dia nampak mencurigakan. Tiba-tiba Dia menarik bangku di hadapanku untuk didudukinya.
"Ah, anda mengagetkan saya. Hmm ... permisi, Tuan, apa saya mengijinkan anda untuk duduk di hadapan saya?" tanyaku lirih namun bernada mengintimidasi.
"Oh, sebentar," dia merogoh sakunya dan memberikan selembar kartu nama berwarna hitam padaku,"saya tidak bermaksud buruk kepada anda. Keinginan saya hanyalah untuk mengajak anda menjadi figuran di film yang sedang kami garap," lanjutnya.
Tertulis nama, Banghityo Joyo. Produser Clean film.
"Tapi, saya .... "
"Tolong pertimbangkan lagi, dan saya harap besok anda bisa hadir di Jalan Jenderal Soedirman. Saya sedang mencari wanita hamil untuk figuran sekitar dua hingga tiga scene. Dan anda sangat cocok memerankannya." Dia benar-benar mengajakku namun ekspresinya semakin terlihat menakutkan.
Seorang gadis dengan cocard biru keluar dari lift dan mendekat ke arah cafe untuk memesan sesuatu.
"Kak," panggilku pada gadis itu. Aku melambaikan tangan hingga Dia terlihat kebingungan, namun tetap mendekat.
"Kalo begitu, saya permisi." Pria mencurigakan itu pun bergegas pergi meninggalkanku.
"Kau memanggilku?" tanyanya setelah berdiri cukup dekat denganku.
"Iya Kak, terimakasih sudah mau mendekat. Hmm, Kak Tia, aku sangat takut dengan laki-laki tadi," ucapku pada gadis dengan nama Tia di cocardnya itu.
"Ah, iya. Sama-sama, Kakak siapa ya?"
"Panggil saja aku, Phyta."
"Oh, Iya Kak Phyta. Kau baik-baik saja, kan? Berhati-hatilah ..."
Kak Tia pun duduk di depanku, Dia memberikan sapu tangan lembut berwarna pink dengan lambang kelinci lucu di ujung sapu tangan itu.
"Terimakasih, aku tidak apa-apa, Kak." Aku pun menolak dengan halus. Namun, Kak Tia dengan cekatan mengelap keringat di keningku.
"Sedang menunggu seseorang?" tanya Kak Tia lagi.
"Iya, aku sedang menunggu Juna."
"Juna? Juna Choky?" Dia nampak sedikit terkejut.
"Iya, Kak. Kak Tia mengenalnya?" tanyaku mencoba mencari tahu.
"Iya, Kak. Aku stylishnya."
"Ah, kebetulan. Bisa aku ti ...."
"Kak Phyta!" teriak seseorang yang sedang berlari mendekat. Dia buru-buru menggapai tas kertas berisi pesanan. Siapa lagi jika bukan Juna. Aku dan kak Tia sampai terkejut dibuatnya.
"Ha-hai Kak Tia, kau ke-kenal Kak Phyta ya?" tanya Juna sedikit tergagap. Napasnya juga masih tersengal.
Kak Tia pun tersenyum dan menjawab, "Kami baru saja berkenalan. Baiklah, karena sudah ada Juna, dan Yongki juga, saya permisi dulu Kak," Kak Tia pamit menyisakan kursi kosong di depanku. Aku memang duduk di meja berisikan dua orang.
"Fiufh, untung saja, hehehe ..." Juna mengembuskan napas lega.
"Kamu aneh sekali, Jun," kataku langsung, Dia terlihat salah tingkah. Mencurigakan.
"Kebiasaan kalo di depan Tia, dia bertingkah aneh begitu," jelas Yongki.
"Yah, Bang, Tidak usah dijelaskan begitu. Aku kan jadi malu," bisik Juna.
"Yasudah, aku pulang dulu ya."
"Kamu pulang dengan siapa?" tanya Yongki mengalihkan perhatian.
"Sendiri sih. Tidak usah untuk mengantarkanku," cegahku.
"Aku tak bermaksud," jawab Yongki kemudian menjauh ke arah counter untuk memesan. Ah, malunya aku. Aku lupa Yongki orangnya sangat cuek.
"Kalau begitu, aku pulang ya Jun," pamitku pada Juna.
"Tunggu, Kak. Tidak ingin bertemu Bang Teo dulu?"
"Tidak, jangan beritahu dia. Aku akan dimarahi jika dia tahu aku menyetir sendiri," jawabku.
"Kakak nyetir sendiri? Ya sudah, ayo Kak, kuantarkan ke butik. Aku juga akan memesan sesuatu lagi." Dia tersenyum cerah padaku. Aku tahu ada modus yang dia sembunyikan.
-
"Ini bagus ya, Kak. Hmm, manis kan?" tanya Juna sambil menunjukkan sebuah dress manis selutut berwarna pink.
"Iya, itu cocok dengan seseorang yang sedang dekat denganmu. Benar kan?" tanyaku menebak arah pikiran Juna. Juna membolakan sepasang netranya, perlahan semu merah muncul dari pipi putihnya. Hihihi lucunya dia, terlihat jelas sedang jatuh cinta.
"Darimana kak Phyta tahu? Ya! Jangan beritahu dia. Kumohon...," rajuknya lucu. Aku tersenyum mengangguk padanya. Dia berjalan dengan bahagia menuju kasir.
"Jangan terima uangnya, Sya," ucapku pada Sasya, aku tepat berada di belakang Juna.
"Tak apa Kak Phyta, sekalian aku membayar setelan jasnya." Juna protes.
"Tidak boleh, kau adalah endorse kami, tamu VVIP kami. Jadi kuberi gratis untuk dua pakaian yang kau pesan itu."
"Yah, Kak. Please biarkan aku membayar dress ini. Aku ingin memberikan hasil kerja kerasku padanya."
Akhirnya aku menyanggupi permintaan manisnya. Beruntung sekali gadis ini, Juna sungguh diluar dugaan. Dia pun pamit kembali ke lokasi syuting.
-
Apartemen kami sungguh sepi. Aku makan sendiri ditemani TV yang mengeluarkan bunyi cukup keras. Hingga menutupi bunyi chat masuk dari ponselku.
Aku masih latihan.
Tidur dulu saja ya sayang.
I Love You 😘. 20.17 baca
baca 20.19 Baiklah ... Semangat Teo!
Kuselesaikan makanku dengan cepat dan kuputuskan untuk menonton TV dahulu belum mengantuk. Namun, aku malah tertidur di sofa ditonton TV yang masih menyala.
-
Teo pulang hampir tengah malam, dia terkejut mendapatiku tengah terlelap di sofa depan TV.
"Sayang, bangunlah," bisiknya sambil mengelus pipiku lembut.
Saat belum berhasil membangunkanku, Dia menggunakan jurus terampuhnya yaitu menghujani wajahku dengan ciuman, aku terbangun karenanya. Dia tersenyum manis.
"Ah, Teo. Kamu sudah pulang?"
"Iya, Sayang. Kenapa kau tidur di sini? Bukankah di sini dingin? Astaghfirullah, wajahmu dingin sekali," ucapnya khawatir sambil menangkup pipiku. Aku tersenyum menatapnya. Dia terlihat begitu khawatir, manisnya dia ... .
"Iya, aku ketiduran di sini. Kau sudah mandi?"
"Sudah tadi di asrama. Ayo sayang, kita pindah tidur di kamar." Dia menuntunku dengan sabar, padahal aku bisa melangkah sendiri. Namun, dia terlihat takut karena Sigma dan Pi membuat perutku sangat besar sekarang.
Dia keluar saat aku telah menempelkan punggungku pada tempat tidur kami. Kemana dia? Ah, biarlah ... Aku sudah sangat mengantuk sekarang.
"Sayang, bangun sebentar ya." Dia membangunkanku lagi dengan mengelus pipiku. Kubuka mataku dengan berat. Dia benar-benar ....
"Kenapa, Pak Teo?"
"Minumlah sayang. Aku ingin kalian yang kucintai sehat," Dia memberiku segelas susu untuk ibu hamil rasa cokelat masih dalam kondisi hangat. Aku melihat ke arahnya sambil meminum sebentar.
" ... "
"Kenapa, Yang? Kepanasan ya? Tadi sudah kucek suhunya kok."
"Enak, Pak. Terima kasih ya." Aku minum sambil berkaca-kaca. Dia sering membuatkan susu untukku karena aku kadang lupa. Namun, baru kali ini dia membuatkannya pas. Tidak kepanasan atau hambar.
"Syukurlah. Cepat tumbuh ya Sigma dan Pi. Kalian harus jaga Ibu dan tidak boleh nakal. Oke kesayangan Ayah. Muah, muah." Teo mengelus perutku dan mengobrol dengan bayi-bayinya di dalam perutku diakhiri double kecupan, membuatku tak bisa berhenti tersenyum. Hilang sudah rasa kantukku di tengah malam ini.
-Rey-
(221117)
Wah kelar juga edit ini. Maaf jika sangat telat dan lama menunggu update. Terima kasih untuk tetap setia pada Teorema. Vomment jangan lupa, Rey tunggu. Bye bye ^^/
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro